Kata Komnas Perempuan Soal Dugaan Penyimpangan Seks Ayah Taqy Malik
VIVA – Komisi Nasional (Komnas) Perempuan turut angkat bicara soal Mansyardin Malik, ayah Taqy Malik yang diduga memaksa istrinya melakukan penyimpangan seksual berupa seks anal.
Hal ini diungkapkan oleh sang istri siri, Marlina Octarina saat tampil di depan publik baru-baru ini dan mengaku telah dinikahi secara siri oleh Mansyardin. Ia menuduh suaminya itu telah memaksanya melakukan seks yang tidak wajar sebanyak enam kali.
Melalui pengacaranya, pihak ayah Taqy Malik sendiri dengan tegas telah membantah tuduhan tersebut. Meski begitu, masalah ini sudah terlanjur ramai dan menjadi sorotan.
Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriani meski telah menjadi suami istri, pemaksaan hubungan seksual dengan cara apa pun merupakan bentuk kekerasan seksual.
"Pada prinsipnya, pemaksaan hubungan seksual, termasuk cara berhubungan seksual, sekali pun telah menjadi pasangan suami istri adalah tindak kekerasan seksual," kata Andy kepada VIVA di Jakarta, Senin, 13 September 2021.
Jika merujuk pada UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pemaksaan serupa ini dapat diproses secara hukum. Namun, ia merupakan delik aduan, artinya baru bisa diproses jika ada pengaduan resmi ke kepolisian dari pihak yang langsung dirugikan.
Untuk kekerasan seksual dalam relasi suami isteri, Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan setiap tahunnya mencatat pada 2018 tercatat 195 kasus, pada 2019 tercatat 100 kasus dan pada 2020 tercatat 57 kasus.
"Pengaduan korban kasus kekerasan seksual oleh suami perlu diapresiasi, terutama mengingat di masyarakat kita sangat kental pemahaman bahwa perempuan tidak boleh menolak hubungan seksual yang diminta suaminya," ujarnya.
Berkait dengan itu, Komnas Perempuan mengingatkan media massa dan netizen untuk menahan diri dalam memberitakan atau mengkapitalisasi berita, dan menghargai permintaan korban agar tidak memperpanjang kasus kekerasan seksual yang dialaminya. Hal ini dimaksudkan untuk mendukung pemulihan korban.
Komnas Perempuan mengingatkan pula pentingnya pencatatan perkawinan sesuai dengan UU Perkawinan.
"Dalam hal terjadi perceraian, pencatatan perkawinan memungkinkan perempuan memperoleh perlindungan yang lebih utuh terkait hak-haknya sebagai istri," katanya.