Bisnisnya dengan Raffi Ahmad akan Terdampak Kenaikan Pajak Hiburan, Rudy Salim Temui Bamsoet
- ist
VIVA SHOWBIZ – Ketua MPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan dengan cermat dampak dari kenaikan pajak hiburan terhadap industri hiburan. Ia menekankan perlunya melakukan kajian mendalam dan dialog yang lebih intensif dengan pelaku usaha hiburan guna mencari solusi terbaik yang dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan fiskal negara dan kelangsungan usaha para pengusaha hiburan.
Aspirasi terkait kenaikan pajak ini juga disuarakan oleh Rudy Salim, pemilik klub PHANTOM – PIK 2 bersama Raffi Ahmad. Dalam pertemuan dengan Bambang Soesatyo, Rudy Salim menyampaikan keberatannya terhadap kebijakan tersebut. Scroll lebih lanjut ya.
Menurutnya, kenaikan pajak hiburan dapat memberikan dampak signifikan terhadap industri hiburan, membebankan pelaku usaha, dan berpotensi menimbulkan dampak negatif seperti peningkatan harga tiket masuk dan penurunan daya beli masyarakat.
Sebelumnya, pengacara Hotman Paris Hutapea dan pedangdut Inul Daratista juga mengkritik kenaikan pajak hiburan ini, menilai bahwa kebijakan tersebut dapat merugikan pengusaha dan masyarakat secara umum.
Rudy Salim, sebagai perwakilan pengusaha hiburan, mengingatkan bahwa kenaikan pajak dapat berdampak pada harga tiket dan daya beli masyarakat.
"Misalnya, customer datang dan belanja senilai Rp10 juta total tersebut akan dikenakan Service Charge sebesar 10% sehingga menjadi Rp11 juta. Jika dikenakan lagi PB1 minimal 40% Rp4,4 juta maka total yang harus dibayarkan customer jadi Rp15,4 juta,” ujar Rudy Salim.
Bambang Soesatyo menegaskan perlunya pembukaan ruang dialog yang lebih luas, melibatkan semua pihak terkait.
"Pemerintah dan DPR diharapkan untuk membuka ruang dialog yang lebih luas dengan melibatkan semua pihak terkait. Suara para pelaku usaha hiburan perlu didengar dengan baik dalam proses pengambilan keputusan ini. Sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih memperhitungkan berbagai aspek dan kepentingan yang ada," ujar Bamsoet.
Lebih lanjut, Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan bahwa kenaikan pajak hiburan menciptakan kontroversi di kalangan pelaku usaha hiburan. Pasal 58 ayat 2 dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) menyebutkan bahwa tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Bambang Soesatyo juga membandingkan tarif pajak hiburan di Indonesia dengan negara lain. Ia menyoroti bahwa Thailand, sebagai contoh, menerapkan pajak hiburan hanya 5% untuk menarik wisatawan. Langkah serupa dilakukan dengan pemotongan pajak minuman beralkohol dan tempat hiburan untuk meningkatkan pariwisata di negara tersebut.
"Kini Thailand merupakan negara ASEAN yang paling ramai akan wisatawan mancanegara. Pajak hiburan Indonesia yang melonjak tinggi ke tingkat minimum 40% merupakan posisi teratas dibandingkan negara-negara tetangga," pungkas Bamsoet.
Ia mengkhawatirkan bahwa tingginya pajak hiburan di Indonesia dapat membuat daya tarik negara ini menurun dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang memberlakukan tarif pajak yang lebih rendah.