Misteri Hantu Penebok dan Lonceng Keramat Belitung Diungkap dalam Film The Bell
- ist
Jakarta, VIVA – Legenda urban atau mitos kontemporer telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di seluruh penjuru Nusantara. Salah satu kisah yang menghantui masyarakat Belitung adalah legenda hantu Penebok, yang diyakini sebagai sosok yang mencabut kepala korbannya untuk dijadikan tumbal.
Kisah ini kembali mencuat dalam sebuah produksi film horor terbaru berjudul The Bell: Panggilan untuk Mati, yang diangkat oleh rumah produksi Sinemata Buana Kreasindo. Scroll lebih lanjut.
Masyarakat Belitung meyakini bahwa hantu Penebok muncul setelah berhasil lepas dari perangkap gaibnya. Sebagai makhluk gaib yang penuh misteri, Penebok dikenal dengan kemampuannya mencabut kepala korban, yang dianggap sebagai syarat tumbal.Â
"Para leluhur dulu menakuti anak-anak mereka dengan hantu Penebok yang mengincar kepala untuk dijadikan tumbal," kata Haji Sahani Saleh, seorang tokoh masyarakat Belitung, yang akrab disapa Sanem.
Meskipun tidak sepopuler hantu-hantu lain seperti kuntilanak, pocong, atau Nyi Roro Kidul, Penebok telah menjadi bagian penting dari cerita rakyat Belitung. Menurut cerita yang berkembang, Penebok adalah jelmaan dari seorang noni Belanda yang tewas secara tragis akibat mempertahankan tanahnya.
Kisah mistis ini telah diwariskan dari generasi ke generasi, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari mitos Belitung. Bahkan, beberapa laporan media juga pernah memberitakan penemuan mayat tanpa kepala di Belitung, yang menguatkan keyakinan masyarakat akan keberadaan hantu Penebok.
Film The Bell: Panggilan untuk Mati mengangkat mitos Penebok dengan sentuhan sinematis yang mendalam. Selain berfokus pada legenda Penebok, film ini juga mengangkat mitos lain, yakni tentang lonceng keramat yang dimiliki oleh dukun-dukun Belitung. Lonceng ini dipercaya memiliki kekuatan untuk mengurung makhluk halus seperti setan dan arwah penasaran, termasuk Penebok.
Menurut Eksekutif Produser The Bell, Budi Yulianto, film ini merupakan karya ketiga yang mengeksplorasi keindahan dan misteri alam Belitung Timur setelah Laskar Pelangi dan A Man Called Ahok. Ia menyebut Belitung Timur sebagai "studio alam yang sangat luas," yang menawarkan berbagai latar alami seperti pantai-pantai berpasir lembut, bangunan kuno peninggalan kolonial, dan kontur tanah berbukit yang cocok untuk keperluan sinematis.
Proses produksi The Bell: Panggilan untuk Mati berlangsung selama 16 hari di Belitung Timur. Film ini dibintangi oleh sejumlah aktor dan aktris ternama, termasuk Ratu Sofia, Bhisma Mulia, Givina Dewi, Syalom Razade, dan Mathias Muchus. Jay Sukmo, yang didapuk sebagai sutradara, bekerja sama dengan Multi Buana Kreasi dan Sinemata Productions untuk mewujudkan cerita horor ini di layar lebar.
Dengan berbagai elemen horor yang diangkat, The Bell: Panggilan untuk Mati diharapkan dapat menambah warna baru dalam dunia film horor Indonesia.
"Dari begitu banyak urban legend yang sudah dikenal penonton film, kami ingin cerita dan mitos hantu Penebok juga menjadi bagian liga horor Indonesia," ujar Budi Yulianto.Â