Menyongsong Duel Klasik Khofifah vs Saifullah
- VIVA.co.id/Nur Faishal
VIVA – Khofifah Indar Parawansa akhirnya memutuskan maju sebagai calon gubernur Jawa Timur dalam Pilkada di provinsi itu tahun 2018. Dia terang-terangan dan terbuka menyatakan siap lahir dan batin berkompetisi merebut posisi nomor satu di provinsi dengan populasi terbesar kedua di Indonesia itu.
Dalam pernyataan pers di Surabaya pada Minggu 5 November 2017, Khofifah membikin terang keraguan dan pertanyaan masyarakat tentang keputusan politiknya menyongsong 2018.
"Sekarang kalau ada yang bertanya; santrinya, jemaahnya, tetangganya," katanya, dengan suara mantap dan kalimat tertata, "insya Allah, bismillah, saya akan maju dalam running (proses tahapan) Pilgub Jawa Timur 2018."
Sang Menteri Sosial mengaku belum menyampaikan keputusannya itu kepada Presiden Joko Widodo. Tetapi, dia berjanji selekasnya melapor kepada Presiden, sekaligus mengajukan permohonan nonaktif atau mengundurkan diri, begitu figur kandidat wakilnya sudah ditetapkan.
Tiga partai politik, yakni Partai Nasdem, Partai Golkar, dan Partai Demokrat, sudah menyatakan secara terbuka mendukung Khofifah untuk melawan Saifullah Yusuf-Abdullah Azwar Anas, rival yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Gabungan tiga partai itu sudah memenuhi syarat sekurang-kurangnya 20 persen dari total 100 kursi DPRD Jawa Timur, untuk mengajukan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Partai Nasdem empat kursi, Partai Golkar 11 kursi, dan Partai Demokrat 13 kursi--total 28 kursi. Namun, dua partai lagi dikabarkan segera bergabung, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Hanura, masing-masing lima kursi dan dua kursi.
Kubu seberang tak lebih kecil, malahan lebih besar. Koalisi PKB dan PDIP saja sudah mengumpulkan 39 kursi, karena masing-masing memiliki 20 kursi dan 19 kursi.
Masalahnya sekarang, Khofifah belum memiliki kandidat yang bakal dipasangkan dengannya sebagai calon wakil gubernur. Sedangkan kubu seberang sudah mapan: Saifullah Yusuf, alias Gus Ipul dan Abdullah Azwar Anas.
Keduanya bukan pendatang baru: Gus Ipul hampir dua periode menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur, sedangkan Azwar Anas menjabat Bupati Banyuwangi untuk periode kedua.
Kandidat pendamping Khofifah belum terang benar, kabarnya masih dibahas oleh Tim Sembilan yang dipimpin Salahudin Wahid alias Gus Solah, adik mendiang Presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid.
Tetapi, berkembang desas-desus sejak sekira sebulan lalu bahwa ada sepuluh nama tokoh yang sedang diseleksi dan dikaji untuk diduetkan dengan Khofifah. Tiga di antaranya ialah Agus Harimurti Yudhoyono (putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono), Emil Elestianto Dardak, atau Emil Dardak (Bupati Trenggalek), dan Ipong Muchlissoni (Bupati Ponorogo).
Kini, sepuluh nama itu mengerucut menjadi tiga nama saja. Ketiga nama itu dirumorkan lagi, tetapi nama Agus Harimurti Yudhoyono disebut teratas. Tim Sembilan tak menyangkal, tetapi tidak juga membenarkan rumor itu.
"Saya tidak bisa menyebutkan nama," kata Asep Saifuddin Chalim, juru bicara Tim Sembilan, ketika didesak seputar gosip tentang nama Agus Harimurti Yudhoyono, alias AHY, di Surabaya kemarin.
Ketiga nama itu--entah benar, atau keliru--sebenarnya mencerminkan satu di antara tiga kawasan yang menurut sebagian pakar ilmu politik masih dianggap kunci dalam pemenangan Pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun 2018.
Kawasan itu disebut Mataraman, pemetaan wilayah berdasarkan kebudayaan, tetapi secara geografis meliputi Lamongan, Gresik, Tuban, Bojonegoro, Nganjuk, Madiun, Kediri, Ponorogo, Magetan, Pacitan, Trenggalek, Blitar, dan Tulungagung.
Dua kawasan lain, yakni Tapal Kuda dan Arek, bukan tak penting, namun dipastikan sudah menjadi basis fanatik masing-masing kandidat maupun partai politik; tinggal ceruk suara Mataraman yang masih berpeluang besar diperebutkan.
Nah, AHY dan Emil maupun Ipong dianggap merepresentasikan kawasan barat Jawa Timur itu. Dua nama terakhir, jelaslah kini menjadi penguasa masing-masing daerah. AHY dianggap mewakili asal sang ayah, Pacitan. Klop dengan posisi Partai Demokrat, partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono, yang telah memastikan dukungannya kepada Khofifah.
Asep Saifuddin tak menjawab lugas, kala ditanya soal kabar bahwa Partai Demokrat meminta jatah calon wakil gubernur untuk dipasangkan dengan Khofifah. "Nanti akan kita bicarakan," ujarnya.
Dia tak menjanjikan waktu tepatnya, namun perkiraannya setelah pembahasan internal Tim rampung. "Setelah ini semua finis," katanya, "kami akan bertemu dengan partai-partai."
Selanjutnya, duel klasik>>>
***
Duel klasik
Selain kawasan-kawasan yang dianggap kunci, sosok calon wakil gubernur juga dipandang menentukan kemenangan. Alasan utamanya ialah kedua calon gubernur, Khofifah maupun Gus Ipul, memiliki basis pendukung yang sama, yaitu warga Nahdlatul Ulama (NU).
Khofifah kini menjabat Ketua Umum Muslimat NU, sedagkan Gus Ipul menduduki jabatan salah satu ketua pada Pengurus Besar NU. Mereka juga sama-sama mantan politikus PKB, partai dengan basis utama nahdliyin.
Khofifah dan Gus Ipul pun, bahkan dua kali berkompetisi dalam pemilihan gubernur Jawa Timur, yaitu pada 2008/2009 dan 2014. Khofifah dua kali itu pula sebagai calon gubernur dengan dua calon wakil berbeda. Sementara itu, Gus Ipul berposisi sebagai calon wakil gubernur mendampingi Soekarwo. Pasangan Soekarwo-Gus Ipul memenangi dua kali pesta demokrasi lokal itu.
Khofifah dan Gus Ipul akan berhadap-hadapan lagi, meski nama yang disebut terakhir tak lagi menjadi calon wakil. Keduanya dianggap masih memiliki basis pendukung fanatik--sama-sama kuat--berbekal dua kali pemilihan gubernur itu.
Maka, sebagaimana analisis Direktur Lembaga Survei Regional, Mufti Mubarok, profil calon wakil gubernur menjadi penentu; diharapkan dapat merengkuh selisih suara yang tak diperoleh sang calon gubernur.
"Sejatinya, perang cawagub (calon wakil gubernur) ini yang menarik dan menjadi penentu," katanya di Surabaya pada 20 Oktober 2017, ketika merespons pengumuman duet Gus Ipul-Azwar Anas.
Sosok Azwar Anas dianggap merepresentasikan kawasan kultural Tapal Kuda, karena kedudukannya kini sebagai Bupati Banyuwangi, kabupaten paling timur di Jawa Timur. Meski disebut mewakili kalangan nasionalis, karena dicalonkan oleh PDIP, Azwar Anas adalah mantan politikus PKB, sehingga diharapkan dapat menjaring suara warga NU.
Azwar Anas dianggap juga sebagai contoh pemimpin muda yang berprestasi, karena tercatat sebagai anggota termuda Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 1997-1999--berusia 24 tahun kala itu. Dia juga dipandang sebagai kepala daerah yang berhasil membangun daerahnya.
Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri mengenang dahulu sering ke Banyuwangi. Kondisinya selalu sama, tak ada kemajuan berarti. Sekarang, katanya mencontohkan indikator kemajuan, setelah dipimpin Azwar Anas, "sudah ada enam flight (penerbangan pesawat) ke sana (tiap hari)."
Tinggal Khofifah yang mesti memilih figur calon wakilnya, sekurang-kurangnya setara Azwar Anas, atau bahkan lebih dari itu. Khofifah belum terbuka tentang alternatif pendampingnya dan mengaku menyerahkan sepenuhnya kepada para kiai anggota Tim Sembilan.
Asep Saifuddin, mewakili Tim Sembilan, tak pernah menyangkal, atau mengiyakan dengan lugas ketika disebut nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Saat mula-mula nama Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute itu disebut dalam sepuluh kandidat pendamping Khofifah pada pertengahan Oktober lalu, dia hanya mengatakan, "Mungkin iya (ada AHY)." Tim, katanya waktu itu, tak mau tergesa-gesa menentukan figur. "Karena, kalau tergesa-gesa itu hasilnya dari setan," ujarnya.
Partai Demokrat juga belum terbuka tentang rumor nama AHY dalam bursa kandidat calon wakil gubernur Jawa Timur. Soalnya, AHY memang diproyeksikan sebagai calon presiden, meski Partai Demokrat menggunakan frasa "the next leader"; calon pemimpin masa depan.
Namun, partai itu mengisyaratkan tak keberatan jika AHY diajukan sebagai calon wakil. "Tapi kan, (dalam) politik bisa posisi nomor satu, atau dua," kata Muhammad Haris Wijaya, Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Partai Demokrat, pada 13 Oktober 2017.
Isyarat Haris itu, selaras dengan pernyataan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan. Setelah memastikan mendukung Khofifah, menurutnya, Demokrat merasa memerlukan semacam jaminan siapa calon wakilnya.
"Wakilnya," kata Hinca dalam konferensi pers di Jakarta pada 30 Oktober, "ingin kami pastikan yang betul-betul klop dan bisa angkat suara, dan bisa merepresentasikan Partai Demokrat.” Dia menyebut nama Soekarwo bakal ikut menentukan calon wakil untuk Khofifah.
Soekarwo ialah sang Gubernur yang juga Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dan Ketua Partai Demokrat Jawa Timur. "Dia ... diskusi dengan Khofifah, agar wakilnya nanti benar-benar pas, dan kami yakini itu dari kami."
Berikutnya, calon alternatif>>>
***
Calon alternatif
Konstelasi politik menjelang Pemilihan Gubernur Jawa Timur, sebenarnya tak hanya didominasi Khofifah dan Gus Ipul. Nama lain yang sejak beberapa bulan lalu mengemuka ialah La Nyalla Matalitti, Ketua Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur.
Namun, La Nyalla belum mendapatkan kepastian tentang partai politik yang bersedia mencalonkannya. Jika PPP dan Partai Hanura benar bergabung dalam koalisi Khofifah, berarti tersisa tiga partai lagi yang dapat diharapkan oleh La Nyalla, yakni Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Masing memiliki 13 kursi, tujuh kursi, dan enam kursi di DPRD Jawa Timur. Total 25 kursi, lebih dari cukup sebagai syarat untuk mencalonkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.
Baru Partai Gerindra yang memberikan harapan kepada La Nyalla bahwa partai itu akan mencalonkannya. "Gerindra hampir pasti akan mengusung Pak La Nyalla," kata Abdul Malik, Wakil Ketua Partai Gerindra Jawa Timur, di Surabaya pada 18 Oktober 2017.
Partai Gerindra mengaku tertarik mencalonkan La Nyalla, karena mantan Ketua Umum PSSI itu adalah sosok baru dalam kontestasi Jawa Timur. Khofifah dan Gus Ipul dianggap sosok lama yang sudah memiliki citra, atau persepsi tersendiri di masyarakat.
Satu pertimbangan pokok bagi Partai Gerindra, kata Malik, ialah kepentingan pencalonan Prabowo Subianto dalam Pemilu Presiden tahun 2019. La Nyalla diklaim berkomitmen mendukung Prabowo, sedangkan Khofifah maupun Gus Ipul belum menyatakan komitmennya sejauh ini.
La Nyalla sempat mendaftar sebagai bakal calon gubernur Jawa Timur melalui Partai Demokrat. Namun, belakangan dia mengundurkan diri karena kecewa dengan Partai Demokrat. Penyebabnya, ialah Partai Demokrat memberikan kesempatan kepada kandidat lain untuk mendaftar saat masa pendaftaran sebenarnya sudah ditutup.
Partai Demokrat awalnya membuka pendaftaran pada 12-31 Juli 2017, tetapi kemudian diperpanjang, atau dibuka lagi pada 20-30 September 2017. Karena perpanjangan itu juga Khofifah diterima mendaftar pada saat-saat menjelang penutupan. Bagi La Nyalla, sikap Partai Demokrat itu pendidikan politik yang tak baik untuk masyarakat. (asp)