Foto Jennie BLACKPINK - V BTS Disebut Bukan Editan, Disebar Demi Uang
- Soompi
VIVA Showbiz – Seorang hacker profesional sekaligus pakar keamanan memberikan pendapatnya terkait bocornya foto pribadi V BTS dan Jennie BLACKPINK di media sosial beberapa waktu belakangan ini.
Pada tanggal 29 Agustus, 'Entertainment President Lee Jin-ho', kanal YouTube dari mantan jurnalis industri hiburan Lee Jin-ho, membagikan video berjudul 'Saya bertanya kepada peretas- Mengapa kebocoran V Jenny dimulai.'
Dalam video itu Lee Jin Ho melakukan panggilan dan berbicara kepada seorang ahli tentang foto V dan Jennie yang tengah ramai dibicarakan.
Pasalnya, banyak penggemar yang menganggap bahwa foto kebersamaan mereka hanyalah hasil editan. Namun, tidak sedikit juga yang mendukung mereka jika foto-foto itu memang asli apa adanya.
Pakar tersebut justru mengungkapkan bahwa foto V dan Jennie bukanlah hasil editan. Berdasarkan hasil penelusurannya, ia tidak menemukan adanya jejak manipulasi dalam foto tersebut.
"Setelah diselidiki, saya tidak melihat jejak pengeditan atau manipulasi dalam foto yang bocor. Semua foto disimpan di ponsel atau akun cloud, dan jika diretas, foto-fotonya akan bocor," kata pakar tersebut, dikutip Rabu 31 Agustus 2022.
Sang ahli juga menjelaskan mengapa peretas membagikan satu persatu foto kebersamaan V dan Jennie. Tidak lain adalah untuk menarik perhatian korban dan melakukan negosiasi untuk menghasilkan banyak uang.
"Mengeluarkan foto satu per satu juga untuk menarik perhatian korban, dengan mengatakan, 'Saya memiliki informasi sensitif (tentang Anda).' Alasan untuk mengungkapkannya satu per satu seperti ini adalah karena jika Anda mengungkapkan semuanya sekaligus, panasnya dapat dengan cepat memudar, sehingga Anda dapat terus menyeretnya dengan cara ini dan menggunakan media untuk bernegosiasi dengan para korban," katanya.
Peretasan semacam ini rupanya sudah banyak terjadi. Pelaku biasanya mengincar bayaran hingga ratusan ribu dolar untuk berhenti meretas dan menyebarkan foto pribadi orang-orang yang menjadi korban.
"Ditunjukkan kepada para pihak tanpa mengungkapkannya secara online, dan ada kalanya mereka meminta ratusan ribu dolar. Kasus paling mahal yang saya tahu adalah 1,5 miliar won (sekitar 1,1 juta dolar AS)'," ungkap pakar tersebut.