Film 8 Warriors Cinta dan Tanah Air, Kisah Heroik Perang 10 November 1945
- golden pictures
JAKARTA – Film drama aksi yang berdasarkan peristiwa nyata pada perang 10 November 1945 di Surabaya, akan diantarkan oleh 8 (delapan) sahabat yang turut andil dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Revolusi terbesar dan paling kelam sepanjang sejarah
perang Indonesia ini, dijanjikan akan tergambar secara epik dengan mengandalkan perpaduan teknis antara real shot dengan sentuhan tehnologi visual canggih.
Memilih tempat di rumah Lodji Besar kampung Peneleh Surabaya, sebuah kawasan kampung Sejarah dimana para tokoh Bangsa lahir disana, seperti Soekarno, HOS Cokroaminoto, Roeslan Abdulgani, dan beberapa tokoh lainnya.
Terkait film ini, Golden Picture mengabarkan pada media bahwa April 2024 ini, memulai tahap persiapan produksi film layar lebar bergenre drama action yang diberi judul 8 Warriors, Cinta dan Tanah Air. Seutuhnya film ini berdasarkan kisah nyata perang besar 10 November 1945 yang diantarkan oleh 8 (delapan) sahabat pejuang. Bisa dikatakan film ini adalah versi paling mewakili Arek-Arek suroboyo yang begitu gagah berani mengorbankan nyawanya demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru saja diraih.
Bangsa Asing menyebut perang tersebut adalah salah satu tragedi paling kelam yang pernah terjadi di dunia. Para pejuang bagaikan gelombang besar tanpa henti yang terus melawan tentara sekutu di kota Surabaya, hingga menelan puluhan ribu korban jiwa dan tewasnya para petinggi sekutu. Film yang dipastikan epik dan kolosal ini, dipercayakan pada duo Sutradara Jaya Tamalaki & Djo Arko.
"Cerita film ini sebenarnya sudah selesai kami tulis tahun lalu. Kronologis peristiwa dan peran tokoh-tokoh besar lainnya juga ditampilkan dengan runut dalam film nanti. Kemasan kreatif juga dibuat semenarik mungkin agar menjadi tontonan film Sejarah yang fress dan tidak membosankan. Harapannya bisa menjadi salah satu pemantik jiwa nasionalisme dan cinta tanah air para generasi muda kita yang saat ini hampir terdegradasi oleh serbuan tayangan asing yang dominan. Sehingga mengancam identitas kebangsaan, budaya, dan nasionalisme kita," ujar Jaya Tamalaki.
Sedangkan Djo Arko yang berpenampilan nyentrik mengatakan, “film 8 Warriors ini memiliki tingkat kesulitan tinggi yang harus disikapi dengan serius. Seperti menghadirkan kembali environment kota Surabaya pada masa lampau berikut suasana perang besarnya yang dilakoni oleh ribuan orang baik di darat, laut, maupun udara. Tantangan berat ini, perlu konsep matang yang dipastikan akan memaduan teknis real shot dengan tehnologi visual modern atau yang populer disebut dengan CGI (Computer Generated Imagery). Saya percaya pada team kami, akan mampu merealisasikan film mendekati suasana aslinya”.
“Begitulah selama ini yang menjadi persoalan kurang kompetitifnya film Indonesia di level nasional maupun Internasional,sebenarnya bukan terletak pada SDM, tapi pada keterbatasan kemampuan dan keberanian investor, serta minimnya penulis yang handal dalam membuat karya besar. Sehingga loyo ketika mencoba membuat film-film Sejarah atau perang. Nah, film 8 Warriors, Cinta dan Tanah Air adalah film yang berbeda dan berani melawan arus,” tambah Jaya Tamalaki.
Keseriusan Golden Picture menghadirkan film kolosal kebangsaan yang berkualitas nampaknya benar-benar dipersiapkan dengan matang. Selain melakukan perekrutan team para sineas yang professional, bahkan berani membuat studio alam untuk membangun berbagai set sudut kota Surabaya dan beberapa gedung penting yang melekat pada peristiwa perang nanti.
“Saat itu kota Surabaya sudah padat, ramai, dan unik. Karena itu semua prototype yang kami pilih harus dikloning dalam studio terbuka agar mirip aslinya. Untuk membangun lokasi ini, setidaknya kami membutuhkan lahan kurang lebih seluas 15 hektar. Keputusan itu harus kami buat, karena titik-titik lokasi yang asli sudah berubah total sehingga tidak memenuhi syarat lagi sebagai lokasi shooting”, ungkap Anton Firmansyah selaku Produser.
Ketika dikonfirmasi apakah film 8 Warriors termasuk film yang membutuhkan biaya produksi tinggi untuk mengejar tuntuan skenario yang ada, Reyniel Fero selaku produser juga dalam film ini menjawab, “Benar, projek yang sedang kami realisasikan ini bukan film biasa seperti yang pernah dibuat sebelumnya didalam negeri. Tentu secara otomatis membutuhkan biaya yang memadai sesuai konsep besarnya. Tetapi kita kesampingkan dulu soal besar kecilnya biaya, yang penting target skala perioritas kami adalah hasil dari film ini mampu bermanfaat besar, terutama bagi para generasi bangsa. Kemudian persoalan nilai komersial, pasti akan mengikuti jika semua berjalan dengan baik”, optimis Fero pada semua awak media.
Setelah melakukan berbagai lawatan dan berdiskusi dengan beberapa tokoh nasional, sejarawan, budayawan, akademisi, dan pihak terkait lainnya, film 8 Warriors Cinta dan Tanah Air mendapat respon positif dan antusiasme dari semua kalangan. Termasuk dukungan besar dari bapak Prabowo Subianto ketika menerima kunjungan team produksi di Hambalang minggu lalu. Hal tersebut membuat team Golden Picture makin percaya diri untuk mewujudkan projek kebangsaan ini secara maksimal.
“Untuk diingat, tanpa perang 10 November 45, sejarah bangsa Indonesia akan menjadi lain. Banyak yang tidak menyadari akan hakikat itu, maka bagaimana pun juga film ini harus kami buat dan bisa memberi warna baru bagi industri perfilman tanah air”, tutup Jaya Tamalaki.
Industri film tanah air memang yang sedang berkembang pesat dan semakin baik. Antusias jumlah penonton film-film produksi dalam negeri juga naik secara signifikan. Tapi rasanya masih dibutuhkan para sineas maupun investor yang lebih berani lagi untuk membuat industri film kita makin berkelas dan berkualitas. Semoga kehadiran film 8 Warriors, Cinta dan Tanah Air ini, mampu menjadi lokomotif baru yang akan memicu hadirnya film berkualitas lainnya serta mampu menarik gerbong-gerbong film kebangsaan atau patriotime yang masih sangat dibutuhkan oleh negeri ini.