Setop Beli Batik Printing!

Proses pembuatan batik tulis menggunakan canting dan malam.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang

VIVA.co.id – Penetapan Hari Batik Nasional diawali dengan masuknya batik ke daftar Warisan Budaya Takbenda The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) dalam katagori Representative List of Intangible Cultural Heritage of Humanity, melalui sidang tahunan Intangible Cultural Heritage UNESCO ke-4 di Abu Dhabi pada 2 Oktober 2009.

Sontak saat itu warga Indonesia dihantam euforia batik. Batik yang dulu dianggap kuno justru dengan bangga dikenakan di berbagai kesempatan dan bahkan didesain sedemikian rupa menjadi busana-busana modern, hingga dijadikan tas, kalung dan beragam aksesori.

Sayang, euforia ini kemudian melahirkan rival yang tak terduga, batik printing. Soal harga, jauh lebih murah. Proses produksinya pun memakan waktu yang lebih singkat.

Tapi batik printing bukan batik, melainkan kain atau tekstil bermotif batik yang diproduksi dengan mesin. Namun, karena harganya murah dan dapat mengikuti permintaan batik yang tinggi, maka batik printing pun kian merajalela di pasaran.

Usaha Batik Tulis Tergilas

Menurut Lien Dwiari Ratnawati, Kasubdit Warisan Budaya Takbenda Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, kemunculan batik printing mematikan usaha batik tulis dan cap.

"Printing kan pakai mesin, cepat banget. Sebulan bisa menghasilkan berbal-bal kain. Sedangkan batik tulis yang bagus membutuhkan proses pengerjaan selama 1-3 bulan, seperti batik kentongan yang dipendam di gentong jadi mahal," ujar Lien saat dihubungi VIVA.co.id via sambungan telepon, Senin, 2 Oktober 2017.

Ia mengatakan, batik tulis standar dengan kain berukuran 2x1,2 meter atau 1,8x1,2 meter, harganya paling murah Rp250 ribu. Sedangkan harga batik printing 1 meternya hanya Rp20-35 ribu.

"Batik printing merusak tatanan kerajinan batik. Sangat disayangkan ada batik printing buatan perusahaan lokal. Tapi parahnya ada juga yang buatan China dan banyak dibeli orang Indonesia," katanya.

Miris, karena yang diakui UNESCO justru bukan kain batiknya, tapi proses pembuatan batik tradisional, yaitu batik tulis yang dibuat menggunakan canting dan malam, serta batik cap. UNESCO mengakui proses membatik seperti itu hanya ada di Indonesia.

Kalau dibedah, nama 'batik' sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Jawa, 'amba' yang artinya 'menulis' dan 'titik' yang artinya 'titik'. Secara harfiah, batik merupakan seni menghias kain dengan ditulis dan diisi dengan titik-titik.

Proses pengerjaan batik dilakukan dengan cara ditulis dengan menggunakan canting dan cap berbahan logam yang dicelupkan ke dalam cairan lilin sebagai pembentuk motif sebelum dicelup ke dalam cairan pewarna baik yang berbahan dasar alami maupun kimia.

"Banyak yang belum tahu kalau yang diakui UNESCO bukan batiknya, melainkan cara membatik menggunakan canting dan malam. Masih banyak yang tidak tahu, karena memang sosialisasinya kurang. Perhatian dan rasa keingintahuan orang juga kurang. Makanya akhirnya mereka enggak bisa membedakan mana batik yang asli, batik tulis dan cap, dan mana batik tiruan alias printing," ucap Lien.

Perajin menyelesaikan pembuatan Batik Cap di Rumah Produksinya

Hal senada diutarakan oleh Laretna T. Adishakti selaku Dewan Pakar Paguyuban Pencinta Batik Indonesia Sekar Jagad. Menurutnya, kemunculan batik printing atau sablon memberi imbas negatif untuk perkembangan batik tulis atau cap.

Padahal Batik Sudah Diakui UNESCO, Sayangnya Pengrajinnya Terus Berkurang

"Batik tidak sekadar simbol atau motif, tapi ada suatu proses di dalamnya. Dalam membuat motif itu juga sebuah kemampuan dan karya tangan yang patut dihargai," kata Laretna.

