Mengungkap Jaringan Video Syur Anak-anak
- Repro Youtube
VIVA – Jagad media sosial dihebohkan dengan munculnya video porno, Kamis, 4 Januari 2018 lalu. Video mempertontonkan adegan syur antara seorang wanita dewasa dengan beberapa anak laki-laki. Sontak, video berdurasi sekitar satu jam itu menjadi viral.
Diduga, video itu terjadi di sebuah hotel di Indonesia. Hal itu berdasarkan suara logat bicara si anak dalam video itu. Juga, tampak ada kantong kresek salah satu minimarket di Tanah Air.
Polisi pun turun tangan menyelidiki video porno itu. Hasilnya, penyidik memperkirakan video dibuat di Bandung, Jawa Barat. "Dari cara ngomongnya, gaya bahasa Sunda. Ini sudah dipastikan dari anak Bandung," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Komisaris Besar Polisi Umar Surya Fana di Mapolda Jawa Barat, Sabtu, 6 Januari 2018.
Polisi mengidentifikasi wanita dewasa dan anak-anak dalam video tersebut. Akhirnya, penyidik berhasil menangkap orang-orang yang diduga terlibat video porno itu. Mereka yaitu SM alias Cici berperan sebagai perekrut perempuan, A alias Intan sebagai pemeran wanita dan merekrut korban anak-anak, IO alias Imel berperan sebegai perekrut anak sekaligus pemeran wanita dalam video asusila itu.
Kemudian, S dan H yang membiarkan terjadinya persetubuhan antara perempuan dengan anak di bawah umur. Lima orang tersebut ditangkap di kawasan Kiara Condong, Bandung, Minggu, 7 Januari 2018. Pada hari yang sama, polisi berhasil membekuk MFA alias Alfa alias BOS sebagai sutradara dan penjual video, di kawasan Buah Batu, Bandung.
Enam orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka kasus video asusila anak di bawah umur. Selain mereka, satu orang lainnya yang berperan sebagai penghubung, berinisial I juga menjadi tersangka. Namun, tersangka I masih buron dan saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). “Tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus, di Bandung, Jawa Barat, Senin, 8 Januari 2018.
Para pelaku dijerat Pasal 81 ayat 2, Pasal 82 ayat 1 dan Pasal 88 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.
Mereka juga dijerat Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dengan sanksi pidana minimal 6 tahun dan maksimal 12 tahun. Selanjutnya, para pelaku dikenakan Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik, dengan sanksi pidana 6 tahun.
Proses Video
Pembuatan video porno berawal dari pertemuan antara MFA dengan A alias Intan di Dago Bandung, Jawa Barat. Saat itu, tersangka I yang saat ini buron, memfasilitasi keduanya. Pertemuan berikutnya terjadi di sebuah hotel di kawasan Kiara Condong, Bandung, Jawa Barat, pada 2017. Pertemuan antara MFA dan A di hotel itu terjadi tiga kali.
Para pertemuan ketiga, Mei 2017, MFA dan A sepakat untuk membuat video syur. Namun, ketika proses rekaman akan dimulai, DN menangis lantaran ogah direkam. Pelaku lantas menghubungi orangtua anak tersebut.
SUS, orangtua DN, datang ke lokasi dengan membawa dua orang teman dekat DN, yaitu berinisial SP (11) dan RD (9). Kedatangan dua anak tersebut untuk menemani agar DN mau melanjutkan rekaman video mesum. Selepas rekaman, A mendapat imbalan Rp1 juta, DN mendapat Rp300 ribu dan SP mendapat Rp100 ribu.
Tak sebatas video tersebut. Komplotan ini juga membuat video porno lainnya di sebuah hotel di kawasan Cibeunying Kaler, Bandung, Jawa Barat. Video yang dibuat pada Agustus 2017 itu diperankan tersangka IM dengan seorang anak, RD. Sang sutradara dalam video tersebut masih tetap tersangka MFA.
Saat rekaman video dilakukan, HER selaku orangtua RD berada di balkon hotel tersebut. Usai rekaman, IM mendapat imbalan Rp1,5 juta, HER menerima Rp500 ribu, dan SM sebagai perantara mendapat Rp1 juta.
Pada 4 Januari 2018, IM mengetahui video itu tersebar. Dia pun meminta ganti rugi kepada MFA. IM lantas diberi uang Rp500 ribu. Tak hanya itu, IM pun diberi uang Rp2,7 juta untuk mengubah tato di paha kirinya.
Titik Terang
Perihal tato di tangan dan paha wanita itu menjadi salah satu petunjuk terungkapnya kasus ini. Di antara masyarakat yang melihat video itu, ada yang mengenali pelaku. Polisi pun mendapati sebuah nama dari percakapan di video tersebut.
Penyidik lantas bergerak cepat menyelidiki hingga menangkap para pelaku video mesum. Pelaku MFA mengaku video dan foto porno tersebut dijual kepada warga negara asing. Dari penjualan itu, pelaku meraup Rp31 juta. Namun, polisi tak langsung percaya dengan pengakuan pelaku.
Apalagi, tersangka mengaku menjualnya menggunakan bitcoin. “Belum ke sana, saya enggak yakin harus didukung fakta-fakta,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Komisaris Besar Polisi Umar Surya Fana, Senin, 8 Januari 2018.
Saat ini, polisi masih mengembangkan jaringan kelompok ini. “Mereka ada penghubung, ini yang masih perlu pengembangan,” ujar Umar.
Pengungkapan kasus ini diapresiasi sejumlah pihak. Di antaranya Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris. Dengan terungkapnya video yang diduga pesanan warga asing, menurut Fahira, menandakan Indonesia masih menjadi target industri pornografi anak dan jaringan paedofil dunia.
Menurut Fahira, kejahatan mereka setara kejamnya dengan pelaku terorisme dan pengedar narkoba. Indonesia tidak boleh lagi menjadi sasaran paedofil dunia. “Saya minta, untuk yang di Bandung ini, baik polisi, jaksa, maupun hakim tuntut dan vonis seberat-seberatnya para kriminal ini,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin, 8 Januari 2018.
Hal senada dikemukakan anggota DPR Komisi X Reni Marlinawati. Dia meminta, polisi menerapkan hukuman berat terhadap para pelaku agar menimbulkan efek jera. Para pelaku bisa dijerat dengan pasal berlapis, seperti UU terkait pelecehan seksual, perlindungan anak, hingga UU ITE. "Jadi berlapis-lapis, polisi jangan ragu-ragu berikan hukuman," ujarnya.
Desakan serupa juga datang dari sejumlah warga. Solihin (37), warga Matraman, Jakarta Timur, misalnya. Menurut dia, para pelaku, termasuk orangtua anak tersebut harus dihukum berat. Dia tak menyangka, video porno itu melibatkan orangtua si anak. “Itu orangtua otaknya di mana ya, benar-benar udah enggak waras,” ujarnya.
Murni (40), warga Jatinegara, Jakarta Timur pun mengecam orangtua korban. Dia meminta para pelaku dan orangtua tersebut dihukum berat. “Kalau cuma karena uang juga enggak sampai segitunya. Ini saya rasa baru pertama ya dan jangan sampai terulang lagi. Menurut saya ini mah sudah keterlaluan,” ujar Murni. (umi)