Cerita di Balik Ramainya Film Berbahasa Jawa
- Instagram/@Starvisionplus
Hal serupa disampaikan Eden Junjung, yang filmnya Happy Family (2016), juga ditayangkan di festival Film, Musik, Makan. Pernah bekerja sebagai editor film di Jakarta, Eden memutuskan untuk berkiprah di kampung halamannya, Yogyakarta.
"Aku tidak tahu kenapa, tetapi iklim toleransi, berkomunitas, berkumpul membicarakan sesuatu itu, masih terjadi di Yogyakarta," kata Eden.
Happy Family yang berkisah tentang seorang penjaga masjid yang mencari putrinya yang bekerja menjadi pekerja seks komersial itu, telah ditayangkan di sejumlah festival film di Malta dan Rusia.
Banyaknya produksi yang dilakukan sineas Yogyakarta, menurut Eden, karena para pekerja film di sana `tidak selalu manut pada uang`.
"Ketika temanya dianggap menarik, penting, bahkan dibayar kecil mereka tidak masalah. Lebih ekstrem lagi, kalau tidak ada duit, tidak dibayar juga tidak apa-apa.
"Sementara (perfilman) di Jakarta, orang-orang sibuk dengan dan keuntungan," lanjut Eden.
Ditambahkan Wregas, rekan-rekannya lebih senang menggarap film di Yogyakarta, "karena punya banyak ruang eksplorasi dan keleluasaan beride. Misalnya Edi Cahyono yang membuat . Eksplorasi gagasannya dalam, dan tidak menuntut kalau film itu harus diputar di bioskop dan laris.