Tantangan Lembaga Sensor Hadapi Era Serba Streaming
- REUTERS / Thomas Peter
VIVA – Industri film Tanah Air beberapa tahun belakangan menunjukkan kemajuan yang cukup pesat. Selain film layar lebar, film pendek dan program seperti sinetron dan sejenisnya juga menjadi salah satu komoditas utama perfilman dan pertelevisian Indonesia.
Ketua Lembaga Sensor Film, Ahmad Yani Basuki mengatakan, kemajuan perfilman dan pertelevisian di Indonesia tak lepas dari peran lembaga yang melakukan screening dan sensor. Lembaga Sensor Film di Indonesia sendiri, menurutnya, saat ini menghadapi dua tantangan besar.
“Dua tantangan di depan kita, pertama, walaupun Lembaga Sensor Film telah melaksanakan tugasnya untuk mengklasifikasi film sesuai usianya, tapi kenyataannya di lapangan tidak semua orang memahami menyadari dan mentaati ini. Kita melihat masih banyak yang menonton tidak sesuai dengan usianya,” ujar Ahmad Yani Basuki di Balai Kartini, Jakarta Selatan Senin malam, 6 November 2017.
Tantangan tersebut menjadi makin besar ketika film dan program dalam pertelevisian juga kurang diperhatikan klasifikasi usianya oleh penonton.
“Terlebih yang memprihatinkan menonton film di rumah. Di TV kita liat orangtua dan anaknya tidak melihat klasifikasi usia berapa itu film atau program layak tonton,” ujarnya menambahkan.
Tantangan besar kedua menurut Ahmad adalah berkembangnya media sosial dan internet yang membuat masyarakat dapat dengan bebas mengakses film secara streaming. Film streaming sendiri merupakan film yang tidak di-screening atau disensor oleh Lembaga Sensor Film.
“Kedua teknologi dan informasi yang menghasilkan konvergensi media, di mana juga menjadi ruang alternatif pemenuhan permintaan konsumen dengan film streaming. Tapi film yang disediakan streaming tidak ada klasifikasi usianya karena tidak masuk dalam LSF,” ujarnya. (mus)