Melindungi Warisan Nenek Moyang

Candi Borobudur.
Sumber :
  • REUTERS/Andreas Fitri Atmoko/Antara Foto

VIVA.co.id – Memiliki 1.340 suku bangsa membuat kekayaan budaya Indonesia begitu luar biasa. Hingga saat ini, cukup banyak Warisan Budaya Indonesia yang sudah diakui dunia, melalui The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Persoalan Bangunan Tugu Hotel Tua Jakarta Disorot, Ini Alasannya

Program Warisan Dunia UNESCO sendiri bertujuan menarik perhatian tentang pentingnya melindungi Warisan Budaya yang telah diidentifikasi sebagai komponen penting, dan suatu kumpulan keragaman budaya dan ekspresi kreatif.

Perlu diketahui, Warisan Budaya terbagi menjadi dua, Benda dan Takbenda. Warisan Budaya Benda atau disebut Cagar Budaya adalah hasil kebudayaan yang bisa dilihat dan dirasakan dengan mata dan tangan, misalnya berbagai artefak atau situs yang ada di sekitar kita, mulai dari candi, arsitektur kuno dan lain lain.

Hilmar Farid: PR Kita Masih Banyak Terutama Soal Perlindungan Cagar Budaya

Sementara Warisan Budaya Takbenda tak bisa dilihat dengan mata, maupun dirasakan dengan tangan, namun ada di sekitar kita. Contohnya adalah tradisi lisan dan ekspresinya, seni pertunjukan, ritual perayaan dan festival, keterampilan serta pengetahuan.

Cagar Budaya Indonesia yang sudah diakui UNESCO sendiri sudah cukup banyak, di antaranya Candi Borobudur, Candi Prambanan, Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Ujung Kulon (1991), Situs Manusia Purba Sangiran (1996), Taman Nasional Lorentz (1999), Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera (2004) dan Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana (2012).

Tiket Museum Terlalu Murah, Pengunjung Bakal Dapat Pengalaman Murahan? Penggiat Angkat Bicara!

Sistem irigasi subak di Pulau Bali.

Lanskap Budaya Provinsi Bali: Sistem Subak sebagai Manifestasi Filosofi Tri Hita Karana

Sedangkan Warisan Budaya Takbenda meliputi Wayang, Keris (2008), Batik dan Program Pendidikan dan Pelatihan tentang Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), Noken Papua (2012) serta Tiga Genre Tari Tradisional Bali (2015).

Tahun ini pemerintah tengah mengajukan Kota Tua Jakarta dan Sawahlunto sebagai Warisan Dunia. Sementara untuk Warisan Budaya Takbenda, yang diajukan tahun 2017 adalah Kapal Pinisi dari Sulawesi Selatan, dan Pantun akan diajukan tahun 2018 bersama dengan Malaysia sebagai Warisan Budaya Multinasional.

Banyak orang yang lantas mengira bahwa mendaftarkan Warisan Budaya kepada UNESCO merupakan salah satu upaya agar tidak diklaim negara lain. Padahal, menurut Pudentia, anggota Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, justru ketika suatu kebudayaan sudah diakui UNESCO, maka ia bisa menjadi milik siapa saja. Bahkan seluruh generasi-generasi mendatang.

"Kita anggota UNESCO dan tiap sidang ada 190-an anggota negara. Jadi bagus kalau Indonesia punya Warisan Budaya yang ditetapkan, karena itu diplomasi budaya yang luas dan menempatkan Indonesia di tempat yang baik, sebagai negara yang memperhatikan kebudayaannya, yang benar-benar serius," ujar dia saat ditemui di Jakarta, Kamis, 7 September 2017.

Selanjutnya Terancam Punah...

Terancam Punah

Bukan perkara mudah untuk mendaftarkan Warisan Budaya ke UNESCO. Setiap dua tahun, hanya satu Warisan Budaya Takbenda yang bisa didaftarkan. Aturan itu berlaku bagi negara yang sudah memiliki tujuh atau lebih Warisan Budaya yang telah diakui UNESCO.

Namun, untuk Cagar Budaya bisa diajukan setahun sekali. "Kalau berkas belum lengkap, diajukan tahun depan. Apabila lengkap, baru dievaluasi oleh penasihat UNESCO dan diumumkan tahun berikutnya. Diterima, ditolak atau perbaikan 1-4 tahun ke depan," ucap Yunus Arbi, Kepala Subdirektorat Warisan Budaya Benda Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 6 September 2017.

UNESCO pun tak sembarangan menetapkan Warisan Budaya. Yang diterima hanya yang memiliki dokumen sejarah, kajian akademis, foto-foto dan video yang lengkap mengenai asal muasalnya. Warisan Budaya yang diajukan ke UNESCO juga harus didukung oleh Pemerintah Daerah asalnya, berikut komunitas adat.

"Jadi komunitas dan pemda mendaftarkan Karya Budaya kepada pemerintah. Jika dokumen dan datanya lengkap, maka akan ditetapkan sebagai Warisan Budaya dan diajukan ke UNESCO," kata Lien Dwiari Ratnawati, Kasubdit Warisan Budaya Takbenda Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kemdikbud RI, saat dihubungi via telepon, Kamis malam, 7 September 2017.

Wayang kulit.

Wayang Kulit

Pudentia yang juga menjabat sebagai Ketua Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) mengatakan, Warisan Budaya yang terancam punah atau dianggap penting sebagai ikon Indonesia didahulukan untuk diajukan ke UNESCO.

"Kita harus memilih yang world signification-nya kuat, terutama yang sudah mau hilang dan sesuatu yang sangat unik, di lain tempat tidak dijumpai, bahkan mungkin tidak ada," ucapnya.

Selanjutnya Dampak Positif...

Dampak Positif

Label Warisan Dunia tentu saja memberikan keuntungan sendiri bagi masyarakat pemilik suatu kebudayaan. Yunus mengungkapkan bahwa Cagar Budaya yang telah ditetapkan sebagai Warisan Dunia mengalami peningkatan wisatawan sebanyak 20 persen.

Penetapan UNESCO ini juga membuat masyarakat dan pemda semakin bertanggung jawab melindungi, melestarikan serta memperbaiki sistem pengelolaan Cagar Budaya mereka.

"Pengaruhnya besar karena menjadi warisan umat manusia seluruh dunia," ujar Yunus.

Senada dengan Yunus, Lien juga mengatakan, penetapan UNESCO membuat pelestarian kebudayaan tetap terjaga. Baik pemerintah maupun masyarakat menjadi lebih bertanggung jawab agar kebudayaan tersebut tidak punah atau tidak berkembang. Batik, contohnya.

"Ketika batik sudah ditetapkan UNESCO, akhirnya kan pemerintah Indonesia menetapkan Hari Batik Nasional. Setelah itu usaha batik berkembang pesat," ucap Lien.

Batik Tulis di  World Batik Summit 2011

Batik tulis

Meski begitu, euforia itu sempat membuat masyarakat salah kaprah. Kata Lien, banyak batik-batik murah yang dijual di pasaran. Bisa murah lantaran dibuat dengan metode print. Padahal yang diakui UNESCO sebagai Warisan Dunia adalah proses pembuatan batik tradisional, yaitu batik tulis yang dibuat menggunakan canting dan malam, serta batik cap.

"Ya, itu kekurangannya. Tapi kan sekarang booming. Semua orang sudah tahu batik dan pakai batik. Enggak ngerasa kalau batik itu kuno. Itu kan usaha kerakyatan yang bisa meningkatkan ekonomi masyarakat," katanya.

Begitu juga dengan wayang yang mulai dikenal masyarakat internasional. Sejak ditetapkan sebagai Warisan Dunia, pertunjukan wayang digelar di mana-mana. "Jadi akhirnya kepada rakyat juga, untuk kesejahteraan masyarakat pendukung kebudayaan itu," ucapnya.

Selanjutnya Bisa Dicabut...

Bisa Dicabut

Pada intinya, Warisan Budaya adalah jati diri suatu masyarakat yang diwariskan dari generasi-generasi sebelumnya, yang dilestarikan untuk generasi-generasi yang akan datang. Itu pula yang diinginkan UNESCO.

Sebagai organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang fokus terhadap persoalan kebudayaan, mereka mendorong masyarakat dunia untuk melindungi apa yang sudah diwariskan nenek moyang mereka.

Pudentia menambahkan, sebagai pihak yang mengajukan, komunitas dan pemda, beserta masyarakat pemilik budaya harus bertanggung jawab dalam menjaga dan memelihara warisan mereka. Itu pula yang telah dilakukan pihaknya selama bertahun-tahun.

“Kami sudah melakukan hal itu sejak tahun 1993, revitalisasi, pengembangan,” ucapnya.

Karena jika tidak dipelihara, maka label Warisan Dunia bisa saja dicabut secara sepihak oleh UNESCO.

Ilustrasi/Perempuan Papua dan Tas Noken

Wanita Papua menggunakan noken

Menurut Lien, beberapa tahun sekali pihaknya tetap harus membuat laporan terkait Warisan Budaya yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Dunia. Terutama yang masuk ke dalam kategori Urgent Safe Guarding atau perlindungan mendesak.

Kalau setelah dilaporkan tidak sesuai dengan pengajuannya, maka penetapannya sebagai Warisan Dunia akan dicabut oleh UNESCO.

"Misalnya noken masih dikenal oleh masyarakat di Papua. Tapi ketika empat tahun lagi, misalnya ternyata di daerah ini noken sudah enggak dibuat lagi, ternyata anak-anak perempuan tidak lagi diwajibkan untuk membuat noken sebelum menikah. Itu kan artinya kemunduran. Nanti dinilai oleh UNESCO. Bisa dicabut. Kita harus mempertahankan tradisi itu walaupun dia akan berkembang," ujar Lien.

Ia menambahkan, yang dinamakan kebudayaan pasti akan berkembang dan berubah. Itu mutlak. Tapi yang sifatnya tradisi harus tetap dipertahankan. (umi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya