3 Momen Traumatis Pangeran Harry Seret Putri Diana & Meghan Markle
- Harpo Productions/Joe Pugliese
VIVA – Pangeran Harry akhirnya buka suara soal trauma yang dialaminya berkaitan dengan pekerjaan, ibunya, Putri Diana hingga sang istri, Meghan Markle. Bahkan, adik Pangeran William itu menyebut hal yang terjadi pada ibunya membuat ia sempat ingin hengkang dari Kerajaan Inggris di usianya yang masih 20 tahun.
Dalam podcast Armchair Expert dengan pembawa acara Dax Shepard dan Monica Padman, Pangeran Harry menunjukkan bagaiman terapi membantu ayah satu anak itu membangun kembali hidupnya satu demi satu. Bermula dari hidupnya yang terasa penuh tekanan di awal 20-an.
"Di awal dua puluhan, itu adalah masalahnya, saya tidak menginginkan pekerjaan ini, saya tidak ingin berada di sini, saya tidak ingin melakukan ini," kata Harry, dikutip dari laman People.
Harry menyebut enggan menjadi bagian dari kehidupan keluarga kerajaan lantaran trauma dengan momen yang dialami sang ibu. Hal itu membuatnya merasa tak percaya diri untuk dapat membangun rumah tangga kelak.
"Lihat apa yang terjadi pada ibu saya, bagaimana saya bisa berumah tangga, punya istri dan keluarga ketika saya tahu itu akan terjadi lagi karena saya tahu saya telah melihat di balik tirai," tuturnya.
Pangeran Harry juga menceritakan tiga momen dalam hidupnya di mana ia merasa benar-benar tidak berdaya. Pertama, saat mengendarai mobil bersama ibunya, Putri Diana di dalam mobil yang dikejar oleh fotografer. Lalu, di dalam helikopter saat bertugas di Afghanistan. Terakhir, ketika istrinya Meghan Markle menderita.Â
"Itu adalah saat-saat dalam hidup saya di mana perasaan tidak berdaya menyakitkan. Benar-benar menyakitkan," katanya.Â
Diakuinya, sosok sang istri lah yang mendukung dan menginspirasi untuk ikut terapi agar trauma tersebut dapat diatasi. Meghan menjadi orang pertama yang 'mengenali luka' Harry kala itu. Pangeran 36 tahun itu mengatakan bahwa setelah memulai terapi, terasa seolah ada gelembung yang pecah.Â
"Dan dia langsung melihatnya, dia tahu bahwa saya terluka dan beberapa hal di luar kendali saya membuat saya sangat marah. Itu akan membuat darahku mendidih. Aku menarik kepalaku keluar dari pasir, menggoyangkannya dengan baik," katanya.Â
"Dan saya berpikir, 'Oke, Anda dalam posisi istimewa ini, berhenti mengeluh atau berhenti berpikir seolah-olah Anda menginginkan sesuatu yang berbeda, buat ini berbeda, karena Anda tidak bisa keluar'," jelas Harry.
Perlahan, terapi mental yang dilakukan Harry memberinya suatu hal yang berbeda. Ia merasa jauh lebih baik dan luka mulai pulih meski belum sempurna. Namun, Pangeran Harry tahu pasti bahwa terapi ini dapat memberi masa depan yang lebih baik.
"Saya tidak berpikir kita harus menyalahkan atau menyalahkan siapa pun. Tetapi tentunya dalam hal mengasuh anak, jika saya pernah mengalami suatu bentuk rasa sakit atau penderitaan karena rasa sakit atau penderitaan yang mungkin dialami ayah atau orang tua saya, saya akan memastikan bahwa saya memutus siklus itu sehingga saya jangan menyebarkannya," tegasnya.