Sulit Sensor Film di Media Digital, LSF Minta Publik Sensor Mandiri

Ilustrasi menonton film.
Sumber :
  • dok. pixabay

VIVA – Lembaga Sensor Film (LSF) RI melakukan kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di Kota Semarang untuk ikut melaksanakan budaya sensor mandiri dengan melibatkan para mahasiswa dan civitas akademiknya.

Heboh Poster Film Pabrik Gula Dianggap Terlalu Vulgar, LSF: Itu Belum Lulus Sensor!

Dalam penandatangan Mou antara Lembaga Sensor Film (LSF) dengan KPID Jawa Tengah dan Perguruan Tinggi di Hotel Louise Kienne Semarang, Jumat malam, 3 Desember 2021, Ketua LSF RI, Rommy Fibri Hardiyanto mengungkapkan budaya sensor mandiri ini penting agar masyarakat bisa bijak memilah tontonan yang sesuai dengan usia mereka.

Rommy mengakui, Lembaga Sensor Film saat ini kesulitan melakukan sensor terhadap jutaan film yang beredar di aplikasi layanan menonton berbayar. Karena domain jaringan informatika yang biasa digunakan oleh platform digital sepenuhnya kewenangan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Sempat Heboh Anak di Bawah Umur Tonton Film Horor hingga Ketakutan, Apa Langkah Tegas Lembaga Sensor Film?

"LSF bukan regulator, karena regulatornya Kominfo. Jadi enggak bisa kita bikin aturan kalau mau tayang di media digital harus syarat ini itu. Tidak ada sensor itulah yang membuat film yang tayang di platform digital ditampilkan dengan bebas," ungkap Rommy.

Ilustrasi bioskop/menonton film.

Photo :
  • Freepik/freepik
LSF Loloskan 42.331 Judul Film dan Iklan di Tahun 2024

"Seharusnya Kominfo bikin regulasi. Kalau mau bisa tayang dengan lulus sensor dan aman, maka lakukan sensor dulu di LSF," jelasnya.

Ia menambahkan, kondisi saat ini sudah tidak bisa lagi melakukan pemotongan atau pelarangan. Ibaratnya sudah zaman tsunami tontonan.

"Maka kita kedepankan budaya sensor mandiri. Masyarakat yang menentukan tontonan mana yang bisa mereka tonton atau tidak. Budaya sensor mandiri penting sekali saat ini," tegasnya.

Laporan: VIVA/Teguh Joko Sutrisno

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya