Aktivis Tuli Surya Sahetapy Mengatakan Indonesia Belum Manusiawi
- Instagram.com/suryasahetapy
VIVA – Surya Sahetapy adalah seorang aktivis tuli yang lahir 21 Desember 2021, juru bahasa isyarat sekaligus aktor yang berasal dari Indonsia. Pemilik nama lengkap Panji Surya Sahetapy adalah anak ketiga dari mantan pasangan artis Dewi Yull dan Ray Sahetapy. Walaupun dirinya sudah divonis menderita tuli sejak lahir ke dunia, tapi hal ini tidak menjadi hambatan untuk dirinya dalam meraih prestasi dan kesuksesan. Selain itu, Surya adalah generasi kelima Tirti Adhi Soerjo. Walaupun memiliki keterbatasan, tidak membuat dirinya menyerah begitu saja.
Surya belajar untuk berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat sejak kecil bersama dengan kakak dan omnya yang tuli. Ia juga terapi berbicara bersama dengan ibunya serta instruktur dari sekolah, mulai membaca gerak bibir lawan bicara dan berkomunikasi secara tulisan. Surya kemudian membuktikan meski dirinya tidak bisa mendengar, tapi mampu untuk menguasai bahasa Indonesia secara lisan, tulisan, dan bahasa Isyarat. Beberapa hari yang lalu, Surya Sahetapy datang ke Studio VDVC talk, Pulogadung, Jakarta Timur untuk berbincang bersama dengan Indy Rahmawati.
Lantas, Bagaimana Kehidupan Surya Sahetapy?
Pendidikan Surya Sahetapy
Surya mempunyai keinginan untuk belajar di luar negeri, tapi ia menyadari bahwa dirinya tidak mampu berbahasa Inggris. Alih-alih menghindar, ia malah mengambil jurusan pendidikan bahasa Inggris di Sampoerna University, Jakarta. Ia kemudian mengambil cuti kuliah selama 1,5 tahun sampai akhirnya ia menempuh pendidikan di Institut Teknologi Rochester (RIT), National Technical Institue for the Deaf, Amerika Serikat.
Di perguruan tinggi tersebut, ia berhasil memperoleh gelar diploma (D3) tahun 2019 dengan jurusan Applied Liberal Arts (Konsentrasi: Bahasa Isyarat dan Kajian Tuli) dan sukses meraih Cum Laude. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya untuk meraih gelar sarjana (S1) dengan mengambil jurusan Hubungan Internasional di RIT dan juga berhasil meraih predikat Magna Cum Laude. Bahkan, Surya juga tengah melanjutkan pendidikan magister (S2) dengan jurusan Pendidikan Tuli. Â
Berminat Menjadi Pengajar
Waktu masih duduk di bangku SMA, Surya pernah menjadi seorang trainer atau pengajar untuk teman-teman yang tuli. Selain itu, ia juga mengedukasi anak-anak yang menempuh pendidikan di SMALB (Sekolah Menengah Atas Luar Biasa), mulai dari Jawa sampai Sulawesi.
Ia juga mengatakan masih tertarik untuk mengajar, karena ia merasa ilmunya sudah banyak, bila tidak ditransfer atau diajarkan berasa sia-sia. Mengajar tersebut merupakan salah satu cara untuk mentransfer ilmu. Apalagi di Indonesia juga masih kekurangan guru yang berkualitas, karena sistem pendidikan di Indonesia masih kurang ramah.
Hal ini karena sistem mengatakan bahwa SMALB setara dengan kelas 6 SD umum. Dengan kata lain, orang-orang tuli yang lulus dari SMALB tersebut kemampuan literasinya disamakan dengan anak-anak kelas 6 SD. Karena itu, banyak orang tuli yang tidak terima sehingga Surya ingin mengubah sistem tersebut supaya setara dengan SMA umum.
Bahasa Isyarat di Amerika dan Indonesia
Ketika Surya Sahetapy berada di Amerika, ia merasa bahwa dirinya adalah masyarakat pada umumnya, tidak ada hambatan untuk berkomunikasi. Bila sedang berada di kampus dan bertemu dengan orang dengar dan polisi juga bisa menggunakan bahasa isyarat dasar. Jika tidak bisa bahasa isyarat, mereka bisa menulis.
Jadi itu adalah hal yang sangat biasa untuk orang Amerika. Akan tetapi, bila di Indonesia, mereka pasti bingung saat bertemu dengan orang-orang tuli. Hal ini karena tidak pernah belajar cara untuk berkomunikasi dengan orang tuli sebelumnya, baik di sekolah atau di mana saja.
Mulai Hadir Juru Bahasa Isyarat di Televisi atau Seminar
Saat ini, sudah banyak orang yang menyadari bahwa juru bahasa isyarat itu penting, karena adanya UU No. 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. Ketika UU ini ada, tapi perkembangannya sempat tidak ada. Sampai akhirnya teman-teman tuli mengadvokasikan ke Kantor Staf Presiden meminta juru bahasa isyarat sampai munculah di televisi.
Surya Sahetapy mengatakan bahwa juru bahasa isyarat di Indonesia jumlahnya mencapai 130 sampai 140 orang untuk melayani lebih dari 2,5 juta orang tuli. Berbeda dengan kampusnya Surya yang memiliki mahasiswa tuli sekitar 1200 orang, tapi juru bahasa isyaratnya sebanyak 146 orang, dan captioner sebanyak 47 orang.
Dengan kata lain, ini sangat jomplang dan masih dibutuhkan juru bahasa tuli di Indonesia. Walaupun demikian, Kementerian Pendidikan sudah membuat RSKKN mengenai profesi juru bahasa isyarat. Surya berharap untuk kedepannya ada perkembangan untuk pengajar juru bahasa isyarat.
Tanggapan Surya Terhadap Sikap Menteri Risma
Surya mengatakan bahwa berkomunikasi tersebut tidak bisa dipaksa. Jika orang yang memaksa untuk berkomunikasi secara verbal mungkin bisa menjadi trauma tersendiri. Ia menganggap bahwa di Indonesia masih kurang manusiawi terhadap orang-orang tuli. Hal ini karena memaksa untuk berkomunikasi secara verbal.
Bila dibandingkan dengan negara lain yang betul-betul manusiawi tentu saja beda sekali. Hal ini mungkin saja karena kesetaraanya yang berbeda, ada beberapa orang yang mau berbicara dan ada juga yang tidak mau berbicara.
Apalagi kondisi pita suara setiap orang berbeda-beda, kemampuan mendengarnya juga berbeda, dukungan tempat tinggalnya juga berbeda, dukungan ahli juga berbeda, dan orang tua investasi untuk anak juga berbeda. Jadi, tidak bisa disamaratakan.
Untuk menyaksikan keseruan lebih lengkap ngobrol bersama dengan aktivis tulis Surya Sahetapy. Saksikan video selengkapnya melalui kanal YouTube VDVC talk yang dipandu oleh Indy Rahmawati dalam program Vois Podcast.