Menguak Kebohongan ISIS, Islam Bukan Teror
- ANTARA/Reuters
VIVA.co.id –  "Kebusukan semua di situ," tutur Difansa dengan tegas. Dua bola matanya langsung membuang pandangan ke arah lain. Tak lama, sembari berdesis mengeluh, ia menggelengkan kepala dan kemudian menundukkan wajahnya.
"Sadarkanlah mereka, bahwa Islam itu bukan teror," sambung perempuan berusia 31 tahun itu sembari menurunkan volume suaranya.
Difansa Rachmani, demikian nama ibu tiga anak ini diketahui. Dua tahun silam, ia nekat ke Suriah untuk bergabung bersama ISIS. Mimpinya soal khilafah yang menawarkan kedamaian dan kesejahteraan membutakan hati dan matanya.
Namun sial melanda, dua tahun Difansa terpaksa bertahan dalam neraka ISIS. Semua mimpinya buyar. Apa yang dibacanya dari internet soal ISIS ternyata hanyalah kebohongan.
Hari demi harinya dipertontonkan dengan pembunuhan, kekerasan, saling hujat serta bergosip antar sesama wanita. Buruknya lagi, bagi yang lajang maka akan menjadi bak barang pemuas kebutuhan seksual para militan ISIS. FOTO: Difansa Rachmani, deportan ISIS yang kini kembali ke Indonesia/BNPT doc
"Di sana ada jihad nikah. Menikah itu jadi seperti lomba. Jadi habis menikah satu, terus menikah kedua sampai yang keempat, cerai dan menikah lagi," ujar Difansa yang diceritakannya kepada Badan nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dalam rekaman video yang diunggah, Senin, 11 September 2017.
Nasib serupa juga membekas di kepala Heru Kurnia. Pria kelahiran Jakarta pada 1962 silam ini, mengenang kisah kelamnya selama di Suriah tak lebih sebagai tontonan kekejian.
"Takut kita di sana. Ada orang yang telah dieksekusi (dipenggal). Kepalanya dibuat mainan anak-anak. Kepalanya ditendang-tendang," ujar Heru dengan mata menerawang.
Dengan rambut yang telah panjang dan menutupi telinga, kantung mata Heru terlihat membengkak. Ia mengaku betul-betul tak menyangka apa yang dilihatnya di Suriah telah membuka matanya. "Orang sudah mati aja digituin. Saya melihatnya mual," ujar Heru.
Kesaksian mereka yang pernah terjerumus dalam aktivitas ISIS di Suriah ini, bukan cuma satu atau dua. Dalam video yang diunggah BNPT, terdapat sejumlah orang yang menyampaikan kesaksiannya.
Hanya memang tak seluruh kesaksian ini VIVA.co.id tulis. Apa yang diungkap cuma sebagai perwakilan dari kesaksian 18 orang WNI yang dipulangkan ke Indonesia pada awal Agustus lalu.
Mengejar Mimpi
FOTO: ILustrasi/Militan ISIS
Â
Dalam sebuah laporan yang pernah dirilis Kementerian Dalam Negeri Turki pada Juli 2017, negara ini mengaku telah menangkap 4.957 militan asing yang terlibat ISIS.
Dari jumlah itu, ada dua negara terbanyak yang menjadi 'pengekspor' para militan, yakni Rusia dengan 804 orang, dan kedua Indonesia, dengan jumlah mencapai 435 orang.
Tak ada yang mengetahui persis berapa data pasti orang Indonesia yang berbondong-bondong ke ISIS. Ada yang menyebut jutaan, ada juga yang ratusan.
Namun fakta memang menunjukkan bahwa tidak sedikit orang Indonesia yang bersimpati dengan ISIS. Mereka nekat menjual segalanya dan meninggalkan apa pun demi harapan mereka soal ISIS yang tersebar di internet.
Atas itu, segala cara pun dilakukan. Salah satunya lewat bantuan penyelundup atau lewat negara ketiga. Umumnya mereka bersama keluarga akan menempuh jalan ini demi tiba di Suriah.
Karena itu, pernah disebutkan bahwa ada sekira 2 persen kekuatan milisi ISIS di Suriah menggunakan orang Indonesia. Maklum jika ditotal sejak 2012, ada 12 ribu WNI yang telah dipulangkan dari Suriah.
Meski tak semuanya terlibat ISIS. Namun data terakhir estimasi Kementerian Luar Negeri masih tersisa dua ribu orang lagi di Suriah.
Dari jumlah itu, diperkirakan seperempatnya mereka yang masuk dalam aktivitas terorisme. "Ada sekitar 500 WNI yang kini tinggal di luar negeri, diduga kuat masuk dalam jaringan sel-sel radikalisme termasuk ISIS," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, akhir April lalu.
Berapa pun itu, yang jelas saat ini dengan adanya kesaksian para WNI yang telah tiba kembali di tanah air atas kisah mereka di Suriah, mempertegas bahwa ISIS hanyalah menebar mimpi.
Harapan hidup di negara Islam seperti yang diidam-idamkan orang Indonesia yang bersimpati kepada ISIS, tak lebih sebagai propaganda untuk merekrut militan baru.
"Yang saya lihat dari ISIS itu hanya tiga hal yang mereka kejar, mereka hanya mengejar kekuasaan, mengejar harta, dan wanita. Itu nyata sekali," ujar Difansa Rachmani, seorang WNI yang kini melarikan diri dari ISIS.
Bagaimana kita memandang?
FOTO: Ilustrasi WNI yang pulang dari Suriah
ISIS dan segala propagandanya memang mesti menjadi perhatian. Dan soal orang Indonesia yang disebutkan banyak di Suriah, perlu diingat tak semuanya terkait ISIS.
Banyak faktor yang membuat mereka berada di Suriah. Namun khusus bagi mereka yang tertangkap otoritas Turki karena hendak menembus atau sudah masuk ke Suriah, dan kini dideportasi kembali ke Indonesia, tetap patut diwaspadai.
Bisa jadi, ada yang kini menyesali dan meratapi kebodohan mereka usai nekat bergabung dengan ISIS. Seperti yang diakui dalam kesaksian mereka di video yang diunggah BNPT.
Namun, diantara itu bisa jadi ada juga yang justru masih menaruh dendam dan semangat untuk berjihad seperti pemahamannya yang didapat soal ISIS.
"Mereka memiliki potensi bahaya luar biasa. Mereka tidak lagi sama seperti sebelumnya," ujar Kepala BNPTÂ Suhardi Alius beberapa waktu lalu. "Bahkan anak-anak mereka sudah tidak lagi main layang-layang, melainkan main senjata."Â
Alius berpendapat, saat ini secara global memang tengah merebak soal para militan asing atau Foreign Terrorist Fighter (FTF). Mereka adalah orang-orang dari negara lain, ikut berperang dan kemudian kembali ke negaranya.
Data BNPT, sejauh ini sudah ada 49 orang Indonesia yang terbukti sebagai militan ISIS dan kini telah dideportasi kembali ke Indonesia. "Itu hanyalah puncak gunung es. Artinya di bawah mereka masih ada banyak lagi," kata Alius.
FOTO: Seorang warga menyaksikan dampak ledakan bom bunuh diri di halte busway Kampung Melayu Jakarta Timur beberapa waktu lalu
Ya, bisa jadi dari mereka yang pulang ke Suriah dan pernah terlibat peperangan ISIS bukanlah orang sembarangan. Sangat mungkin mereka memiliki kemampuan senjata atau pun bom yang bisa saja mengancam atau menumbuhkan sel teroris baru di Indonesia.
Namun demikian, tak bisa juga diabaikan mengenai mereka yang telah menyesali perbuatannya. Bisa jadi merekalah yang bisa membantu membentengi warga yang hendak ke Suriah atau ISIS.
Pengalaman buruk mereka, bisa menjadi pelajaran penting sekaligus menjadi pesan kuat bahwa ISIS itu tak seperti yang dibayangkan oleh mereka yang kini bersimpati.
Seperti yang disampaikan oleh Difansa, "Saya yakin ISIS pasti hancur. Insya Allah pasti hancur. Karena mereka bukan untuk menegakkan kalimat allah. Allah benci sama mereka." (umi)