Dilan 1991: Nostalgia, Wawancara Pidi Baiq hingga Kontroversinya
- bbc
Sementara, pakar politik dan pemerintahan, Firman Manan menilai, rencana Ridwan Kamil membangun Taman Dilan adalah upaya memposisikan dirinya sebagai orang yang dekat dengan generasi milenial.
"Kalaupun ada asosiasinya bahwa Kang Emil itu mendukung Capres 01, kemudian insentifnya buat 01, bisa saja. Tapi saya tidak melihat itu menjadi terlalu signifikan. Apalagi Kang Emil juga tidak secara eksplisit menghubungkan, Pojok Dilan dengan Jokowi Ma`aruf," kata Firman, menganalisa.
Ridwal Kamil: Kita harapkan lahir penulis-penulis seperti Pidi Baiq
Apa tanggapan Ridwan Kamil? Di akun media sosial miliknya, Emil - begitu sapaan akrab Ridwan Kamil - menjelaskan bahwa taman itu hanyalah sudut kecil " seuprit " di Taman Saparua, yang disebutnya bertujuan untuk meningkatkan interaksi budaya literasi di kalangan milenial.
"Kenapa nama Dilan? Karena novel Dilan adalah karya literasi anak Bandung yang paling sukses menjadi film nasional di era milenial (lebih dari 6 juta penonton), kedua tertinggi dalam sejarah film Indonesia," kata Ridwan Kamil.
"Itu yang tidak dimiliki oleh karya literasi lainnya di Jawa Barat. Itu yang diharapkan lahir penulis-penulis seperti Pidi Baiq," tulis Emil di akun media sosialnya, awal Maret lalu).
"Jadi bukan soal perayaan karakter Dilan yang memang pro kontra, karena konteks gaya zaman baheula yang dibaca oleh konteks zaman now ," tambahnya.
Wawancara Pidi Baiq, penulis novel Dilan:
`Saya tidak wajib membocorkan siapa sosok Dilan asli`
Pidi Baiq, kelahiran 1972, mulai dikenal luas setelah trilogi novelnya terkait sosok Dilan, terbit berurutan pada 2014, 2015 serta 2016.
Novel pertama berjudul Dia adalah Dilanku tahun 1990, lalu Dia adalah Dilanku Tahun 1991, serta Milea: Suara dari Dilan.
Dari manakah ide sang penulis terkait sosok Dilan? Apakah soso itu tak lain adalah dirinya sendiri?
"Saya merasa tidak memiliki kewajiban memberitahu siapa aslinya (Dilan)," kata Pidi Baiq dalam wawancara dengan wartawan di Bandung, Julia Alazka untuk BBC News Indonesia, Maret lalu.
Ditemui di kedai kopi miliknya, The Panas Dalam, di Jalan Ambon, Bandung, Pidi Baiq menjawab berbagai kontroversi yang dilekatkan pada dirinya dan karyanya, mulai karakter Dilan dan Milea, tudingan Syiah, hingga pro kontra Taman Dilan.
Berikut petikan wawancaranya:
Film Dilan 1991 memasuki hari kelima sudah menyedot tiga juta penonton. Apa tanggapan Anda?
Saya senang, saya merasa puas dengan hasil yang sudah kami bikin. Artinya, kami senang bisa diterima, berarti yang menerima (film) itu senang. Karena kami senang menyenangkan orang lain.
Apa yang melatari Anda membuat novel Dilan? Itu kisah zaman dulu yang berbeda dengan saat ini . Mengapa Anda hidupkan kembali?
Setiap orang ada masanya mengenang masa lalu. Saya juga salah satu dari orang itu yang (suka) mengenang masa lalu. Ketika saya mengenang masa lalu, teringatlah masa pacaran anak zaman dahulu, tahun di mana saya masih remaja. Jadi saya tulis sebagai usaha untuk pembanding saja dengan keadaan di zaman sekarang.
Apakah isi novel Anda itu berdasarkan kisah nyata Anda?
Saya merasa tidak memiliki kewajiban memberitahu siapa aslinya (Dilan). Yang penting orang cukup baca ceritanya untuk mengetahui bagaimana pergaulan dan percintaan di tahun 1990-an.
Ada anggapan di masyarakat bahwa tokoh Milea dan Dilan dalam novel karya Anda itu nyata?
Ada, asli. Tapi, saya berjanji tidak mengungkapkan siapa diri mereka. Jadi saya harus taat pada janji saya.
Tapi ada dugaan tokoh Dilan itu adalah Anda sendiri ?