Ambisi Mobil Murah Jilid Dua Ramuan Jokowi
- ANTARA/Ujang Zaelani
VIVA.co.id – Napas mobil murah di bumi Nusantara sepertinya bakal bertambah panjang. Ini dipastikan setelah Pemerintahan Joko Widodo mulai meramu proyek terbaru bertajuk mobil murah jilid kedua. Proyek tersebut merupakan lanjutan dari program presiden sebelumnya yang dicanangkan Susilo Bambang Yudhoyono, low cost and green car (LCGC) atau Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar (KBH2) pada 2013 lalu.
Menurut skema, LCGC jilid kedua bakal ditawarkan sebagai mobil yang jauh lebih irit bahan bakar ketimbang LCGC tahap pertama. Artinya jika dalam aturan LCGC sebelumnya kendaraan wajib memiliki efisiensi bahan bakar 20 kilometer per liter, kini pada program jilid kedua akan lebih dari itu.
Sikap pemerintahan Joko Widodo yang tampak agresif dengan proyek LCGC memang agak mengejutkan. Sebab dahulu, sewaktu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi adalah orang yang paling keras menolak hadirnya mobil murah. Jokowi menganggap program LCGC merupakan kebijakan yang keliru, karena khawatir justru akan menambah kemacetan di kota-kota besar termasuk Jakarta.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronik, Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan, punya jawaban mengapa pemerintah memiliki alasan kuat di balik rencana LCGC jilid kedua. Ini berkaitan dengan isu lingkungan, di mana tiap kendaraan yang diproduksi nantinya bisa menghasilkan emisi gas buang rendah dan menekan polusi.
Selain itu diharap proyek ini juga bisa menjadi pemantik produksi kendaraan listrik di dalam negeri, di mana banyak negara juga sudah mulai menerapkannya.
Tetapi tahapan rencana mobil murah jilid kedua masih dalam proses. "Saat ini struktur PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah) masih dibahas bersama Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu," kata Putu kepada VIVA.co.id di Jakarta, Kamis 13 September 2017.
Di balik itu semua, LCGC memang turut menopang perekonomian Indonesia. Sebagai fakta, tengok saja penjualan wholesales LCGC secara nasional di kuartal pertama 2017, berhasil tembus 120 ribuan unit. Padahal pada periode yang sama tahun lalu, 89 ribuan unit. Penjualan mobil penumpang sepanjang 2016 juga disumbang LCGC sebanyak 228.800 unit dengan pertumbuhan sebesar 38,3 persen.
Artinya memang menjadi cara yang aman bagi pemerintah untuk menggenjot perekonomian, salah satunya melalui proyek LCGC. Apalagi proses produksi LCGC, 80 persen suku cadangnya berasal dari dalam negeri, sehingga mampu menyerap banyak sekali tenaga kerja.
Selanjutnya... Kapan Meluncur?
***
Kapan Meluncur?
LCGC tahap kedua berbeda jalur dengan program otomotif lainnya yang diinisiasi pemerintah, yakni Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) atau kendaraan rendah emisi yang digadang siap booming pada 2025. Walau program LCEV terus berjalan, LCGC tahap kedua juga terus berjalan beriringan.
Menariknya meski bakal hadir edisi keduanya, namun pemerintah masih akan terus mempertahankan program LCGC jilid pertama. Bila LCEV akan fokus pada mesin di atas 1.200cc, LCGC jilid kedua nantinya akan fokus pada mesin 800 sampai 1.000cc. Selain itu harga yang ditawarkan pada konsumen juga diproyeksikan lebih murah ketimbang LCGC saat ini.
"Masih tetap dipertahankan (LCGC jilid pertama). Kalau pembahasan dengan Kemenkeu selesai, kami akan sosialisasikan dengan APM dan lainnya. Kalau masalah harga (LCGC jilid kedua), bukan kami yang menentukan," katanya menjelaskan.
Di lain pihak, beberapa agen pemegang merek di Tanah Air menyatakan kesiapannya untuk mendukung program terbaru pemerintah. Sebenarnya rencana ini sudah terendus sejak 2016 lalu. Namun baru timbul setelah ada beberapa keterangan dari pihak Kemenperin pada wartawan baru-baru ini.
Executive General Manager PT Toyota Astra Motor, Fransiscus Soerjopranoto, mengatakan, pemerintah telah bersungguh-sungguh dengan program terbarunya itu. Dengan demikian sudah sepatutnya bagi produsen otomotif melihat kebijakan pemerintah sebagai sesuatu yang harus didukung.
"Ada keinginan dari Pak Jokowi selaku presiden Indonesia untuk bisa menghadirkan teknologi yang lebih maju seperti EV atau Electric Vehicle. Tentunya ramah lingkungan dan hemat energi. Hal ini sudah disampaikan ke fungsi terkait. Intinya pelaku industri akan membantu untuk mempersiapkannya," kata Soerjo kepada VIVA.co.id.
Tetapi Toyota belum bisa memastikan kapan rencana itu terealisasi, karena hingga kini masih dalam tahap pembicaraan lintas kementerian. Untuk mempersiapkan ke arah sana, pemerintah kemudian menyiapkan teknologi yang bakal jadi perantara sebelum mencapainya, yakni LCGC jilid kedua, di mana akan ada kebijakan-kebijakan dari kementerian terkait kepada produsen seperti soal insentif dan lain sebagainya.
Selanjutnya... Proyek Besar
***
Proyek Menjanjikan
Mobil LCGC memang terus menjadi primadona penjualan di Tanah Air. Tetapi tentu ada hitung-hitungan sendiri bagi produsen untuk kembali menciptakan produk terbaru seperti yang tengah dicanangkan pemerintah.
Ini terpaut dengan persyaratan, termasuk bagaimana potensi pasar yang perlu distudi secara lebih lanjut oleh para pabrikan otomotif. Walau begitu LCGC tentu dianggap tetaplah sebagai produk yang memiliki potensi besar. Mengingat harga jualnya yang terjangkau dan sejumlah diferensiasi positif seperti efesiensi bahan bakar.
Andai nantinya program ini terlaksana, pabrikan harus mengkondisikan terlebih dahulu agar kendaraan-kendaraan tersebut juga bisa diekspor ke negara lain.
"Kalau kami sendiri melihatnya saat sudah produksi, mobil ini tidak hanya digunakan untuk pasar domestik. Contoh mobil LCGC kami Wagon R mengikuti kebijakan tahun 2013 yang lalu, tapi kita juga menyasar ekspor. Kalau kita bicara produksi kita tidak hanya melihat pasar domestik tapi ekspor juga. Karena kami sudah melakukan itu," ujar Direktur Pemasaran PT Suzuki Indomobil Sales, Divisi Roda Empat, Donny Saputra kepada VIVA.co.id.
Sejauh ini para produsen otomotif memang masih menunggu sosialisasi pemerintah. Tetapi mereka sebenarnya ingin tahu apakah LCGC jilid kedua memang bakal menjadi kendaraan hemat bahan bakar yang terjangkau atau punya parameter lain.
Namun jika bicara potensi pasar, tentu menjanjikan. Apalagi jika mereka diuntungkan karena produk-produk itu bisa digunakan untuk pasar ekspor. "Kalau kami melihatnya dari beberapa sisi, yaitu menambah volume produksi karena ada potensi market. Jadi memang rata-rata yang beli adalah orang yang pertama punya mobil. Kami tidak bicara menguntungkannya, tapi potensinya besar," tutur Donny.
Sedangkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengaku belum mengetahui rencana KBH2 jilid kedua. Sepertinya memang menjadi hal yang mahfum, mengingat rencana masih dalam pembahasan di tataran pemerintah.
"Saya terus terang belum menguasai secara detail ya rencana pemerintah yang itu. Tapi kalau bicara LCGC sampai saat ini kan masih berjalan dengan baik. Terus terang yang rencana itu saya belum kuasai," kata Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi kepada VIVA.co.id.
Meski demikian dia menganggap rencana menghadirkan LCGC jilid kedua sebaiknya tak dikaitkan dengan kondisi kemacetan yang akan makin parah nantinya. Sebab hubungan penjualan mobil dengan kemacetan dinilainya tak terlalu relevan. Dia memberi contoh di Jepang, yang negaranya kecil dan berpenduduk 120 juta orang, penjualan mobilnya mencapai lima juta unit satu tahun.
Sementara di Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 250 juta jiwa, dan dengan wilayah yang lebih besar namun penjualan mobilnya hanya 1,1 juta unit per tahun. "Jadi kalau bicara macet ya cuma Jakarta saja. Begini, kayak di Jepang transportasi massal bagus, tapi ya orang atau rakyatnya tetap beli mobil." (one)