Raya and the Last Dragon Lebih Dari Sekadar Petualangan Fantasi
- Walt Disney Pictures
VIVA – Mulai hari ini, Rabu, 3 Maret 2021, film animasi Raya and the Last Dragon sudah bisa Kamu disaksikan di Disney+ Hotstar.
Film produksi Walt Disney Pictures dan Walt Disney Animation Studios ini merupakan film animasi yang spesial, karena terinspirasi dari budaya dan tradisi masyarakat di negara-negara Asia Tenggara.
Film yang disutradarai oleh Don Hall dan Carlos Lopez Estrada ini juga menghadirkan deretan pengisi suara yang didominasi aktor-aktor Asia-Amerika.
Mereka adalah Kelly Marie Tran sebagai Raya dan Awkwafina sebagai Sisu, sang naga tituler, bersama dengan Gemma Chan, Daniel Dae Kim, Sandra Oh, Benedict Wong, Izaac Wang, Thalia Tran dan Alan Tudyk.
Raya and the Last Dragon mengambil latar dunia fantasi Kumandra, di mana dahulu kala manusia dan naga hidup bersama dalam harmoni. Tetapi ketika kekuatan jahat mengancam negeri itu, para naga mengorbankan diri mereka untuk menyelamatkan umat manusia.
500 tahun kemudian, kekuatan jahat yang sama kembali bangkit dan sekali lagi mengancam Kumandra. Raya, sebagai seorang pejuang tunggal pun melakukan misi untuk melacak naga terakhir yang legendaris, untuk menyelamatkan tanah kelahirannya dan menyatukan orang-orangnya yang terpecah.
Dibesarkan oleh seorang ayah yang penyayang, Raya tumbuh menjadi gadis tangguh dan begitu peduli terhadap tanah airnya, Kumandra. Kepergian sang ayah membuatnya terpukul. Semua diambil darinya.
Dia kini sendirian dan tak punya apa-apa lagi, selain pedang ayahnya, sahabatnya, Tuk Tuk dan pecahan sesuatu yang mungkin ajaib. Dan dia berangkat ke Kumandra mencari naga terakhir, Sisu, dengan harapan memulihkan perdamaian di negerinya.
Klik halaman selanjutnya untuk tahu lebih banyak.
Budaya negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia sangat kental terlihat di film ini. Mulai dari pakaian Raya dan tokoh-tokoh lainnya, senjata, pemandangan alam, kuliner, arsitektur bangunan-bangunan, dekorasi lokasi-lokasi yang ditunjukkan hingga musik yang digunakan.
Beberapa unsur budaya Indonesia pun terlihat jelas menjadi salah satu inspirasi di film Raya and the Last Dragon. Sebut saja pedang raya yang meliuk-liuk seperti keris, topi caping, musik gamelan, topeng Bali, seni bela diri, sate, wayang hingga tradisi membatik menggunakan canting dan malam, menciptakan kain yang motifnya mirip dengan batik sisik ikan.
Tim Disney sendiri memang sangat serius mengerjakan film ini. Mereka bahkan melakukan riset dengan berkunjung ke negara-negara Asia Tenggara sebelum membuat film tersebut.
Unsur komedi khas animasi Disney juga banyak ditunjukkan, terutama dari tokoh Sisu yang jenaka dengan candaan-candaan konyolnya. Namun, satu hal yang terasa ingin ditonjolkan di film ini adalah pelajaran mengenai rasa percaya.
Seperti yang diungkapkan co-director Paul Briggs.
"Saya ingin anak, cucu dan cicit saya memahami bahwa film ini adalah tentang perlunya saling percaya, sehingga kita bisa bersatu untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik," ujarnya dalam keterangannya.
Perjalanan Raya belum selesai setelah ia berhasil menemukan sang naga terakhir, Sisu. Ia kembali dihadapkan oleh musuhnya di masa kecil yang membuatnya kehilangan rasa percaya.
Baca artikel ini sampai selesai untuk mengetahui berita selengkapnya.
Di sepanjang perjalanannya, Raya akan belajar bahwa dibutuhkan lebih dari sekadar seekor naga untuk menyelamatkan dunia.
Menurut sang sutradara, Don Hall, film ini menceritakan tentang perjalanan Raya belajar untuk percaya. “Setelah kepercayaannya begitu dalam hancur ketika dia masih kecil,” ucapnya.
Hal senada diungkapkan oleh sutradara Carlos Lopez Estrada.
“Anda tidak bisa mencapai persatuan tanpa kepercayaan. Dan untuk Raya, dibutuhkan kepercayaan pada sekelompok orang asing jika dia ingin memiliki Kumandra yang bersatu,” tambahnya.
Dalam konferensi pers global film tersebut yang digelar secara online dan dihadiri VIVA baru-baru ini, sang produser, Osnat Shurer juga mengatakan bahwa perpecahan di dunia dan kebutuhan untuk bersatu demi kebaikan yang lebih besar, terlepas dari perbedaan kita adalah sesuatu yang seharusnya menjadi prioritas.
"Kami senang bisa menghadirkan film yang menyediakan ruang untuk percakapan itu," ujarnya.
Lebih lanjut, sutradara Carlos Lopez Estrada mengungkapkan bahwa penonton harus siap-siap dikejutkan dengan film ini, film yang lebih dari sekadar menyajikan petualangan fantasi.
"Film ini memiliki begitu banyak aksi dan begitu banyak sensasi. Kami benar-benar ingin filmnya tidak terduga dan kami benar-benar ingin film tersebut terasa seperti menghirup udara segar dalam genre tersebut dan bahkan dalam animasi Disney,” kata dia.
Saksikan Raya and the Last Dragon, film petualangan di tanah fantastis Kumandra bersama Raya dalam perjalanan penuh harapan dan penemuan jati dirinya yang berani.