Sutradara Filipina Tak Takut Filmnya Dilarang Duterte
- dok festival film Berlinale
VIVA – Di antara 6 film asal Asia Tenggara yang masuk di Internasional Film Festival Berlinale, 2 film berasal dari Filipina. film Ang Panahon Ng Halimaw di kategori Competition dan Babylon di kategori Berlinale Shorts.
Babylon merupakan nama sebuah desa fiksi di Filipina. Film pendek berdurasi 20 menit ini merupakan besutan sutradara muda Keith Deligero. Ia tak menyangka para penonton di festival sebesar Berlinale dapat tertawa saat menyaksikan filmnya. Di penghujung film, ia tampak gugup mengenalkan filmnya di hadapan penonton yang memadati studio 5 Cinemaxx, "Terima kasih sudah menyaksikan my silly film,” katanya sambil mengarahkan kamera mirrorlessnya ke arah penonton.
Ditemui VIVA, pasca pemutaran filmnya di bioskop Cinemaxx, Deligero berbicara tentang filmnya. "Saya tidak menyangka film ini bisa tembus Berlinale. Film ini bahkan tidak menggunakan bahasa Tagalog maupun bahasa Inggris tetapi bahasa daerah kami Cebuano". Deligero berasal dari Cebu city di pulau Cebu. Setidaknya, 18 juta orang di Filipina berbahasa Cebuano.
Menurutnya, film-film berbahasa daerah sangat sulit diproduksi secara komersial di Filipina, "Paling-paling diputar di komunitas penggemar film, festival film lokal, tetapi tak mungkin masuk bioskop utama Filipina," ungkapnya. Ini merupakan film pertamanya yang tembus ke festival film.
Babylon merupakan film keempat Keith Deligaro. Film Babylon dibuat bersama tim film yang kebetulan sudah saling kenal di produksi sebelumnya. "Bagi saya film Babylon merupakan sebuah pelepas penat. Saya bisa lakukan apa yang saya mau. Sehari-hari, saya bekerja dalam tim pembuatan berbagai film komersial. Seperti film film remaja, film jenis popcorn begitulah".
Film ini berkisah tentang dua gadis dari kelompok radikal yang dikirim dari masa depan ke masa tahun 70-an, saat d imana belum ada telepon genggam atau internet. Tujuan utama kedua gadis itu mengadakan perjalanan waktu adalah untuk mengeksekusi Loy, seorang kepala clan yang juga kepala daerah berkuasa kota Babylon (Loy selalu mengenakan Barong, kemeja khas Filipina). Loy merupakan diktator negara itu di masa depan. . Film ini sarat potret kehidupan sehari-hari di pulau Cebu, daerah hijau berbukit, motor-motor 2 tak dan sabung ayam.
Deligero tidak khawatir filmnya bakal dilarang oleh pemerintah Duterte. “Bila film tentang martial law zaman Marcos ( Ang Panahon Ng Halimaw --) tidak di-banned, maka film saya tidak akan di-banned dong," ujarnya.
Bagi Deligero, yang paling berkesan dari Berlinale adalah banyaknya program film yang bisa dilihat, juga program program bagi para film maker. "Nyaris semuanya tumpang tindih, tetapi panitia sangat membantu". Ia juga kagum dengan efisiensi panita Berlinale, " Semua acara on time, dan saat MC memanggil sutradara film ke panggung, tidak ada masalah dengan layar backdrop, atau microphone. Kadang kejadian ya, microphone bunyi ngiiing ngiiiing saat sudah di panggung, lalu semua orang panik mencari sumber masalahnya. Pernah melihat kejadian seperti itu kan? Di sini saya tidak mengalaminya,".