Hotman Paris Buka Suara Soal Pajak Hiburan Naik 40 Persen: Bertentangan dan Keluar Jalur
- IG @hotmanparisofficial
Jakarta – Selain pedangdut Inul Daratista, Hotman Paris juga turut buka suara dengan memprotes kebijakan pajak hiburan yang naik menjadi 40 persen. Ia juga mengunggah komentar warganet bahwa kenaikan pajak hiburan sampai 40 persen ini tak akan mengubah sistem pemerintahan.
Tangkapan layar komentar warganet mengenai pajak hiburan dan sistem bagi hasil tersebut diunggah di akun Instagram pribadinya. Ia juga menyertakan ulasan mengenai pajak 40 persen yang rupanya dipungut dari gross income.
“Waduh 40 persen dari Gross Income untuk Pemda! Bukan haknya pemerintah pusat! Ini sama aja Pemda jadi Pemilik perusahaan! Bukan lagi sekadar pajak bahkan lebih kejam dari bagi hasil!” tulis pengacara kondang Hotman Paris.
Pengacara sekaligus presenter tersebut mengatakan bahwa pengusaha masih harus membayar pajak penghasilan atau PPh sebesar 20 persen dari keuntungan. Inilah yang membuat Hotman Paris semakin pusing dengan sistem negara ini.
“Pengusaha juga harus bayar Pajak penghasilan Pph 20 persen dari keuntungan! Pemda 40 persen dari Gross income!” ungkap pengacara kelahiran Laguboti, Sumatera Utara pada 20 Oktober 1959 tersebut.
“Yg diuntungkan bukan pemerintah pusat tapi yg nagih pajak 40 persen pemda dari usaha kerakyatan dgn lapangan kerja jutaan pekerja gaji sekitar UMR.. waduh ini bukan pajak namanya: Jadi kalo bill nya 10jt Customer harus bayar 14jt,” Hotman Paris menyambung.
Menyusul unggahan tersebut, Hotman Paris kemudian mengutip pernyataan Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), Hariyadi Sukamdani, dengan merespons kebijakan pajak hiburan naik di kisaran 40 sampai 75 persen.
Hotman Paris menyatakan bahwa kenaikan pajak hiburan yang sangat tinggi tersebut sangat bertentangan dan keluar jalur. Sebab, industri hiburan tersebut adalah jaringan pengaman untuk menyerap tenaga kerja Indonesia secara masif tanpa memandang pendidikan seseorang.
“Bahwa kenaikan pajak hiburan yang tinggi sangat bertentangan dan keluar jalur. Pasalnya, industri ini merupakan jaring pengaman untuk menyerap tenaga kerja indonesia secara masif, tanpa memandang tingkat pendidikan,” kata Hariyadi dikutip Hotman Paris.
“Yang menjadi kenyataan di lapangan jasa hiburan itu padat karya, banyak pekerja yang justru pendidikan yang tidak terlalu tinggi dan keterampilan nya juga tidak terlalu terampil ini jumlah nya besar kerja disini. Tentu ini adalah jaring pengaman,” lanjut Hariyadi.