Cari Untung Ala Integrasi Tarif Tol Jagorawi
- VIVA.co.id/Siti Ruqoyah
VIVA.co.id –Integerasi pembayaran tarif tol Jagorawi telah berlaku sejak 8 September lalu. Kini mobil pribadi yang masuk kategori golongan I, jauh atau dekat harus membayar Rp6.500 sekali perjalanan.
Kebijakan tarif ini juga disesuaikan untuk seluruh golongan. Secara rinci perubahannya yaitu golongan II menjadi Rp9.500, golongan III Rp13 ribu, golongan IV Rp16 ribu, dan golongan V menjadi Rp19.500.
Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk, Desi Arryani mengatakan, upaya ini merupakan keputusan menteri PUPR. Pihaknya selaku Badan Usaha Jalan Tol Jagorawi hanya menjalankan apa yang menjadi keputusan dari pemerintah.
Diketahui bahwa penerapan integerasi pembayaran tol tersebut tertuang di lampiran Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 692/KPTS/M/2017 tentang Penetapan Tarif dan Perubahan Sistem Transaksi Pembayaran Tol pada Tol Jagorawi. Besaran tarif tol dikenakan berbeda untuk setiap golongan.
Namun, Desi mengklaim, keputusan ini sejatinya dikeluarkan untuk mengatasi permasalahan kemacetan yang sudah kronis di ruas tersebut. Karena dengan sistem ini, transaksi pembayaran hanya dilakukan satu kali, pada saat masuk atau keluar pintu tol tersebut.
"Ini mengulangi yang kami lakukan seperti di ruas Jakarta-Tangerang. Mengurangi kemacetan di Cibubur Utama dan Cimanggis yang mengekor panjang," kata beberapa waktu lalu.
Sebelumnya juga Jasa Marga telah menyatukan tarif tol Jakarta Tangerang sehingga jauh dekat menjadi Rp7.000 untuk golongan 1. Penyatuan tarif tol ini juga mendapat reaksi keras dari masyrakat karena jarak yang terdekat biasanya hanya membayar Rp2.500 menjadi Rp7.000.
Alasannya adalah untuk mengurai kemacetan di Pintu Tol Karang Tengah, namun kenyataannya kemacetan masih saja terjadi terutama di pintu tol keluar mulai dari Kunciran hingga ke Karawaci.
Hal senada diungkapkan Kepala Badan Pengelola Jalan Tol, Herry Trisaputra Zuna. Menurutnya, kemacetan di ruas tersebut akan terurai karena beberapa gerbang tol yang berada di tengah ruas itu akan ditutup.
Seperti diketahui, pada integrasi ini, pembayaran di Gerbang Tol Cibubur dan Gerbang Tol Cimanggis bakal dihilangkan.
"Jadi kalau mau ke Bogor enggak usah berhenti lagi di tengah-tengah," ujarnya kepada VIVA.co.id, Senin 11 September 2017.
Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia, Djoko Setijowarno meragukan upaya tersebut dapat mengurai kemacetan di ruas tol tersebut.
Sebab, sebagai tol tertua di Indonesia yang menghubungkan beberapa daerah penyangga ke Ibukota, Jagorawi memegang peranan penting. Apalagi, kondisi jalan nasional yang menghubungkan Jakarta-Bogor-Ciawi sudah lebih padat dibandingkan ruas tol tersebut.
"Karena tol (Jagorawi) sudah jadi jalur utama warga," ujarnya ketika berbincang dengan VIVA.co.id, Senin 11 September 2017.
Siapa yang untung?
Penerapan kebijakan satu harga di ruas Jagorawi ini menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Karena, tidak memenuhi unsur keadilan bagi semua pihak dan cenderung hanya menguntungkan bagi Jasa Marga sebagai pengelola. "Meningkatkan pendapatan (Jasa Marga),” ujar Djoko
Di sisi pengguna, jelas, kebijakan ini hanya menguntungkan pengguna jarak jauh. Bagi yang jarak dekat, kesetaraan tarif ini sangat merugikan, apalagi di beberapa ruas yang tersambung dengan jalan tol lain dan tidak dikelola oleh Jasa Marga.
Sebagai contoh, di ruas penghubung yang menuju jalan tol Cinere Jagorawi (Cijago) misalnya. Hasil penelusuran VIVA.co.id setelah kebijakan itu diterapakan, kini ada gerbang keluar tol baru antara Gerbang Tol Cibubur Utama menuju Cijago.
Artinya dari Jakarta ke Depok saat ini harus membayar dua kali dengan total Rp11 ribu sekali jalan, yaitu di gerbang pintu keluar Jagorawi sebesar Rp6.500, dan pintu keluar Cisalak dengan tarif Rp4.500. Sebelumnya, untuk melewati jalur itu tarif tol yang dikenakan hanya Rp8.000 yang dibayar di gerbang tol Cisalak, ruas tol Cijago.
Begitu pula sebaliknya, dari pintu masuk Cisalak yang sebelumnya tidak dipungut tarif kini dipungut tarif. Kemudian di pintu masuk Jagorawi, juga dipungut tarif dengan total keduanya sebesar Rp11 ribu.
Dengan perhitungan tersebut, ada kemungkinan pendapatan Jasa Marga terkerek karena kebijakan ini. Ruas-ruas jarak pendek yang sebelumnya tidak dikenakan tarif kini harus membayar sesuai dengan aturan baru.
Menanggapi hal tersebut BPJT menurut Herry menegaskan, pihaknya memastikan kebijakan ini tidak akan berpengaruh pada pendapatan Jasa Marga. Karena ketika memformulasikan kebijakan ini, pendapatan perseroan menjadi salah satu komponen utama pertimbangan penetapan tarif baru.
“Pendapatan ini jadi kunci. Jadi pendapatan sebelumnnya jadi acuan, dengan pendapatan yang sama kita minta bangun diri sentul ke ringroad, dan rapihkan fasilitas,” tegasnya.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengatakan, terkait kebijakan ini, terdapat tiga aspek yang harus disoroti. Pertama, menyangkut formulasi tarif yang harus diaudit dan transparan.
Hal ini untuk meyakinkan pengguna jalan tol bahwa kebijakan tarif yang diterapkan memenuhi unsur keadilan. Selain itu, anggapan masyarakat mengenai dugaan adanya kenaikan tarif yang tidak sesuai aturan bisa terbantahkan.
"Jika pendapatan PT Jasa Marga pada ruas Jagorawi mengalami kenaikan berarti ada kenaikan tarif terselubung. Dan hal ini bisa dikategorikan melanggar regulasi," kata Tulus melalui keterangan tertulis pada Jumat 8 September 2017.
Tarif Jagorawi juga dinilai tidak adil, menurut Tulus, karena cenderung memberatkan pengguna jalan tol terutama yang jarak pendek seperti pintu tol TMII, Cibubur, dan Sentul. Sementara itu, untuk yang jarak jauh, dinilai terlalu murah.
"Terlalu ringan atau murah untuk pengguna tol gate Bogor karena hanya Rp6.500," ujarnya.
Tarif murah untuk pengguna jarak jauh itu dinilai kontraproduktif bagi pengguna transportasi umum seperti KRL Commuter line yang tarifnya hampir mendekati jumlah itu. Sangat mungkin pengguna KRL akan bermigrasi ke pengguna tol karena tarif tolnya tidak jauh beda dengan tiket Commuter.
"Jika ini terjadi maka Jakarta akan makin macet. Bahkan formulasi tarif tol Jagorawi akan mengakibatkan LRT Cibinong-Jakarta mati suri karena tidak laku. Akibatnya LRT yang dibangun dengan tujuan untuk mengatasi kemacetan di Jakarta tidak akan efektif karena tidak laku," tambahnya.
Pendapatan jadi jaminan utang
Kamis 31 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan bangga mengumumkan penerbitan surat berharga berbasis aset (sekuritisasi aset) PT Jasa Marga.
Aset yang jadi jaminan produk investasi surat berharga pendapatan ini diberi nama KIK EBA Mandiri JSMR01 adalah ruas jalan tol Jagorawi. Tapi jaminan itu bukan berupa infrastruktur jalan tolnya, melainkan pendapatan yang dihasilkan dari jalan tol tersebut.
Pengelolaan produk investasi tersebut, bekerja sama dengan PT Mandiri Tbk sebagai manajemen investasi dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk yang juga bertindak selaku Bank Kustodian serta PT Mandiri Sekuritas yang bertindak selaku arranger.
Produk ini disebut mendapatkan apresiasi sangat positif dari publik. Hal itu terlihat dari tingkat permintaan yang mencapai Rp5,1 triliun atau setara dengan 2,7 kali dari total nilai penerbitan surat berharga tersebut.
Tidak heran, antusias publik membludak untuk berinvestasi di produk ini. Mengingat, pendapatan yang dikantongi Jasa Marga dari Jagorawi 100 persen masuk ke kas perusahaan, karena ruas itu sudah dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah.