Review Film the First Omen: Penemuan Jati Diri Biarawati yang Mengerikan
- the first omen
JAKARTA – Film The First Omen siap menghibur para penonton di Indonesia setelah prekuel film pertamanya berjudul The Omen yang rilis pada tahun 1976. Film ini mengawali teror anak iblis yang lahir dari konspirasi gereja demi mencegah sekularisme.
Film The First Omen bercerita tentang kehidupan gadis asal Amerika Serikat bernama Margaret Daino yang dikirim ke Roma untuk menjadi suster di sebuah gereja.
Berlatar tahun 1971, lima tahun sebelum The Omen, film ini dibintangi oleh Free sebagai Margaret, yang baru saja mendarat di Roma, yang sangat antusias mengabdikan hidupnya kepada Tuhan, didorong oleh mentornya, Kardinal Lawrence (Bill Nighy) yang terlihat sangat baik hati. Margaret tumbuh sebagai seorang yatim piatu, berjuang melawan masalah kesehatan mental dan apa yang dia gambarkan sebagai imajinasi aktif hingga membuatnya ingin membantu anak-anak kurang beruntung seperti dirinya.
Margaret awalnya adalah gadis yang sangat pemalu hingga akhirnya karakternya mulai berkembang sejak bertemu dengan Carlita (Nicole Sorace), gadis 11 tahun yang diperlakukan dengan buruk oleh para biarawati lainnya. Terbangun lah ikatan tak biasa di antara mereka berdua yang mengabaikan trauma dan emosional dalam diri masing-masing.
Jalan ceritanya cukup rapi dengan selipan unsur-unsur jumpscare dan efek suara yang mendebarkan. Selain itu, penampilan para pemain mulai dari pakaian, make up, hingga barang-barang yang di sekitarnya berhasil membawa penonton kembali ke tahun 70-an Italia yang penuh misteri.
Film ini menampilkan dua misteri sekaligus yang membuat penonton bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi di panti asuhan gereja ini dan apa dampak dari antikristus di masa depan. Tidak sedikit plot yang menimbulkan kecurigaan terhadap salah satu pemain dalam penentuan akhir cerita.
Film ini juga memadukan genre-genre yang sudah dikenal dalam dunia perfilman namun disatukan dalam kemasan yang epik, mulai dari film monster, horor tubuh, dan thriller gereja Gotik. Namun film ini memberikan semangat yang menyegarkan ke dalam franchise ini yang diedit dengan cerdas dan berjalan dengan baik, dengan pandangan sinematik yang menarik. Beberapa adegan juga menampilkan pemakaian efek CGI yang terlihat realistis.