Nicholas Saputra dan Happy Salma Bawa Pentas Tradisi Bali ke Jakarta
- VIVA/ Rizkya Fajarani Bahar
VIVA Showbiz – Aktor Nicholas Saputra bersama Happy Salma tengah menyiapkan sebuah pementasan seni sejak akhir tahun lalu bertajuk Sudamala: Dari Epilog Calonarang. Selama pandemi COVID-19 melanda, Nicholas Saputra sempat tinggal di Ubud, Bali, dan memperhatikan berbagai karya seni Pulau Dewata itu termasuk pertunjukan Calonarang.
"Dilihat dari sisi tradisi maupun dari seni pertunjukan: dramaturgi, gerak penari, kostum dan topeng yang dikenakan, serta gamelan yang mengiringi, semua dikreasi dengan detail yang mengagumkan," kata Nicholas Saputra, produser Sudamala: Dari Epilog Calonarang, dalam konferensi pers di Gandaria City, Jakarta, Kamis 25 Agustus 2022.
Happy Salma selaku produser juga mengungkapkan bahwa pementasan seni ini bertujuan untuk memberikan pengalaman baru kepada penonton di kota besar seperti Jakarta untuk mempelajari dan menikmati seni tradisi lokal.
Pertunjukan ini sekaligus menjadi tantangan baru baginya karena harus menciptakan formula baru dengan durasi yang jauh lebih singkat yaitu sekitar 2 jam pementasan.
"Untuk membawa seni tradisi keluar dari Bali, membagi pengalaman yang kami rasakan kepada penonton di Jakarta misalnya, bukan hal yang mudah. Kami ingin menghadirkan pentas seni tradisi namun dengan tampilan dan bahasa yang universal. Ini juga tantangan bagi kami untuk membuat formula baru dengan durasi yang jauh lebih pendek, karena biasanya pertunjukan seni tradisi bisa berlangsung 6-8 jam," ujar Happy Salma.
Pementasan Sudamala: Dari Epilog Calonarang merupakan karya kolaborasi antara lebih dari 80 orang seniman dan maestro asli Bali serta beberapa kota lainnya.
Epilog Calonarang, bertajuk Sudamala, dipilih untuk ditampilkan karena dirasa relevan dengan konteks kehidupan masyarakat masa kini.
Sudamala berasal dari kata Suddha yang berarti bersih, suci, atau bebas dari sesuatu; dan mala yang bersinonim dengan cemar, kotor, atau tak-murni. Maka, Sudamala berarti upaya untuk menghilangkan yang cemar dari suatu subyek.
Persembahan penampilan Sudamala ini berdasarkan tradisi kuno Bali yang telah ada selama ratusan tahun. Ditambah dengan sentuhan teknologi modern, kisah Sudamala ini akan dipentaskan dalam bahasa Indonesia.
"Apa yang akan ditampilkan di Jakarta akan sesuai dengan tradisi kuno yang
sudah berlangsung ratusan tahun di Bali, namun dengan tampilan dan sentuhan teknologi modern serta tokoh Bondres yang akan menyampaikan kisah dalam bahasa Indonesia. Pementasan ini juga berkolaborasi dengan seniman-seniman seni pertunjukan luar Bali untuk memberikan perspektif dan cara pandang dari kacamata luar Bali," kata maestro Calonarang, I Made Mertanadi (Jro Mangku Serongga).
Sukses mengadaptasi karya sastra Indonesia ke dalam seni pertunjukan (teater), Titimangsa bersama www.indonesiakaya.com kembali menghadirkan produksi ke-59 yang bertajuk Sudamala: Dari Epilog Calonarang.
Pementasan yang terinspirasi dari pentas tradisi Bali yang berakar dari sastra ini akan dipentaskan pada 10-11 September 2022 di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Sinipsis Sudamala: dari epilog Calonarang
Pementasan ini berkisah tentang Walu Nateng Dirah, seorang perempuan yang memiliki kekuatan dan ilmu yang luar biasa besar serta ditakuti banyak orang termasuk membuat resah raja yang berkuasa saat itu, Airlangga.
Kekuatan dan ilmu yang dimilikinya itu membuat tidak banyak pemuda yang berani mendekati putri semata wayangnya, yang bernama Ratna Manggali. Walu Nateng Dirah sangat kecewa dan mengekspresikan kepedihannya dengan menebar berbagai wabah. Luka hatinya itu akhirnya sementara terobati, setelah Ratna Manggali menikah dengan Mpu Bahula.
Kehidupan pernikahan itu ternyata dicederai oleh Mpu Bahula. la yang ternyata adalah utusan pendeta kepercayaan Raja Airlangga, mengambil pustaka sakti milk Walu Nateng Dirah yang akhirnya jatuh ke tangan Mpu Bharada.
Walu Nateng Dirah kecewa dan murka, kemurkaanya lalu menimbulkan wabah yang menyengsarakan banyak orang. Setelah Mpu Bharada mengenali ilmu yang dimiliki Walu Nateng Dirah, la lantas menantang Walu Nateng Dirah untuk beradu ilmu, agar dapat menuntaskan bencana dan wabah yang melanda.
Siapakah yang menang dalam pertarungan ini? Apakah Walu Nateng Dirah, seorang perempuan sakti yang kecewa? Ataukah Mpu Bharada, seorang brahmana suci, pendeta kesayangan Raja Airlangga?