Killing Eve Season 4: Obsesi Eve dan Villanelle di Tengah Pertobatan
VIVA – Serial asli Amerika Serikat Killing Eve resmi meluncurkan season terbarunya pada Senin (28/02) di Mola. Serial yang diadaptasi dari novel berseri karya Luke Jennings berjudul 'Codename Villanelle' ini mengisahkan tentang agen MI5 Eve Polastri yang berambisi mencari tahu keberadaan pembunuh bayaran bernama Villanelle.
Eve mulai menyelidiki Villanelle, pembunuh perempuan yang licin karena nyaris tidak bisa dilacak dan ditangkap. Sementara Villanelle atau Oksana Astankova (Jodie Comer) adalah psikopat yang berbahaya, mahir menyamar, dan dingin yang bekerja untuk sindikat kejahatan bernama The Twelve.
Meski menerima misi khusus sebagai pembunuh bayaran, Villanelle sangat menikmati pekerjaannya sebagai pembunuh karena dibayar mahal sehingga bisa memenuhi hasrat hidup mewah.
Agen Intelijen vs Psikopat?
Dari awal serial ini muncul pada 2018 silam oleh BBC America, Killing Eve berhasil memperoleh respon positif dari para kritikus dan media.
Beberapa pihak menyebut serial yang diadaptasi dari novel karya Luke Jennings ini memiliki kekuatan dari segi karakter serta jalan ceritanya.
Pada serial Killing Eve, sang tokoh utama diberi tanggung jawab bergabung dengan tim rahasia untuk mencari pembunuh bayaran bernama Villanelle.
Villanelle telah membunuh banyak orang di Eropa, termasuk mantan bos Eve, Frank, yang ternyata seorang agen ganda yang juga bekerja untuk The Twelve, organisasi rahasia tempat Villanelle bekerja.
Eve dengan segala upaya berusaha menghentikan aksi Villanelle yang akan menghabisi targetnya yang kebanyakan merupakan orang-orang menyeramkan dan korup. Di akhir season 1, Eve dan Villanelle terlibat perkelahian.
Motif balas dendam Eve pada Villanelle kemudian berujung pada obsesi dua karakter untuk saling membunuh satu sama lain sekaligus meninggalkan 'perasaan' lain.
Memasuki musim 2 Killing Eve, sang tokoh utama kembali ke London. Tak lama, MI5 diketahui malah menyewa Villanelle untuk mengejar pembunuh baru yang juga jago menyamar berjuluk The Ghost.
Jalan cerita menjadi lebih intens ketika Villanelle yang masih disewa MI5 untuk menyamar guna menyelidiki miliarder psikopat bernama Peel. Misi menjadikan emosi antara Eve dan Villanelle lebih dalam, karena mereka harus pergi ke Roma bersama.
Musim kedua juga berusaha membuktikan bahwa hubungan Eve-Villanelle justru akan menjadi malapetaka. Namun, baik Eve dan Villanelle, keduanya terlalu keras kepala untuk menyadari semua itu dan bersikeras menuruti kata hati.
Emerald Fennell, penulis musim kedua, memastikan bahwa jika hubungan mereka disatukan, malah menjadi bencana. Namun, Fennell membiarkan Eve dan Villanelle mengeksplorasi romansa yang dikira bakal berjalan baik itu, sampai satu orang, atau keduanya, menyesal belakangan.
Episode final, “Are You Leading or Am I?” malah berakhir anti klimaks dengan keduanya saling memunggungi dan berjalan ke arah yang berlawanan. Keputusan ini tak setara dengan aksi brutal keduanya pada akhir musim-musim lalu.
Dihantui masa lalu
Baik di musim pertama dan kedua, selama tiga tahun, Killing Eve telah mendudukkan atraksi Eve dan Villanelle sebagai episentrum cerita. Tentu selama tiga musim tersebut mereka sudah saling goda, mencoba memahami isi kepala masing-masing, saling melukai, hingga berpisah. Namun, keduanya tidak pernah benar-benar memulai sebuah relasi romantis.
Di musim ketiga, penulis Suzanne Heathcote masih sibuk mengeksplorasi hal-hal di sekitar Eve dan Villanelle, dan malah menggantungkan nasib percintaan keduanya pada Laura Neal yang akan melanjutkan musim keempat.
Pertemuan keduanya di bawah praktik spionase kelas dunia memang membuat relasi romantis yang ingin mereka capai tak mudah. Eve sempat mengatakan, “Kita tak akan menua bersama, karena kita akan saling bunuh bahkan sebelum mencapai usia itu.”
Apa yang telah dilakukan Villanelle pada Eve memang jadi alasan kuat untuk tidak kabur bersama perempuan itu, tapi juga bukan alasan yang tepat untuk pergi begitu saja. Apalagi keduanya seperti sumbu yang saling menarik satu sama lain.
Killing Eve musim ketiga masih sibuk mengulik hal-hal yang berada di sekitar Eve atau Villanelle; dari masa lalu Villanelle hingga kunjungan dari rekan lama bernama Dasha. Musim ini malah sangat lamban melucuti kedok The Twelve, yang harusnya bisa sangat menarik.
Musim ketiga juga terlunta-lunta menelusuri jejak kematian Kenny yang punya peran penting pada musim lalu. Seperti yang ditulis Indiewire, hal-hal yang ditampilkan di episode final terkesan hanya memanjang-manjangkan cerita untuk musim selanjutnya. Padahal kita ingin menyaksikan Killing Eve seperti yang dikenalkan Waller-Bridge di awal; brutal, lugas, dan menyenangkan.
