Film Pendek Buatan Sutradara Indonesia Diputar di Berlinale 2019
- VIVA/Miranti Hirschmann
VIVA – Sebanyak 15 film dalam bentuk dokumentasi dan film pendek masuk dalam kategori Native dalam Festival Film Berlin (Berlinale), yaitu film-film yang fokus terhadap isu-isu minoritas dan adat. Dua film di antaranya berasal dari Filipina (Busong dan Mababangong Bagungot). Film besutan sutradara Indonesia, Memoria, juga masuk kategori ini.
Delegasi Berlinale, John Badalu mengatakan bahwa tahun ini kategori Native di Berlinale memiliki posisi yang menguat. "Tahun sebelumnya film-film di Native banyak berasal dari Amerika Selatan, sementara tahun ini banyak diambil dari negara-negara Asia Pasifik. Asia Tenggara, negara-negara di Pasifik, Selandia Baru, Hawaii, Australia. Dengan berubahnya wilayah asal film-film itu, Native perlu promosi yang lebih besar mengenai hal itu."
John Badalu menambahkan bahwa film-film di Native ini banyak berkisah tentang minoritas, yang layak untuk diangkat dalam film festival internasional sekelas Berlinale.
Film pendek berjudul Memoria berdurasi 15 menit besutan sutradara Kamila Andini masuk dalam kategori Native Berlinale. Film berbahasa Tetun ini berkisah tentang sekelompok perempuan penyintas kekerasan saat Timor Timur (sekarang Timor Leste) masih menjadi bagian Indonesia.
Film ini diputar bersama 4 film asal negara negara Pasifik dengan judul Snow In Paradise, Blackbird, Liliu dan Va Tapua. Selama Berlinale berlangsung, Memoria diputar 2 kali yaitu di layar raksasa IMAX Cinestar (12 Februari) dan bioskop Cubix Alexanderplatz (13 Februari 2019).
Di Berlinale kali ini, Kamila Andini hadir tak hanya sebagai filmmaker atau sutradara, tetapi ia juga menjadi 1 dari 5 Native Advisor juga sebagai juri di kategori Generation KPlus Internasional. Tahun lalu, film Kamila berjudul Sekala Niskala memenangkan Grand Prix Award Generation KPlus Berlinale dan uang senilai 7.500 Euro. (mar)