Film Pesantren Hadir, Coba Hapuskan Stigma Negatif yang Melekat
- ist
VIVA Showbiz – Film Pesantrren dari Yayasan Bumi Kaya Lestari dan Lola Amaria Production (LAP) mulai tayang di bioksop Indonesia pada 4 Agustus 2022. Lewat film tersebut, mereka coba menghapus sitgma negatif tentang pesantren.Â
Film Pesantren akan menunjukkan bagaimana para santri tak terkukung aturan ketat sebagaimana dikenal di masyarakat dengan menampilkan sisi kesenian dan kemajuan perkembangan zaman. Penayangan film ini diharapkan bisa mengurangi stigma pesantren adalah pusat tumbuh kembangnya radikalisme.Â
"Saya pernah membuat film pada tahun 2012 ketika anak perempuan dimasukkan pesantren muncul stigma itu keputusan yang salah. Karena pesantren adalah sumber radikalisme," ujar Salahuddin Siregar selaku sutradara.
Film dokumenter ini mengisahkan dua santri dan guru muda di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy, sebuah pesantren terbesar dengan 2 ribu santri di Cirebon, Jawa Barat. Pondok pesantren ini adalah pesantren tradisional pada umumnya, tetapi istimewa karena dipimpin seorang perempuan.
"Film Pesantren ini fokus pada bagaimana Islam dari sudut pandang perempuan," kata Shalahuddin Siregar.
"Film Pesantren adalah usaha untuk mencari tahu tentang hal itu, tentang bagaimana kehidupan para santri di pesantren," sambung Lola Amaria.
Lola Amaria mengatakan, isu yang dibawa film Pesantren sangat penting untuk Indonesia saat ini. Oleh karena itu, Lola Amaria mau mendistribusikan film Pesantren di jaringan bioskop komersil. Namun ia juga tidak mau berpatok di angka penonton nantinya.
"Saya belajar ilmu barokah dari film ini. Karena itu saya tidak berharap tentang pendapatan dari penjualan tiket, tapi barokahnya. meski sedikit yang nonton tapi kalau berdampak besar, itu barokah," ujar Lola Amaria.
Selain itu, film Pesantren diharapkan dapat menunjukkan kekhawatiran tentang radikalisme tidak ada. Justru yang ada adalah, bagaimana pesantren berupaya melindungi perbedaan.
"Ada beberapa adegan yang berulang seperti tafsir Ar Rahman dan Ar Rahim. Ini untuk menunjukkan pengajaran di pesantren itu tidak radikal," kata Salahuddin.