Musim keempat, romansa di tengah sinematografi yang apik
Episode pertama Killing Eve musim keempat sudah tayang di Mola, tepatnya sejak Minggu (28/2/2022). Jalan cerita dan aksi para tokoh masih terasa penuh semangat, bahkan ketegangan pun sudah terasa pada menit kedua premiere.
Episode perdana dibuka dengan adegan Eve yang menodongkan pistol ke arah Konstantin (Kim Bodnia) yang kini menjadi seorang walikota di Rusia. Ia menanyakan soal keberadaan Helene (Camille Cottin) pada Konstantin.
Hal ini lantaran Eve sedang menuntaskan misi balas dendamnya pada sebuah sindikat kejahatan bernama The Twelve. Dalam menjalankan aksinya tersebut, Eve tak sendiri. Ia ditemani partner barunya, Yusuf (Robert Gilbert).
Namun, bagi penggemar Killing Eve, bisa jadi episode pertama musim keempat ini agak membuat kecewa. Terlebih, bagi mereka yang mengharapkan titik terang usai Eve dan Villanelle berpisah di London Bridge pada episode terakhir musim ketiga. Meski demikian, musim keempat ini layak untuk ditonton.
Pasalnya, banyak sentuhan berbeda nan menarik terdapat pada musim ini. Namun, harapan penonton akan jalan cerita Eve dan Villanelle akan terlihat dalam musim keempat ini. “Saya benar-benar ingin mengubah Eve, terutama untuk musim final ini. Selain itu, Eve dan Villanelle akan terlihat dalam situasi sesuai harapan penonton selama ini,” kata Oh, seperti dikutip dari Cosmopolitan, Kamis (24/2/2022).
Bicara tentang latar, London tidak lagi menjadi latar dalam musim keempat ini, melainkan sebuah kota kecil di Rusia. Perubahan kontras juga terjadi pada penokohan dan plot. Villanelle, misalnya, tampil dengan persona baru sebagai wanita religius bernama Nelle Petrova.
Dalam usahanya untuk berubah, Villanelle tinggal bersama seorang keluarga pendeta. Di sana, ia mencoba menjalani hidup baru dan berusaha untuk bersikap seperti "orang baik".
Bahkan untuk menebus dosa-dosanya di masa lalu, Villanelle mulai rajin berdoa, beribadah, dan meminta untuk segera dibaptis. Lalu, mampukah seorang psikopat dan pembunuh kelas kakap seperti Villanelle benar-benar bertobat?
Di sisi lain, Eve semakin dibuat beringas secara karakter. Ia menjadi lebih pemarah dan keras. Kesan ini terlihat pada adegan penembakan Konstantin.
Kemampuannya dalam memata-matai pun semakin meningkat. Secara alur cerita, motif Eve pada musim ini masih sama, yakni menghancurkan The Twelve. Selain Villanelle dan Eve, daya tarik Killing Eve musim keempat juga tampak pada Carolyn yang diperankan oleh Fiona Shaw.
Aktris yang sempat bermain di Harry Potter and the Chamber of Secrets ini mengalami perkembangan emosional dalam memainkan karakter tersebut. Serupa dengan Eve, Carolyne begitu berambisi mengejar The Twelve.
Pasalnya, sindikat ini bertanggung jawab atas kematian sang anak, Kenny (Sean Delany), yang terjadi pada musim ketiga. Bukan hanya plot, sinematografi Killing Eve pada musim keempat juga terlihat lebih apik.
Sang sutradara, Stella Corradi, berhasil membidik beberapa adegan secara detail sehingga penonton seolah berada di tempat kejadian serta merasakan emosi langsung dari karakter.
Raih ragam penghargaan
Cerita dalam serial televisi besutan Sally Woodward Gentle, Lee Moris, dan Phoebe Waller-Bridge ini berpusat pada dua tokoh utamanya, Eve dan Villanelle.
Beberapa pihak menyebut serial yang diadaptasi dari novel karya Luke Jennings ini memiliki kekuatan dari segi karakter serta jalan ceritanya.
Tak heran, karya film yang dikerjakan dengan detail, terutama untuk pengambilan adegan yang bisa menjadi kunci dalam menguak misteri pembunuhan, berujung pada apresiasi yang diberikan pada film ini.
Killing Eve pun masuk dalam nominasi Best Television Series (Drama) pada ajang Golden Globes 2020, dan Jodie Fomer mendapatkan penghargaan untuk kategori Best Performance by an Actress in a Television Series (Drama) di ajang yang sama.
Sementara, Sandra Oh pada Golden Globes 2019 lebih dulu menyabet Best Performance by an Actress in a Television Series (Drama).
Beragam pujian pun diberikan untuk serial Killing Eve karena menampilkan tokoh antagonis bak ikon mode. Di bawah arahan desainer kostum Sam Perry, penonton dihibur dengan sosok Villanelle yang selalu tampil modis, bahkan ketika sang psikopat melampiaskan aksinya. Sebuah selingan yang menyejukkan mata, di tengah misi pembunuhan berantai yang menguras emosi.
Saat ini serial Killing Eve sudah memasuki Season 4 yang mulai tayang mulai Senin (28/02) di Mola. Jika kamu memang penggemar tontonan jenis thriller seperti serial Killing Eve, kamu bisa menyaksikan secara lengkap mulai dari season 1 hingga season 4 secara eksklusif hanya di Mola.