- VIVA.co.id
VIVAnews - Meski hanya menantu, hubungan Badai "Kerispatih" dengan mertuanya, Herman Suladji yang menjadi korban kecelakaan Sukhoi, sangat dekat. Selama dua pekan menunggu kepastian kabar soal Herman, Badai dan istrinya yang sibuk bolak balik ke RS Polri dan Halim untuk mengurus semuanya.
Bagi Badai, Herman sudah seperti papanya sendiri. Ayah kandung Badai sudah meninggal pada 1999 lalu karena stroke.
"Saya paling dekat memang, dekat sekali. Kalau saya main ke rumah papa, kami biasa ngobrol di depan pagar," kenang Badai. Paling sering, mereka membicarakan soal kehidupan. Badai pun banyak belajar filosofi kehidupan dari mantan kapten penerbang itu.
"Satu yang papa selalu pesan, ilmu hidup itu nggak pernah diajarkan di manapun. Ilmu hidup itu ketika kamu jatuh dan bisa bangkit lagi," tutur Badai saat ditemui di rumah duka di Pondok Kopi, Rabu 23 Mei 2012. Bagi Badai, Herman adalah sosok ayah teladan. Delapan puluh persen ilmu hidup ia pelajari darinya.
Badai juga mengungkapkan, banyak kesamaan karakter antara dirinya dengan sang mertua. "Dedikasi tinggi pada pekerjaan, kemampuan public speaking, ketanggapan menghadapi persoalan, cara pikir, banyak yang sama," sebutnya.
Setiap hari libur, Badai mengisahkan, Herman sering melakukan kegiatan yang menjadi hobinya, yakni bercocok tanam. Rumah kediaman Herman memang tampak sangat asri, banyak pepohonan dan tanaman. "Ini semua hasil berkebun papa," terang Badai.
Herman selalu memanjat sendiri pohon jambunya, dan membungkus buah-buah jambu di sana. Bungkusan itu tidak boleh ada yang menyentuh. Sampai buah itu matang, Herman juga yang memanjat untuk memetiknya, lalu dibagikan untuk dimakan bersama-sama. (umi)
"Saya juga belajar sesuatu dari situ. Kesabaran, keteguhan, yang akan membuahkan hasil yg dinikmati bersama. Saya juga bangga, bapak mau mengorbankan imejnya sebagai penerbang yang disegani dan bergaul dengan tanah serta tanaman," pungkas Badai.
