Terkuaknya Dokumen Surga Penghindar Pajak

Dolar AS.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – Belum hilang dari ingatan masyarakat pada tahun lalu, atas bocornya dokumen Panama Papers yang menyangkut data orang kaya dunia yang menyimpan uang di bank offshore untuk menghindari pajak.

Kini, muncul lagi Paradise Paper, yang mencakup dokumen baru dengan jumlah data yang lebih besar dari Panaman Papers.

Data baru tersebut dipublikasikan oleh gabungan wartawan investigasi dunia, yaitu Internasional Consortium of Investigative Jurnalist (ICIJ) pada Senin 6 November 2017. Bocoran itu pun, kemudian dimuat pertama kali oleh surat kabar Jerman Suddeutsche Zeitung.

Dilansir dari BBC, Selasa 7 November 2017, dokumen kali ini didapatkan dari firma yang berbeda dari Panama Papers, di mana Paradise Paper diambil dari firma Appleby dan Asiaciti Trust yang memuat data digital mencapai 1,4 terabytes. Suaka pajak tersebut kebanyakan berada di kepulauan Karibia, termasuk Cayman Islands.

Dalam dokumen anyar tersebut memuat banyak politikus dunia, perusahaan multinasional dan para selebritas yang menyimpan uangnya di negara-negara suaka pajak, sehingga tidak mudah dicari jejaknya.

Nama Ratu Inggris Elizabeth II, termasuk yang disebutkan di dalamnya dengan investasi uang pribadinya, sekitar senilai US$3 miliar, atau setara dengan hampir Rp40 triliun. Selain itu, disebut pula nama Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, dan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Wilbur Ross.

Jumlah data yang bocor dari Paradise Paper ini mencapai 13,4 juta dokumen, atau lebih banyak dari bocoran yang terungkap oleh Panama Paper tahun lalu yang mencapai 11,5 juta dokumen. Meski dari dua data tersebut berisi oknum atau perusahaan yang sama, namun secara umum berisi penyimpanan uang atau aset yang dirahasiakan.

Selain itu, dari seluruh data orang-orang penting dunia tersebut, ada terselip sejumlah pesohor asal Indonesia, yang sebelumnya juga pernah masuk daftar di Panama Papers, yaitu Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahudin Uno.  Kemudian, ada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan putra putri Mantan Presiden Soeharto.

Usut Kematian Janggal Bripka AS Dugaan Penggelapan Pajak, Polda Sumut Periksa 2 Kapolres

Dalam laporan tersebut Prabowo Subianto disebut terkait dengan kepemilikan perusahaan Nusantara Energy Resources, yang merupakan bagian dari Nusantara Group. Sementara itu, Tommy Soeharto disebutkan memimpin Humpuss Group dan Direktur Utama Asia Market Invesments Ltd yang terdaftar di Bermuda pada 1997 dan tutup pada 2000.

Di daftar itu pula, nama Tommy Soeharto dikaitkan dengan Asia Market Investments dan V'Power Corp yang teregistrasi di Bahama, yang kemudian miliki saham di perusahaan produsen mobil sport Italia, Lamborghini. Lalu, untuk kakaknya Mamiek, tercatat sebagai Vice President Golden Spike Pasiriaman Ltd dan terdaftar di Bermuda.

Anggota Polisi Bunuh Diri Tenggak Racun Sianida, Diduga Terjerat Penggelapan Pajak Rp 2,5 Miliar

Selanjutnya... Ramai-ramai membantah

Miris, Mesin Gol Norwegia Sebelum Haaland Dipenjara 14 Bulan

Ramai-ramai membantah

Munculnya kembali bocoran dari dokumen pengemplang pajak dunia dari Paradise Papers, tentunya tak membuat senang sejumlah tokoh yang tersangkut namanya. Terlebih, saat ini sejumlah nama-nama tersebut memegang jabatan penting di negara bersangkutan.

Seperti halnya Sandiaga Salahudin Uno, yang langsung menyampaikan reaksinya dengan tidak lugas saat menjawab pertanyaan jurnalis, ketika mengklarifikasi laporan tersebut. Bahkan, dia malah belum bisa mengonfirmasi kabar itu dan menolak tanggapan lebih banyak, karena masih menunggu data.

Menurut dia, tak ada yang harus dijelaskan lebih banyak, karena semua yang terkait kekayaannya sudah dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dirinya mengklaim, tidak ada sedikit pun data yang disembunyikan olehnya kepada negara, baik itu aset maupun sejumlah laporan lainnya.

Sylviana Murni menemui Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, di Balai Kota.

Ia pun menegaskan, sudah membuat laporan harta kekayaan penyelenggaraan negara (LHKPN) pada 31 Oktober 2017. LHKPN tersebut, diakuinya dibuat secara elektronik dan prosesnya pun dilakukan secara transparan. "31 Oktober sudah e-LHKPN dan tidak ada yang tercecer bisa dilihat," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra , Fadli Zon menanggapi laporan tersebut di mana dirinya menilai nama Prabowo Subianto mungkin hanya ada di listing saja. Terlebih, tak pernah ada aktivitas bisnis usaha apapun yang dilakukan Prabowo selama ini.

Fadli juga menilai, Prabowo yang dikait-kaitkan dengan Nusantara Energy Resources tidak benar, apalagi perusahaan itu pernah di sebut-sebut dipimpin oleh Prabowo yang merupakan bagian dari Nusantara Group.

"Yang saya tahu, apa yang disebut Nusantara Energy Resources Limited itu tak ada kaitan dengan Pak Prabowo. Memang, ada entitas itu dulu dibentuk. Saya tidak ingat persis tahunnya, apakah 1999, 2000, 2001 ya ketika itu. Tetapi, setahu saya sejak didirikan tak pernah ada aktivitas apa pun," ujar Fadli. 

Selanjutnya.... Jadi perhatian petugas pajak

Jadi perhatian petugas pajak

Bertambahnya temuan data wajib pajak Indonesia yang masuk dalam daftar Paradise Papers, tentunya menjadi anugerah terindah bagi para petugas pajak di Indonesia yang saat ini sedang bergulat mengejar peneriman pajak untuk menutup sejumlah defisit anggaran.

Bahkan, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengakui, akan menjadikan bahan dari bocoran tersebut untuk mengejar penerimaan pajak, agar meningkatkan pendapatan negara. Terlebih, Indonesia juga akan masuk dalam anggota Financial Action Task Force (FATF).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan).

Ani sapaan akrab Sri Mulyani mengungkapkan, laporan Paradise Papers ini akan membantu pemerintah memperluas basis data perpajakan (tax based) seperti sebelumnya yang sudah dilakukan dengan kerja sama Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengejar wajib pajak besar.

"Tax based Indonesia, terutama yang berasal dari high wealth individual (pajak besar pribadi) itu adalah salah satu yang sedang dan terus diperbaiki.. Dulu dengan tax amnesty. Sesudah tax amnesty, kita lihat datanya dan kemudian kita dapat lagi dari PPATK dan FATF, itu kita terus lakukan," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, meminta Ditjen Pajak untuk bersinergi dalam menindaklanjuti data Paradise Papers. Terlebih, otoritas pajak disebut belum mampu memanfaatkan dengan optimal data serupa yang diungkap beberapa waktu lalu.

“Belajar dari pengalaman pemanfaatan data Panama Papers yang kurang maksimal karena berbarengan dengan program amnesti pajak, kini pemerintah mendapatkan momentum menindaklanjuti data Paradise Papers,” kata Prastowo, di Jakarta, Selasa 7 November 2017.

Prastowo menjelaskan, data dan informasi yang diungkap dalam Paradise Papers dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku. Ini dilakukan, demi memastikan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu.

Apalagi, melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017, tidak ada alasan lain untuk tidak melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap wajib pajak yang terbukti mangkir dari kewajibannya.

Prastowo menggarisbawahi bahwa proses penelusuran tersebut tetap mengedepankan aspek praduga tak bersalah. Sebab, penggunaan negara suaka pajak sebagai tempat penyimpanan dana tak serta merta penghindaran pajak yang melawan hukum.

Momentum ini pun diharapkan, dapat dijadikan pelajaran untuk segera memperkuat payung hukum dan aturan teknis lainnya, antara lain memperbaiki administrasi berbasis teknologi informasi, meningkatkan kerja sama, dan kompetensi, serta integritas aparatur. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya