LSF Ajak Masyarakat Budayakan Sensor Mandiri Dalam Menonton
- VIVA/Wilibrodus
VIVA – Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Rommy Fibri Hardiyanto mengajak segenap masyarakat Indonesia untuk mulai mencanangkan budaya sensor mandiri. Hal ini dikatakan Rommy saat gelaran Deklarasi Nasional Pencanangan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di kawasan Jakarta Pusat.
Menurut Tommy, gerakan budaya sensor mandiri ini dicanangkan untuk mengatasi dampak dari tsunami tontonan yang terjadi di era media baru saat ini. Gerakan ini merupakan sebuah langkah untuk menumbuhkan budaya dalam masyarakat, agar lebih mampu memilah dan memilih tontonan yang sesuai dengan kategori usia.
Akar dari gerakan ini adalah peran penting lingkungan sosial seseorang, terutama anak. Peran orang tua, keluarga, dan lingkungan sekitar yang menjadi penyaring utama dalam menentukan tontonan yang layak dikonsumsi berdasarkan usia.
"LSF memandang sensor mandiri perlu, karena pertama perkembangan dunia yang sangat digital, terutama untuk tontonan yang dapat diakses dengan bebas dan gratis, bahjan berbayar. Jika tidak dibekali dengan sensor mandiri, akan sangat disayangkan untuk anak cucu kita," kata Tommy, dalam sambutannya, Kamis, 30 Desember 2021.
"Kesadaran untuk memilah-memilih tontonan ini yang sangat perlu ditanamkan sedari dini," sambungnya.
Karena itu, lanjut Tommy, LSF telah menggaungkan sensor mandiri agar menjadi kebudayaan masyarakat atau menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri dengan berbagai cara. Salah satunya adalah sosialisasi melalui berbagai cara, baik itu secara daring ataupun secara langsung.
LSF sendiri memperkuat Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri dengan mencanangkan Deklarasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri. Deklarasi ini memperoleh dukungan dari berbagai pihak yang hadir secara langsung maupun secara daring.
Kegiatan ini dilangsungkan dengan secara simbolis menandatangani piagam pencanangan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri. Penandatanganan piagam ini turut dilakukan oleh Rommy Fibri Hardiyanto, Ketua LSF RI; Desy Ratnasari, Anggota Komisi X DPR RI; Djonny Syafruddin, Ketua GPBSI; Lola Amaria, Produser Film; Rachel Elleza Coloay, Puteri Indonesia Persahabatan 2020; serta Perwakilan PGRI mewakili pemangku kepentingan dunia pendidikan.
Tidak hanya dukungan dari para pemangku kepentingan terkait, pencanangan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri ini juga mendapat dukungan penuh dari Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Viada Hafid yang hadir secara daring.
Dalam sambutannya, Ketua Komisi I DPR RI menyebutkan, bahwa sensor film dalam hal ini adalah sensor mandiri perlu ditingkatkan. Karenanya, budaya sensor mandiri dapat menjadi acuan bagi permbangan dunia perfilman.
"Pencanangan Budaya Sensor Mandiri dapat menjadi keberlanjutan tolok ukur bagi perkembangan dunia perfilman nasional yang lebih bijak dan berkualitas serta lebih maju. Lembaga Sensor Film juga harus mampu mengharmonisasikan serta mengkolaborasikan stakeholder perfilman untuk mau ikut menggalakkan sensor mandiri," sebut Meutya dalam sambutannya.
Anggota Komisi X DPR RI, Desy Ratnasari yang juga turut hadir dan ikut menandatangani piagam Pencanangan Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri juga menyampaikan hal yang sama. Menurutnya, budaya itu muncul dari kebiasaan, sehingga sensor mandiri perlu dilakukan sebagai sebuah kebiasaan agar dapat benar-benar menjadi budaya.
"Tentunya ketika kita berbicara tentang budaya, budaya berawal dari sebuah kebiasaan yang dilegitimasi dan diinstitusionalkan lalu kemudian menjadi sebuah norma bersama yang dapat diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu kerja keras tidak hari ini saja, tapi tentunya harmoni dan kolaborasi harus terus dilakukan hingga terbentuk kebiasaan yang menjadi norma di masyarakat," ungkapnya tegas.