Heboh Dana Siluman WNI Rp18,6 Triliun Lewat Stanchart

Gedung Standard Chartered di Jakarta.
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside

VIVA.co.id – Direktorat Jenderal Pajak saat ini tengah mengejar penerimaan negara dari wajib pajak yang ditargetkan dalam APBN-P 2017. Namun, di tengah upaya itu muncul kabar adanya transfer dana yang tergolong besar, yaitu US$1,4 miliar atau setara Rp18,6 triliun milik Warga Negara Indonesia (WNI) dari Guernsey ke Singapura. 

Sandra Dewi jadi Saksi Lagi di Sidang Harvey Moeis Hari Ini

Transfer dana tersebut dilakukan melalui lembaga keuangan asal Inggris, Standard Chartered alias Stanchart, dan saat ini sedang dalam penyelidikan regulator dua negara, yaitu Guernsey dan Singapura. Perpindahan dana tersebut dikarenakan Guernsey menerapkan peraturan pelaporan global untuk data pajak atau Common Reporting Standard, pada awal 2016.

Menurut laman Financial Times, pada Sabtu, 7 Oktober 2017, diketahui nasabah WNI ini terkait dengan militer yang melakukan pindah rekening pada akhir 2015.

Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Gugatan Keberatan Keluarga Rafael Alun soal Perampasan Aset

Seorang karyawan Stanchart mengaku khawatir transfer nasabah orang Indonesia ini kemungkinan memerlukan 'pemeriksaan lebih rinci', karena mereka memiliki hubungan dengan militer serta memiliki aset bernilai puluhan juta dolar.

Namun, dalam laporannya justru pendapatan tahunan mereka 'hanya' puluhan ribu dolar saja. StanChart sendiri menutup operasinya tahun lalu di Guernsey, wilayah yang sering digunakan sebagai tempat persembunyian pajak (tax haven).

Sandra Dewi dan Harvey Moeis Saling Panggil Sayang, Hakim: Mantap deh, Love ya

Seperti gayung bersambut, laporan dana transfer tersebut ternyata sudah diendus oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Di mana laporan tersebut sudah diterima sejak beberapa bulan yang lalu dan sudah diserahkan kepada institusi berwenang untuk ditindaklanjuti lebih lanjut. 

Kepala PPATK, Ki Agus Badaruddin, saat berbincang dengan VIVA.co.id mengungkapkan, PPATK telah menerima laporan tersebut sejak dua atau tiga bulan yang lalu. Dan laporan tersebut diakui masih perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut oleh institusi terkait.

Badar pun tak memungkiri, bahwa dana tersebut merupakan milik warga negara Indonesia.  “Saya belum mau bicara banyak soal itu. Jangan sampai nanti jadi gaduh. Ini masih proses di institusi yang berwenang,” katanya. 

Selanjutnya, Potensi Pencucian Uang

Potensi Pencucian Uang

Sementara itu, besarnya dana yang ditransfer dari negara bebas pajak Guernsey ke Singapura menjadi pertanyaan publik. Di mana dana tersebut ditengarai atau dicurigai sebagai upaya WNI melakukan tindak pidana pencucian uang dan penghindaran atas kewajiban pajaknya di Tanah Air.

Wakil Ketua PPATK, Dian Ediana Rae mengatakan adanya indikasi tindak pidana pencucian uang dari transfer dana tersebut bisa saja terjadi. Namun, hal itu tentu perlu pembuktian lebih dalam dan saat ini langkah itu masih dalam tahap investigasi dan ditelisik oleh otoritas pajak.

Menurut dia, apabila aliran dana tersebut mengindikasikan adanya tindak pidana pencucian uang, maka PPATK akan mengambil langkah sesuai dengan prosedur. Namun, untuk saat ini, hasil penyelidikan PPATK terhadap aliran dana tersebut masih mentah, dan masih akan berlanjut.

“Jangan spekulasi dulu. PPATK masih terus mendalami kemungkinan tindak pidana pencucian uang,” kata mantan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI Jawa Barat, Banten itu.

PPATK, ditegaskan Dian, pun akan terus berkoordinasi dengan otoritas pajak, dan aparat penegak hukum lainnya. Hal ini dilakukan, untuk mengantisipasi jika ada indikasi tindak pidana lainnya dari aliran dana janggal yang disetor oleh warga negara Indonesia itu.

Sedangkan, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso mengatakan pihaknya belum menerima laporan adanya dana janggal yang disetor dari StanChart Bank di Guernsey ke Singapura akhir 2015 yang ditengarai milik WNI.

Menurut dia, bila dana tersebut kemudian dilakukan transaksi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka berapa pun jumlahnya tetap harus dilaporkan kepada PPATK. Apalagi jika jenis transaksi tersebut mencurigakan.

Meskipun tidak merinci, Wimboh mengatakan, pihaknya belum akan memanggil perwakilan StanChart di Indonesia untuk mengklarisifikasi hal ini karena masih terlalu dini. Sehingga, OJK saat ini akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan PPATK untuk mengambil langkah-langkah ke depan.

"Terlalu dini. Kami akan lihat dulu siapa dan kami akan berkoordinasi dengan PPATK," ujarnya.

Selanjutnya, Transfer Dana untuk Ikut Tax Amnesty

Transfer Dana untuk Ikut Tax Amnesty

Simpang siurnya dana transfer yang dilaporkan otoritas Guernsey dan Singapura, ternyata langsung ditelusuri oleh Direktorat Jenderal Pajak dan sejumlah institusi lain di Indonesia. Dalam investigasi tersebut dipastikan tidak ada kaitannya dengan dana militer.

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, dalam konfrensi pers di kantornya, Jakarta, Senin Malam 9 Oktober 2017. Ia menegaskan, aliran dana tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan nama pejabat militer, maupun purnawirawan bekas institusi militer.

“Tidak ada nama pejabat TNI, Polri, atau penegak hukum lainnya, maupun pejabat negara yang berhubungan dengan institusi yang disebut,” kata Ken.

Ia menuturkan, aliran dana yang disetor ke negeri Singa Putih merupakan milik sejumlah pengusaha Indonesia. Mantan Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Perpajakan itu mengatakan, perpindahan aliran dana tersebut murni karena faktor perpajakan.

“Jadi tidak ada pembelian senjata militer, TNI, maupun polri. Uang itu ditransfer karena mau ikut tax amnesty,” katanya.

Meski demikian, Ken enggan menyebutkan secara rinci siapa saja pemilik dana fantastis tersebut. Sebab, hal ini melanggar Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 34, dan pasal 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengampunan Pajak.

Adapun aliran dana yang mencapai Rp18,9 triliun tersebut, lanjut Ken terdiri dari 81 orang yang seluruhnya masuk dalam kategori wajib pajak pribadi. Sehingga, dana tersebut tentunya adalah milik perorangan WNI dan mereka sebagian adalah yang telah mengikuti program tax amnesty.

Saat ini, tegas Ken, dari 81 orang Wajib Pajak itu 62 orang tercatat telah mengikuti program amnesti pajak. Sedangkan sisanya, saat ini masih dalam proses investigasi mendalam.

“Kami follow up, kami cocokkan, apakah sudah ikut tax amnesty atau belum. Apakah sudah memperbaiki SPT atau belum,” katanya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya