Kanker Payudara Meneror Wanita Indonesia

Ilustrasi kanker payudara
Sumber :
  • Pixabay/pexels

VIVA – "Saya berpikir, kalau umur saya tak lagi panjang, biarlah." Itulah bentuk kepasrahan yang pernah diungkapkan mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Linda Gumelar, saat tengah berjuang kerjas untuk sembuh dari kanker payudara.

Ketika divonis menderita kanker payudara, Linda merasa sangat galau, bahkan khawatir dengan kondisi kesehatannya. Akhirnya dia memutuskan untuk menjalani pengobatan di Belanda.

Selama menjalani proses pengobatan, di sana ia tinggal di Family House yang disediakan oleh sukarelawan asal Belanda.

"Di sana saya diberikan tempat menginap di sebuah rumah namanya Family House, rumah itu sama seperti rumah singgah untuk para pasien penderita kanker," ujar Linda saat diwawancara beberapa waktu lalu.

Bukan hal yang mudah bagi Linda, berjuang menyembuhkan kanker payudaranya. Dia ingat betul, lima tahun lamanya proses pengobatan di Belanda dia jalani.

Meski lima tahun jalani pengobatan panjang di Belanda, Linda tak pernah menyerah. Dukungan anak, suami, keluarga, dan teman-teman menjadi alasan buatnya untuk selalu berpikir positif dan yakin menemukan jalan keluar.

"Di sana lima tahun. Saya berpikir, kalau umur saya tak lagi panjang, biarlah. Paling tidak saya sudah melakukan yang terbaik untuk diri saya sendiri," kenangnya.

Pengobatan yang dilakukan secara tekun tersebut akhirnya menyelamatkan nyawanya. Pengalaman itulah yang menginspirasi Linda untuk membangun rumah singgah untuk penderita kanker payudara di Jakarta yang bernama Rumah singgah YKPI di jalan Nelly Anggrek  Murni No.38, Jakarta Barat.

"Hal itu tentu menginspirasi saya untuk membangun rumah singgah untuk para pasien penderita kanker yang sedang melakukan rawat jalan di Rumah Sakit Dharmais," tambahnya.

Merasa beruntung bisa berhasil sembuh dari kanker payudara, ia pun tergerak hatinya untuk terus memberikan dukungan dan bantuan untuk para penderita kanker payudara.  Linda Gumelar kian gencar melakukan kampanye kepedulian kanker. Salah satunya dalam kegiatan kampanye kepedulian kanker yang digagas oleh Perhimpunan Dokter Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN), dan berbagai organisasi peduli kanker lainnya.

Kanker payudara sendiri memang merupakan salah satu penyakit yang ditakuti oleh wanita. Dilansir laman Yayasan Kanker Payudara Indonesia, rata-rata pasien kanker payudara yang datang ke rumah sakit adalah pasien dengan kondisi sudah lanjut.

Dari pengalaman yang dialami langsung oleh dokter Walta selama bekerja di RS Dharmais juga dikatakan, sejak tahun 1997 ia menjadi ahli bedah, kasus kanker payudara ternyata masih berada di atas 65 persen, pasien yang datang ke rumah sakit tempat ia bekerja dan mereka datang dengan stadium lanjut.

"Bahkan sampai 2017 tidak ada peningkatan dan tingkat penurunan angka yang datang, menurutnya pasien yang masih datang dengan stadium lanjut masih berada di sekitaran 65 persen," kata dokter Walta.

Yang lebih mengerikan, data WHO menyebutkan bahwa estimasi jumlah penderita kanker payudara akan meningkat hingga 300 persen pada tahun 2030.

Persoalan Serius

Kanker payudara adalah tumor ganas yang berawal dari sel payudara. Kumpulan sel kanker membentuk tumor yang berkembang secara cepat di jaringan payudara, dan bisa menyebar ke bagian tubuh yang lain. Kanker payudara terjadi hampir selalu pada wanita namun dapat terjadi pula pada pria.

Bertepatan dengan Hari Kanker Payudara Sedunia, 26 Oktober 2017, semakin banyak langkah-langkah positif yang dilakukan berbagai lapisan msayarakat untuk menurunkan angka penderita kanker payudara.

Bahkan semakin banyak lembaga ikut turun mengkampanyekan peduli dan cegah kanker payudara. Ini dilakukan karena banyak pihak yakin, jumlah kasus itu bisa diturunkan. Salah satunya dengan deteksi secara dini. Cara ini yang tengah diupayakan Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI),

Sepanjang Oktober – yang menjadi bulan peduli kanker payudara – YKPI menyelenggarakan berbagai kegiatan terutama dalam memperluas kampanye deteksi dini kanker payudara. Hal ini dilakukan dalam rangka mencapai visi YKPI menuju Indonesia Bebas Kanker Payudara Stadium Lanjut 2030.

“Kanker payudara tidak dapat dihilangkan sama sekali, tetapi setidaknya tidak dalam stadium lanjut sejalan dengan SDGs (Sustainable Development Goals/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan) yaitu meningkatkan kesehatan perempuan," jelas Ketua YKPI Linda Agum Gumelar, saat Konferensi Pers Bebaskan Indonesia dari Kanker Payudara Stadium Lanjut 2030 di Jakarta.

Menurut Linda, deteksi dini sangat penting. Tahun ini, kampanye deteksi dini kanker akan lebih difokuskan di wilayah Indonesia bagian timur.

Tak hanya tingkat kesadaran yang rendah mengenai pentingnya deteksi dini, sistem rujukan di era BPJS yang berbelit dan panjang, juga menjadi sorotan YKPI. Sistem rujukan ini membuat  pengobatan terlambat sehingga kanker sudah terlanjur menyebar. Inilah yang menyebabkan kematian kanker payudara di stadium lanjut tinggi.

“Era otonomi daerah seharusnya dapat mendorong pimpinan daerah lebih banyak menyediakan fasilitas deteksi dini dan juga menyekolahkan dokter umum atau sekolah pendidikan spesialis dan subspesialis onkologi sehingga pasien tidak perlu dirujuk ke pusat atau rumah sakit di Jawa," tambah Linda.

Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular dari Kementerian Kesehatan (P2PTM), dr. Lily. S. Sulistyowati MM, menambahkan kanker adalah salah satu penyakit tidak menular yang saat ini menjadi persoalan serius di Indonesia. Kanker payudara dan kanker serviks adalah dua jenis kanker dengan prevalensi tertinggi. Setidaknya setiap 1 jam ada 1 penderita kanker payudara meninggal.

Masalah ini juga berujung pada pembiayaan kesehatan yang sangat tinggi. Tahun 2015 setidaknya menghabiskan 2,9 triliun untuk pengobatan kanker payudara.

"Karena itu kami akan terus menggalakkan upaya preventif dengan memperluas deteksi dini," jelas Lily.

Program yang sudah dijalankan Kemenkes adalah Sadanis (Periksa Payudara Klinis) yang mencakup deteksi dini kanker payudara dan kanker serviks di Puskesmas.

Sehat Demi Keluarga

Cegah Kanker, Ini Lima Cara Menjaga Kesehatan Payudara

Mengidap kanker payudara bagi seorang wanita, memang bisa meruntuhkan kepercayaan diri. Bukan hanya dialami oleh Linda Gumelar, ibunda dari aktris Chelsea Islan juga merupakan penderita dan survivor kanker payudara.

Sama halnya dengan Linda, semangatnya untuk sembuh sungguh luar biasa. Meski harus kehilangan payudaranya, ia terus berjuang melawan sakitnya, dan menyebarkan semangat untuk para penderita kanker payudara agar terus berusaha untuk sembuh.

COVID-19 Perburuk Kondisi Pasien Kanker, Ahli: Jalan Keluarnya Vaksin

Ya, kanker payudara memang bukan penyakit biasa bagi semua orang, khususnya kaum wanita. Terlebih, kasus tersebut memiliki angka yang cukup tinggi dibandingkan penyakit kanker lainnya.

Sejak didiagnosia mengidap kanker payudara pada 2013, Samantha bertekad untuk sembuh. Bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk suami serta anak-anaknya.

Kasus Kanker Payudara Meningkat, Dokter: Benjolan Dikira Hormonal

Serangkaian pengobatan ia jalani, mulai dari pengobatan medis serta kemoterapi dan radiasi. Tak hanya itu, Samantha juga harus kehilangan payudaranya melalui mastektomi (operasi angkat payudara) karena sel kanker yang telah menyebar di payudaranya.

Di sela-sela perawatannya, ibu kandung dari artis cantik Chelsea Islan itu bersama dua orang temannya, mendirikan komunitas Lovepink dan menjadi ketua sejak Oktober 2013. Kini, ia baru saja terpilih sebagai Healthy Fearless Survivor, di salah satu program penghargaan kesehatan.

"Misi kami karena cinta dengan perempuan lainnya yaitu anak perempuan dan para ibu. Dengan komunitas Lovepink, maka ibu-ibu harus sehat dan peduli pada kesehatannya terutama payudaranya melalui SADARI agar tetap bisa mendampingi keluarganya," ujar Samantha di acara BRAND's Health Awards saat itu.

Survivor yang semangat menjalani hidup sehat tersebut, sangat berpengaruh menularkan semangat positif kepada para pengidap kanker lainnya. Ia sangat aktif dalam mengadakan kampanye pencegahan kanker payudara serta menyebarluaskan kesadaran akan bahaya kanker.

Dengan begitu, Samantha percaya, kesadaran akan rentannya terserang kanker payudara, dapat meningkatkan kewaspadaan para wanita di Indonesia melalui komunitas Lovepink yang telah memiliki 500 anggota tersebut.

Deteksi Dini

Meski semakin banyak pihak gencar mengkampanyekan cegah kanker payudara, namun penyebab kanker payudara secara khusus hingga saat ini masih belum diketahui secara jelas. Meski begitu, ada beberapa kemungkinan yang bisa dideteksi sebagai penyebab kanker payudara, yaitu berat badan tidak terkontrol, konsumsi alkohol, memiliki riwayat kanker payudara sebelumnya,benjolan jinak pada payudara, pengaruh genetika, faktor usia, paparan karsinogen.

Gejala kanker payudarapun dapat dideteksi dengan melihat dan merasakan beberapa indikasi awal seperti adanya benjolan keras atau kulit tebal di area payudara yang mungkin terasa gatal atau bisa jadi hanya terasa sakit ketika ditekan. Gejala lain yang harus diwaspadai termasuk juga adanya pendarahan atau keluarnya cairan tidak dikenal dari puting.

Tak hanya itu, perubahan bentuk puting menjadi lebih masuk ke dalam juga menjadi gejala kanker payudara, termasuk juga saat melihat kulit payudara menjadi keriput dan cenderung kemerahan.

Ketika kanker sudah menyebar, penderita akan merasakan nyeri pada bagian tulang, menurunnya berat badan, dan membengkaknya bagian lengan.

Untuk menghindari semua gejala tersebut Menurut, dr. Riana Rikanti Hakim SpRad (K) Onk, Spesialis Onkologi Radiologi dari Siloam Hospital TB Simatupang, lagi-lagi menyarankan untuk melakukan SADARI. SADARI atau periksa payudara sendiri ini bisa dilakukan dengan mudah. Bahkan, Riana mengatakan bahwa hanya perlu meluangkan waktu selama kurang lebih 5 menit untuk melakukan SADARI.

Di samping itu, Riana juga mengungkapkan ada waktu-waktu terbaik untuk melakukan SADARI di rumah. Dia menganjurkan, paling tidak melakukannya selama satu bulan sekali.

"Kalau misalnya masih menstruasi baiknya 7-10 hari sebelum menstruasi. kalau menopause  baiknya tetapkan awal atau akhir bulan," ungkap Riana saat ditemui di Siloam Hospital TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin 23 Oktober 2017.  

Riana sendiri menjelaskan, saat menstruasi hormon estrogen cenderung tinggi, akibatnya banyak penumpukan di bagian payudara. Hal ini menyebabkan akan sedikit terasa nyeri jika dilakukan pada saat menstruasi.

"Selain itu juga akan lebih nyaman tentunya jika pada saat tidak menstruasi," kata dia.

Riana sendiri menyarankan untuk melakukan SADARI secara rutin setelah menginjak usia 20 tahun. Karena di usia tersebut mempunyai risiko terpapar penyebab kanker yang lebih tinggi.

"Bukannya yang di bawah (usia) itu tidak ada, untuk anak yang menstruasi memang risiko ada, tapi tidak terlalu ganas, jadi memang sampai umur 20 dahulu," ungkap dia.

Tak hanya sekedar melakukan sadari, menjaga pola makan dan pola hidup sehat juga sangat membantu tubuh melawan kanker. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya