‘Tjoet Nja’ Dhien’, Kisah Perjuangan Perempuan Aceh untuk Merdeka

Film Tjoet Nja’ Dhien di Mola.
Sumber :

VIVA – Cut Nyak Dhien adalah salah satu pahlawan perempuan Indonesia asal Aceh yang terkenal dalam perlawanan melawan penjajah Belanda.

Peringati Hari Ibu, Kanim Bekasi Beri Layanan Prioritas Keimigrasian untuk Ibu Hamil dan Menyusui

Bukan hanya melawan, Cut Nyak Dien juga sosok yang ditakuti oleh Belanda karena mampu mengobarkan semangat perlawanan rakyat Aceh.

Cerita perjuangan Cut Nyak Dhien inilah yang kemudian diangkat ke dalam film berjudul Tjoet Nja' Dhien yang ditayangkan kembali oleh platform penyedia layanan streaming Mola.

Mengintip Perayaan Hari Ibu di Berbagai Negara, Ada yang Sampai Pergi ke Pemakaman

Menceritakan perjuangan perempuan asal Aceh

Semangat perjuangan keras dari Cut Nyak Dhien tak terlepas dari tewasnya suami Cut Nyak Dien, Teuku Cek Ibrahim Lamnga saat bertempur pada 29 Juni 1878. Kematian suaminya membuat Cut Nyak Dien sangat marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda.

Golkar Rayakan Hari Ibu dengan Bedah Buku dan Pemberdayaan Perempuan

Dari sinilah, film yang disutradarai oleh Eros Djarot ini menceritakan perjuangan gigih seorang wanita asal Aceh dan rekan seperjuangannya dalam melawan tentara Belanda.

Di awal, film ini menghadirkan sosok Teuku Umar yang diperankan oleh Slamet Rahardjo (suami Cut Nyak Dhien setelah kematian suami pertamanya Teuku Cek Ibrahim Lamnga) sebagai pemimpin perang.

Berbagai perlawanan terhadap pemerintah Belanda pun dilakukan oleh Teuku Umar. Hal ini membuat pemerintah Belanda cukup kewalahan karena Teuku Umar beserta pasukannya sering menyerang beberapa markas kekuatan Belanda. 

Belanda pun tak tinggal diam. Tentara mereka juga melakukan perlawanan sengit terhadap Teuku Umar. Beberapa kali bahkan Teuku Umar harus hijrah karena mendapat perlawanan keras dari pihak Kolonial Belanda.

Hingga akhirnya sosok Teuku Umar dalam film ini pun diceritakan wafat dalam perjuangan melawan tentara Belanda di Tanah Aceh. 

Meninggalnya Teuku Umar, maka posisi kepemimpinan jatuh ke tangan Tjoet Nja’ Dhien yang diperankan oleh Christine Hakim bersama dengan Pang Laot yang diperankan oleh Piet Burnama.

Belanda yang mengira dengan wafatnya Teuku Umar perang Aceh akan selesai, dikejutkan dengan sosok perempuan yang “melemparkan” serangan ke markas Belanda. Perlawanan Tjoet Nja’ Dhien inilah yang membuat Belanda semakin membara. 

Adanya pengkhianatan 

Wafatnya Teuku Umar membuat Tjoet Nja’ Dhien dan putrinya Tjoet Gambang sangat bersedih hati. 

Ketika hidup, Teuku Umar selalu memberi semangat kepada seluruh rakyatnya untuk selalu jihad fisabilillah (berjuang di jalan Allah SWT). Teuku Umar juga menekankan agar sering membaca hikayat perang sabil.

Namun, yang tak diketahui Tjoet Nja’ Dhien saat itu adalah wafatnya Teuku Umar ternyata karena adanya campur tangan pengkhianat dari orang terdekatnya sendiri. Salah satunya adalah Teuku Leubeh yang diperankan oleh Muhamad Amin.

Berbagai kekalahan dialami oleh Tjoet Nja’ Dhien karena pengkhianatan pengikutnya sendiri. Hingga dalam film ini sosok Tjoet Nja’ Dhien digambarkan menua, dan para pengikutnya yang semakin hari semakin sedikit karena gugur dalam perang melawan Belanda.

Janji yang tak ditepati

Film Tjoet Nja’ Dhien semakin mengundang haru saat menampilkan sosok Tjoet Nja’ Dhien terus bertarung melawan tentara Belanda dalam kondisi yang sudah tidak lagi prima.

Menyaksikan hal ini, Nya’ Bantu yang diperankan oleh Rita Zaharah sahabat dekat Tjoet Nja’ Dhien berusaha untuk menjaga keselamatan Tjoet Nja’ Dhien dan memimpin perang tanpa sepengetahuan Tjoet Nja’ Dhien. Namun Nya’ bantu gugur atas genjatan senjata Kolonial Belanda.

Di sisi lain, kondisi kesehatan Tjoet Nja' Dhien semakin turun lantaran ia menderita rabun dan encok akibat peperangan yang tak berkesudahan.

Hal ini membuat Pang Laot yang diperankan oleh Pietrajaya Burnama sebagai orang kepercayaan sekaligus teman setia Tjoet Nja’ Dhien merasa iba.

Pang Laot menyerah dan meminta pihak kolonial Belanda agar merawat dan jangan pernah memisahkan Tjoet Nja’ Dhien dengan rakyat Aceh.

Dalam situasi sulit seperti ini, Tjoet Nja’ Dhien tidak hentinya membaca dan mengagungkan ayat-ayat Alquran dalam kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. 

Melihat kondisinya yang semakin buruk, Pang Laot meminta maaf kepada Tjoet Nja’ Dhien dan melakukan penyerahan kepada pihak Kolonial Belanda.

Meski Tjoet Nja’ Dhien menolak untuk menyerah kepada pihak Belanda, namun kondisi kesehatannya mengharuskan ia berhenti berperang.

Pemerintah Kolonial Belanda menepati salah satu janjinya yaitu merawat Tjoet Nja’ Dhien dengan baik, namun pemerintah Kolonial Belanda tidak menepati janjinya yang lain.

Belanda menjauhkan Tjoet Nja’ Dhien dari rakyat Aceh. Tjoet Nja’ Dhien diasingkan ke Jawa hingga wafat di sana.

Fakta seputar film Tjoet Nja’ Dhien

Film Tjoet Nja' Dhien dengan durasi kurang dari 2 jam ini merupakan hasil restorasi oleh lembaga arsip perfilman Belanda yang menjaga kualitas audio dan visual film ini tetap terpelihara.

Film ini juga meraih 8 Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) pada 1988. Selain Film Terbaik, Piala Citra yang dimenangkan juga untuk kategori Sutradara Terbaik (Erros Djarot), Pemeran Wanita Terbaik (Christine Hakim), Skenario Terbaik (Erros Djarot), Cerita Asli Terbaik ( Erros Djarot), Tata Sinematografi Terbaik (George Kamarullah), Tata Artistik Terbaik (Benny Benhardi), dan Tata Musik Terbaik (Idris Sardi).

Film ini sempat masuk bioskop dan tayang perdana bertepatan pada perayaan hari Kebangkitan Nasional yakni 20 Mei 2021 di sejumlah bioskop di Jakarta.

Film Tjoet Nja’ Dhien merupakan film kolosal Indonesia yang dikemas dengan cara artistik. Jadi, buat kamu  para generasi milenial, menonton film Tjoet Nja’ Dhien merupakan pilihan yang tepat, karena dapat memberikan ingatan sejarah Aceh tentang pahlawan revolusi perempuan.

Kamu bisa menonton film Tjoet Nja’ Dhien secara lengkap dan gratis di aplikasi atau website Mola.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya