Menyulap 4G Seramai Demam Batu Akik
- Halomoney
VIVA.co.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika ingin mempercepat proses migrasi pengguna jaringan layanan 2G ke 4G. Namun, sepertinya proses tersebut masih akan melalui jalan cukup panjang.
Karena, sejumlah masalah yang dihadapi masih belum terpecahkan. Salah satunya masih banyaknya pengguna yang memakai jaringan 2G.
Padahal, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengeluh bila ongkos produksi sebuah jaringan 2G sangat mahal. Oleh karena itu, ia mendorong peralihan teknologi 2G ke 3G maupun 4G, lantaran beban biaya telekomunikasi bisa lebih ringan.
Pakar telekomunikasi dari masyarakat telematika Indonesia, Nonot Harsono, menuturkan, tantangan pemerintah dan para penyedia jaringan 4G adalah bagaimana menciptakan the real needs dari 4G yang bukan sekadar untuk convenience and satisfaction.
Ia melanjutkan, salah satu cara adalah pemerintah bisa membuat program pembinaan e-UKM yang lebih nyata dengan pelatihan literasi teknologi dan subsidi gawai/gadget.
"Saya dengar ada lebih dari 100 ribu UKM (usaha kecil menengah) yang bisa diprovokasi untuk menggunakan teknologi 4G hingga seramai demam batu akik beberapa waktu lalu," ungkapnya.
Dosen Politeknik Elektronika Negeri Surabaya ini melanjutkan, pemerintah juga harus tegas membuat regulasi yang isinya membatasi atau menghentikan pemakaian frekuensi 2G.
Faktanya, saat ini sekitar 60-70 persen masyarakat Indonesia masih menggunakan layanan 2G, yang hanya digunakan untuk telepon (voice) dan pesan singkat (SMS).
Butuh Lima Tahun
Ia menambahkan, bila angka 60-70 persen pengguna ternyata belum beralih ke 4G, itu benar adanya. Nonot menyebut karena ada dua penyebab.
Pertama, karena suplai layanan 4G penetrasinya masih kecil, baik cakupan maupun kepemilikan handset 4G pada pengguna yang mungkin karena willingness to buy atau daya beli dari mayoritas lapisan masyarakat masih kurang.
Kedua, kebutuhan masyarakat akan layanan 4G memang belum tumbuh. Ia menuturkan, perangkat 4G dengan harga terjangkau memang sangat dibutuhkan untuk memuluskan rencana migrasi pengguna 2G ke 4G.
Menurut Hartadi Novianto, selaku Head of Device Sourcing and Management PT Smartfren Telecom Tbk, pada kuartal I-2017, pengguna layanan 2G dan 3G sekitar 120 juta.
"Jumlah ini turun dari periode yang sama tahun lalu yang masih di kisaran 140 juta pengguna," kata dia kepada VIVA.co.id. Sementara itu, untuk pengguna layanan 4G, pada kuartal I-2016 maupun 2017, masih di bawah 100 juta.
Meskipun begitu, Hartadi mengaku belum mengetahui persis angka pasti para pengguna 4G. "Meningkat atau tidaknya pengguna layanan 4G, salah satunya, tergantung dari penetrasi BTS (base transceiver station) masing-masing operator dan teknologi smartphone yang sudah ada 4G," tutur dia.
Terkait pengguna smartphone 4G, sepanjang Januari-Desember tahun ini, Hartadi memprediksi meningkat hingga 80 persen. Adapun, periode yang sama tahun lalu sudah mencapai 50 persen.
"Nah, sampai dengan semester I-2017, jumlah pengguna smartphone 4G mencapai 65-70 persen," paparnya. Nonot memperkirakan pasar layanan 2G akan migrasi ke 3G atau 4G membutuhkan waktu hingga lima tahun.
Selanjutnya, Hape Jadul Teknologi 4G
Hape Jadul Teknologi 4G
Untuk memuluskan proses migrasi pengguna 2G menuju 4G, maka perlu diperhatikan ketersediaan ponsel 4G yang murah. Idealnya, harga ponsel 4G agar bisa diterima pasar menengah bawah berkisar US$250 (Rp3,33 juta).
Karena, daya beli rata-rata pengguna 2G yang kebanyakan dari kelas menengah bawah hanya maksimal mampu membeli ponsel seharga US$125 (Rp1,66 juta). Nonot menegaskan, ponsel 4G murah di Indonesia bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan.
Karena saat ini, beberapa vendor dan pabrikan ponsel telah mulai memproduksi ponsel 4G murah dengan kisaran harga Rp500 ribu. Senada dengan Nonot, Hartadi mengungkapkan bahwa pihaknya akan merilis feature phone berkemampuan 4G akhir September mendatang.
Hartadi mengklaim bahwa produknya ini yang pertama di Indonesia yang memakai 4G dan harganya di bawah Rp500 ribu. Feature phone yaitu jenis ponsel lama (jadul) yang layarnya masih memakai keypad yang fungsi pakainya hanya bisa telepon dan SMS.
"Kalau mau disejajarkan, ya, mirip Nokia 3310. Smartphone kan sudah touch screen. Tapi saya jelaskan di sini, untuk kualitas kita tidak turun," jelas Hartadi. (art)