Heboh Poster Film Pabrik Gula Dianggap Terlalu Vulgar, LSF: Itu Belum Lulus Sensor!
Jakarta, VIVA – Pekan lalu, pengguna media sosial dihebohkan dengan poster film Pabrik Gula yang diunggah di akun media sosial MD Pictures. Dalam poster yang dibagikan pada Selasa 7 Januari 2025 lalu terlihat seorang wanita hanya menggunakan pakaian dalam berwarna merah.
Dengan pakaian tersebut sang wanita terlihat duduk di atas seorang pria. Sementara tangan pria mencengkram punggung belakang wanita tersebut. Di sisi lain, di sekitar mereka dikelilingi oleh banyak bayangan hitam. Scroll lebih lanjut ya.
Poster yang diunggah tersebut langsung menuai kritik pedas dari netizen. Tak sedikit dari netizen yang menilai bahwa poster film Pabrik Gula tersebut tidak menggambarkan genre film tersebut yakni horor. Dengan adanya poster itu, sebagian lainnya menilai bahwa saat ini film-film horor di Indonesia banyak dibumbui dengan adegan-adegan dewasa.
Terkait dengan poster film Pabrik Gula yang dinilai terlalu vulgar oleh publik, Ketua Komisi II Bidang Pemantauan, Hubungan antar Lembaga, Apresiasi dan Promosi, dan Hukum dan Advokasi Lembaga Sensor Film (LSF) RI, Ervan Ismail angkat bicara. Dia menjelaskan bahwa penayangan poster di media sosial akan sulit dijangkau oleh LSF.
"Itu tayang di media sosial ya kalau di media sosial kendalanya di situ. Regulasi belum bisa, belum cukup LSF sampai ke sana. Sementara netizen based on-nya dari yang paling cepat dari medsos," kata dia saat ditemui awak media dalam acara Laporan Kinerja Tahun 2024 dan Proyeksi Pemajuan Perfilman Nasional Tahun 2025 di kawasan Jakarta Selatan, Kamis 16 Januari 2025.
Di satu sisi, Ervan dengan tegas menyebut bahwa poster yang diunggah oleh MD Pictures di media sosial mereka belum lulus sensor dari pihak LSF.
"Ini seolah-olah menjadi satu pembenaran di satu sisi ini sepertinya sudah lulus sensor sebetulnya memang belum (poster Pabrik Gula) itu memang belum lulus sensor. Ini yang terjadi sebetulnya, bahwa poster ini sebetulnya belum lulus sensor untuk tayang di platform yang ada di regulasi kita," katanya.
Ervan mengungkap ketika sebuah rumah produksi atau PH mengirimkan materi promosi seperti poster film, trailer hingga didaftarkan ke LSF RI. Nantinya anggota LSF akan melakukan sejumlah masukan kepada pihak rumah produksi jika memang ada konten atau mataeri yang dinilai cukup sensitif di kalangan masyarakat.
"dan ketika dia (poster) masuk ke studio sensor itu sama teman-teman di anggota (LSF) diberikan catatan supaya itu bisa dikoreksi. Tapi terus terang kami tidak bisa kalau itu tayangnya di media sosial. Kita tau sekarang film seperti Superman yang tayang di Mei (2025) tapi itu trailernya sudah ada di Instagram, media sosial lainnya. Itu belum masuk ranah di Lembaga Sensor Film," katanya.
LSF kata Ervan sangat terbuka jika memang pihak MD Pictures ingin berdiskusi mengenai poster tersebut.
"Ya, kita kan berdialog untuk kesataraan ya, jadi tidak boleh kami menghakimi, meninggalkan mereka enggak bisa. Kami menghubungi atau kami memberikan catatan silahkan diperbaiki atau bahkan mau berdiskusi dengan netizen yang berisik monggo saja,” katanya.
“LSF merasa bagian partisipatif masyarakat itu juga penting. Kita tidak bisa bekerja di ruang hampa, tapi artinya ini bagian dari nilai-nilai apa yang sedang berkembang di masyarakat. Ada yang mengartikannya pornografi, ada yang mengartikannya seni itu yang harus kita dengar," sambungnya lagi.