Melepas Predikat Jago Kandang Mobil Buatan Indonesia

Perakitan All New Kijang Innova di Pabrik Toyota Karawang 1
Sumber :
  • VIVA.co.id/Hadi Suprapto

VIVA – Jika Anda perhatikan, mobil-mobil yang melintas di jalanan kebanyakan berjenis mobil keluarga, atau istilah kerennya multi purpose vehicle (MPV).

Kiamat Industri Otomotif! Ratusan Ribu Pekerja Terancam PHK Massal

Kesuksesan mobil keluarga di Indonesia tidak lepas dari campur tangan Toyota pada zaman dulu. Di era 80-an, pabrikan mobil asal Jepang itu menghadirkan sebuah kendaraan pribadi yang dapat menampung banyak orang.

Selain untuk membawa penumpang, mobil yang diberi nama Kijang itu juga bisa difungsikan sebagai pengangkut barang. Meski kapasitasnya tidak sebanyak pikap, namun Kijang sifatnya multifungsi.

PHK Besar-besaran, Industri Otomotif Global Terancam Tumbang

Bahkan, banyak pihak yang menyebut bahwa MPV adalah mobil yang paling cocok untuk orang Indonesia.

Alhasil, keberadaan mobil keluarga pelan-pelan mulai menggusur mobil jenis sedan. Ciri khas sedan sebagai mobil mewah juga membuat jenis tersebut dikenakan pajak yang lebih tinggi oleh pemerintah.

GIIAS Bandung 2024 Resmi Dibuka, Ini Harga Tiketnya

Saat ini, pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM untuk mobil MPV dengan kapasitas mesin di bawah 1.500 cc adalah 10 persen. Sedangkan PPnBM untuk sedan bisa mencapai 30 persen.

Menurut Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Jongkie D Sugiarto, pandangan bahwa MPV menjadi mobil yang ideal bagi keluarga Indonesia tidak tepat. Yang membuat penjualan MPV bisa moncer di Tanah Air, bukan karena mobil tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini.

"Kalau diturunkan (pajak), orang sanggup beli. Sebagian mengatakan, saya tak perlu tujuh penumpang, tetapi sanggupnya beli mobil ini. Jadi saya katakan, sedan ini punya peluang jika harganya sama seperti MPV," ujarnya di Jakarta Pusat.

Sementara, menurut hasil riset Gaikindo, rasio kepemilikan mobil di Indonesia masih kalah jauh dari negeri tetangga. Padahal, kapasitas produksi mobil di Tanah Air sudah mumpuni.

Pada 2017, Indonesia menyumbang 33,5 persen atau 1,07 juta unit penjualan mobil di Asia Tenggara. Tapi, jumlah kepemilikan mobil di negara dengan jumlah penduduk sekitar 261 juta itu masih rendah.

Jika dihitung, dari 1.000 penduduk Indonesia, yang mempunyai mobil hanya 87 orang. Sementara itu, di Brunei ada 711 pemilik mobil tiap 1.000 penduduk yang ada.

Angka kepemilikan mobil di Thailand yakni 228 orang per 1.000 penduduk. Padahal, Negeri Gajah Putih itu menjadi penyumbang terbesar kedua penjualan mobil di Asia Tenggara, yakni, 243 persen.



Pajak sama rata

Minat masyarakat Indonesia akan mobil selain MPV sebenarnya sudah mulai terlihat di tahun lalu. Berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil perkotaan berkapasitas lima penumpang cukup tinggi.

Seperti yang dialami Suzuki dengan Ignis. Mobil yang meluncur perdana di April 2017 itu bahkan berhasil menumbangkan rekor penjualan city car di Indonesia, yang sebelumnya dipegang oleh Toyota Etios Valco.

Ignis selama April-Desember 2017 berhasil laku sebanyak 14 ribuan unit. Sementara, kompetitor terdekatnya yang sudah dipasarkan sejak Januari, Honda Brio, hanya menorehkan angka penjualan 10 ribuan unit.

Oleh sebab itu, Jongkie mengusulkan agar pajak kendaraan dibuat sama rata. Tujuannya, agar masyarakat memiliki alternatif dalam hal pembelian mobil.

Ia mengatakan, PPnBM kendaraan di Indonesia harusnya sudah mengacu pada standar internasional.

“Bentuknya itu enggak usah dibuat pusing. Kalau PPnBM diharmonisasikan atau tarif pajak disesuaikan, maka segmen paling besar yang akan meningkat itu sedan,” tuturnya.

Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, mengatakan hal yang sama. Menurutnya, jika nanti selera konsumen akan mobil berubah, maka sedan bisa tumbuh.

“Karena enggak diproduksi di Indonesia, diambilnya dari Thailand. Kita jadi importir, itu kan bahaya,” ungkapnya kepada VIVA.

Selain itu, pasar otomotif dunia juga sedang membutuhkan mobil jenis sedan. Jika Indonesia bisa menyediakan dengan harga yang kompetitif, maka itu bisa menghasilkan pemasukan bagi negara.

"Kita kejar untuk memproduksi kendaraan yang disukai dunia, misalnya sedan. Sementara itu, di Indonesia produksi dominan MPV. Belum memenuhi minat dunia. Jangan jago kandang. Ibaratnya, orang ke restoran yang tersedia hanya nasi goreng. Saya iri dengan Thailand," ujar Jongkie.

Keinginan masyarakat Indonesia untuk memiliki mobil yang lebih kecil juga pernah diteliti oleh pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus.

"Masyarakat generasi kota akan lebih tertarik pada mobil dua baris, karena menawarkan individualitas yang mereka inginkan," tuturnya. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya