Rhenald Kasali Angkat Bicara Soal Kasus Jiwasraya
- Istimewa
VIVA – Rhenald Kasali angkat bicara terkait diviralkannya tandatangannya pada sertifikat penghargaan Jiwasraya. Hal ini cukup jadi perbincangan setelah kasus gagal bayar Jiwasraya terungkap.
Rhenald menegaskan, ada pihak yang ingin membangun logika seakan-akan fraud (penipuan) terjadi karena sertifikat yang dikeluarkan majalah BUMN Track itu.
“Ini benar-benar keterlaluan dan pembodohan. Bukannya membuat analisis yang benar dan tangkap pelaku fraud-nya, malah membangun logika yang ngawur,” ujarnya melalui keterangan tertulis saat dikonfirmasi VIVAnews, Selasa 31 Desember 2019.
Memang, selama ini Rhenald kerap didaulat menjadi juri independen untuk memberikan pandangan-pandangannya dalam sejumlah seleksi. Adapun penghargaan yang terdapat tandatangannya dan diberikan tahun 2018, mengacu pada data-data Jiwasraya tahun 2016 dan 2017. Pada 2016, Jiwasraya dinyatakan untung Rp 1,6 triliun dan meningkat jadi Rp 2,7 triliun pada 2017. Namun, laba bersihnya dikoreksi menjadi Rp 360 miliar.
Jiwasraya juga menerima banyak penghargaan mulai dari majalah SWA, Menkominfo, Markplus, majalah Investor, Warta Ekonomi dan sejumlah media dan pihak asuransi. Penandatangan sertifikatnya juga beragam, mulai dari Menkominfo Rudiantara, mantan Menteri Kelautan Mohammad Fadel, Hermawan Kartajaya, Pemimpin Redaksi Infobank, Eko B Supriyo, dan sejumlah CEO perusahaan asuransi.
Guru Besar Universitas Indonesia ini pun menjelaskan bahwa fraud di perusahaan asuransi itu terjadi secara terselubung pada sisi investasi. Sedangkan penghargaannya terkait proses pembuatan produk di antara sesama BUMN dan anak cucunya.
Dia pun menegaskan, agar jangan dibiarkan penjahat yang melakukan penipuan hingga menyebabkan kerugian negara kabur. Untuk menangkap pelaku kejahatan, lanjut dia, dibutuhkan bukti-bukti yang kuat siapa saja pihak yang telah menimbulkan unsur kerugian negara.
"Ini adalah upaya sistematis yang penuh trik, padahal lembaga pengawasnya banyak, diaudit kantor akuntansi internasional yang biayanya puluhan miliar rupiah,” ucapnya.
Dia melanjutkan, pihak Kejaksaan Agung RI mulai melakukan penyidikan dan pemanggilan. “Sangat mungkin ada yang resah dan menyewa jasa buzzer untuk kelabui publik,” kata dia.