Dia mengatakan, demi menyejahterakan para pembatik tulis atau cap, sebaiknya konsumen jangan membeli batik printing. Itu lantaran batik printing merusak citra seni membatik yang sesungguhnya.

Hadiri Acara Trophy Tour Piala AFF Pakai Batik, Shin Tae-yong Bilang Fans Indonesia Itu ....

Hal tersebut juga seharusnya menjadi komitmen warga Indonesia demi menjaga batik sebagai warisan budaya, yakni dengan mengedepankan batik yang dibuat dengan teknik dan proses membatik tradisional.

"Sebenarnya batik itu dulu dapat dikatakan sangat berkembang. Namun, hancur karena tiba-tiba keluar printing yang merusak harkat hidup seniman pembatik," ujar Laretna.

Para Calon Menteri Prabowo Kompak Kenakan Batik Cokelat Tua Datang ke Istana

Selanjutnya...

Kenali Cirinya

Lalu, bagaimana cara membedakan batik printing dan batik tulis serta cap?

Anita, seorang pembatik asal Pekalongan mengatakan, motif batik tulis biasanya tidak simetris. Ukurannya pun tidak akan bisa sama persis, karena dikerjakan manual. Kemudian motifnya kain bagian depan dan belakang sama karena pembatikan dilakukan pada kedua sisi.

"Lalu aroma batik tulis sangat khas karena umumnya menggunakan pewarna alami," ucap Anita.

Pewarna alami itu pula yang membuat warna batik tulis tidak begitu terang, tapi agak kusam.

Sementara batik cap, menurutnya, motifnya biasanya lebih sederhana dan berulang. Ciri lainnya adalah warna kain pada bagian depan lebih pekat ketimbang bagian belakang. Aroma malamnya juga sangat khas.

Untuk batik printing, ciri khasnya adalah motif yang rapi dan simetris, bahkan terbilang sempurna. Lalu tak akan tercium aroma malam pada kainnya. Warnanya pun umumnya cerah dan menyala karena menggunakan pewarna kimia.

"Bagian belakang batik printing juga warnanya tidak tembus atau tampak polos," katanya.

Batik tanah liek atau tanah liat khas Minangkabau produksi Wirda Hanim di Kota Padang, Sumatera Barat.

Selanjutnya...

Lebih dari Selembar Kain

Layaknya kehidupan, batik bukan soal semakin banyak orang yang memakai batik atau bagaimana memenuhi permintaan pasar yang tinggi, melainkan menghargai rangkaian proses membatik yang rumit dan makna di baliknya. It’s the journey, not the destination. Proses, bukan tujuan.

Membatik merupakan bentuk pengetahuan tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya melalui proses pembelajaran. Dalam proses membatik, juga terdapat nilai-nilai sosial, di mana kesabaran dan ketelitian menjadi kunci utamanya.

Ada alasan mengapa batik dikategorikan sebagai Warisan Budaya Takbenda. Karena batik lebih dari sekadar selembar kain dengan motif dan cara pembuatan tertentu. Ada makna filosofis yang terkandung di dalamnya.

Batik telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, khususnya di daerah-daerah penghasil batik. Sejak proses kelahiran seorang anak sampai kematiannya, batik menjadi bagian dari siklus kehidupan masyarakat pendukungnya.

Bicara batik juga bukan melulu tentang kain, motif serta cara pembuatannya. Bicara batik berarti juga bicara tentang komunitas pembatik. Mereka yang menggantungkan ekonomi dan kehidupan dengan membatik.

Memang benar Indonesia mengusulkan batik untuk masuk daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO tahun 2008 silam, sebagai upaya pemerintah untuk melindungi dan mengembangkan warisan bangsa Indonesia.

Tetapi yang menjadi tujuan utama diakuinya batik oleh UNESCO adalah bagaimana batik sebagai pengetahuan dan karya budaya ditransmisikan pada generasi-generasi yang akan datang, sehingga pengetahuan ini dapat terus lestari. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya