Soleh Solihun Khawatir RUU Penyiaran Ancam Kebebasan Berkarya Para Konten Kreator

Soleh Solihun.
Sumber :
  • Instagram @solehsolihun

Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama pemangku kepentingan penyiaran mendorong adanya Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran.

Organisasi Pers Sebut Sebagian Besar Jurnalis Dibunuh secara Sengaja oleh Israel di Gaza

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berharap Revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran mengatur tentang media baru termasuk penjelasan tentang definisi medianya.

KPI / Komisi Penyiaran Indonesia.

Photo :
  • vivanews/Andry Daud
KPI Akui Tak Punya Kewenangan Tindak Konten Judi Online di Media Sosial

Dilansir dari situs resmi KPU, hal ini disampaikan Ketua KPI Pusat, Ubaidillah, di sela-sela acara Seminar Nasional “Reposisi Media Baru dalam Diskursus Revisi UU Penyiaran”  pada Selasa 2 April di bilangan Senen, Jakarta.

"Ini media sosial, media digital, media baru, atau apa? Agar definisinya jelas. Jangan sampai nanti ketika itu disahkan, siapa pun lembaga, baik KPI ataupun yang lain yang diamanahi pengawasan dan mengaturnya, tidak melampaui kewenangannya," katanya.

IDI Tegaskan Dokter Tak Boleh Jadi Influencer Sampai Promosikan Produk Kesehatan

Menanggapi hal itu, komedian sekaligus mantan Jurnalis, Soleh Solihun angkat bicara melalui akun X pribadinya, menurutnya RUU Penyiaran itu tidak hanya mengancam kebebasan pers, namun juga para konten kreator.

"RUU Penyiaran ini sebenarnya bukan cuma mengancam kebebasan pers, tapi juga kebebasan berkarya kita yang bukan awak Pers," kata Soleh Solihun melalui akun X @solehsolihun yang dikutip Kamis 30 Mei.

Menurut Soleh Solihun, RUU Penyiaran ini tidak hanya mengatur perusahaan media saja, akan tetapi kanal YouTube.

"Soalnya, youtube termasuk yang disebut akan diatur oleh RUU itu. Sementara itu, kanal YouTube bukan cuma milik perusahaan, tapi juga banyak perorangan," lanjutnya.

Di sisi lain, Dewan Pers menolak draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Dewan Pers menilai, beberapa substantif draf RUU Penyiaran ini sangat bertentangan dengan kebebasan pers.

Menurutnya RUU Penyiaran ini ada pasal yang memberikan larangan pada media untuk melakukan investigasi, sehingga membuat pers tidak merdeka dan tidak independen.

"Karena kita sebetulnya dengan undang-undang 40 tidak lagi mengenal penyensoran, pembredelan dan  pelarangan-pelarangan penyiaran terhadap karya jurnalistik berkualitas. Nah penyiaran media investigatif itu adalah satu modalitas kuat dalam karya jurnalistik profesional," ujar Ninik Rahayu dikutip VIVA.co.id.

Seperti yang tertuang dalam Pasal 50B ayat 2 butir c dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang menyatakan larangan penayangan eksklusif jurnalistik Investigatif.

Termasuk mengatur  kreator yang menyiarkan konten lewat Youtube, TikTok, atau media berbasis user generated content (UGC) lainnya yang tertuang dalam Pasal 34F ayat 2 huruf e.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya