Pameran Tunggal Lukisan Penjara Hati Nuraeni HG Bagian dari Presentasi Diri Pengalaman Hidup

Pameran Tunggal Lukisan Penjara Hati Nuraeni HG
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Pameran tunggal Penjara Hati Nuraeni HG digelar di The Energy Building Lt. MZ, SCBD Lot 11A, Jl. Jenderal Sudirman Kav 52-53, Jakarta. Pameran ini berlangsung pada 15 – 16 Juni 2023 (pukul 13.00 – 20.00 WIB). 

Eksplorasi Berbagai Kemungkinan Sosok Manusia dalam Figure A

Sebanyak 11 karya yang dipilih oleh kurator menjadi presentasi yang mewakili pembicaraan penting dalam pameran. Karya-karya itu diantaranya dibuat pada periode tahun 1970, 1978,1982, 1983 dan 2003. 

Pameran tunggal lukisan Nuraeni HG sebenarnya merupakan bagian dari presentasi diri atas pengalaman hidupnya. Nuraeni HG adalah istri ke dua mendiang maestro seni lukis Indonesia Hendra Gunawan. 

Melotot saat Diteriaki 'Bajingan', Ekspresi Agus Buntung Jadi Sorotan Netizen: Sok Keras

Pertemuan dengan Hendra Gunawan di Rutan Kebon Waru Bandung bukanlah sebuah kebetulan. Nuraeni yang memiliki kecintaan dan ketertarikan di dunia kesenian telah mewarnai proses berkeseniannya. 

Dimulai dari menyanyi tunggal, paduan suara, bermain drama, menjadi mayoret dan memimpin kelompok drumband di organisasi Pemuda Rakyat, selanjutnya menghantarkan dirinya pada permasalahan peristiwa tragedi kemanusiaan 1965 yang sama sekali tidak ia mengerti dan pahami. 

Pameran Otomotif IIMS 2025 Siap Digelar 13-23 Februari, Siap-siap Ada Brand Baru Hadir

Melalui proses panjang, Nuraeni harus menjalani dan menerima segala tuduhan yang kemudian menyeretnya sebagai tahanan politik dan dikirim ke Rutan Kebon Waru. 

Saat menjalani tahanan politik di Kebon Waru, Nuraeni bersama beberapa kawannya mendapat kesempatan belajar melukis yang dibimbing langsung oleh Hendra Gunawan. Selama proses belajar melukis itulah Hendra Gunawan melihat bakat dan talenta yang sangat tinggi dari diri Nuraeni.

Di Studio kerja Hendra Gunawan Penjara Kebon Waru, Nuraenipun terus mengasah kepiawaiannya. Karena kepiawaian itu pulalah ia telah dipercaya turut terlibat kolaborasi bersama Hendra Gunawan dan pelukis lainnya dalam sebuah proyek seni sebuah pesanan lukisan. 

Tahun 1972 Nuraeni dinyatakan bebas, dan selama masa kebebasannya Nuraeni terus berkarya. Ketika enam tahun kemudian, tepatnya 1978 Hendra Gunawan dinyatakan bebas, Nuraeni yang telah menikah di Penjara Kebon Waru memiliki waktu dengan sang maestro untuk kembali menjalani kehidupan bersama dan terus melukis. 

Baik Nuraeni maupun Hendra Gunawan, keduanya saling menghormati pada titik pencapaian masing-masing. Mereka seperti saling memberikan pengaruh atas pemikiran dan pengalaman pribadinya sebagai seniman, termasuk gagasan, teknik maupun pemilihan warna yang dihadirkan.

Pameran Tunggal Lukisan Penjara Hati Nuraeni HG

Photo :
  • Istimewa

Rizki A. Zaelani selaku kurator pameran, mengatakan bahwa bagi seorang Nuraeni HG, bisa jadi, lukisannya adalah sebuah bidang kiasan tentang ‘penjara hati.’ Bidang lukisan yang diperkenalkan pada Nuraeni, disekitar akhir tahun 1960’an, adalah bidang imajinasi tentang ‘jendela’ yang justru mengunggulkan cara-cara penggalian dan pengungkapan dunia-dalam diri manusia. 

Nuraeni tak menghayati jendela lukisan sebagaimana para pelukis pemandangan alam membayangkan hamparan keindahan alam yang terletak ‘di balik’ bingkai kanvas lukisan. 

Lebih lanjut menurut Rizki, Nuraeni belajar mengenal dan memahami bahwa pokok yang molek dalam ekspresi sebuah lukisan justru adalah kesatuan kekuatan hidup yang dipancarkan oleh interaksi kehidupan orang-orang biasa diantara hamparan alam yang tidak hanya indah tetapi juga mengandung misteri hidup yang tak terukur. 

Cara belajar Nuraeni membiasakan dirinya untuk memahami gambaran dinamika kehidupan orang-orang biasa sebagai wujud pernyataan ekspresi seni yang tidak biasa.

Nuraeni belajar melukis langsung dari seorang pelukis yang dianggap oleh para sejarawan seni sebagai salah satu bagian dari tiga sosok penting yang membentuk perkembangan seni lukis Indonesia, yaitu: Sudjojono, Affandi, dan Hendra Gunawan. 

Lukisan-lukisan Nuraeni adalah imajinasi tentang sebuah bidang lukisan sebagai jendela, yang dipahami secara jelas dan langsung sebagai ruang dan dinding penjara yang memisahkan dirinya dengan realitas hidup yang dipahami oleh masyarat secara umum. 

Ruang dan dinding-dinding penjara memisahkan Nuraeni dari ‘pemandangan’ tentang keluarga, teman-teman yang pernah dikenalnya, alam tatar Parahiyangan yang indah, atau realitas hidup keseharian mayarakat. 

Tidak semua orang diharuskan untuk menjadi terbiasa menghidupi jeruji pemisah antara hidup yang dijalani dengan realitas bebas di luarnya. Bagi Nuraeni sebagaimana juga guru melukisnya, penjara justru adalah perluasan dari manifestasi ‘rumah ke-diri-an’ atau ‘dunia-dalam’ yang memiliki jendela untuk melihat keluar, membayangkan bagaimana kebahagiaan hidup orang-orang biasa ‘di luar sana.’ 

Dinding dan jendela penjara Kebon Waru adalah tapal batas yang memisahkan Nuraeni maupun sang guru untuk ‘melihat’ pemandangan tentang kebahagiaan orang-orang biasa dalam keseharian hidup mereka.

Menariknya juga menurut Rizki, sebagai sebuah pengalaman, Nuraeni tak hanya menerima ‘turunan’ format bentuk-bentuk dan cara-cara komposisional bidang gambar dari Hendra Gunawan; ia juga kemudian manafsirkannya menjadi cara membentuk dan mengkomposisikan bidang gambar berdasarkan dunia perasaan yang dialaminya sendiri. 

Rizki menggarisbawahi, setidaknya ada dua hal penting yang bisa dikenali dalam ekspresi lukisan-lukisan yang dikerjakan Nuraeni hingga saat kini. Pertama, bentuk, warna-warna, dan komposisi bentuk yang dikerjakannya tidak terpisahkan dari kekuatan unsur rasa. 

Kedua, seluruh ekspresi yang dinyatakan Nuraeni dilahirkan oleh semacam ‘logika’ penciptaan khas yang muncul dari ‘dimensi kenangan-kenangan’ (realm of memories) tentang hidup.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya