Indonesia Catat Rekor Terburuk di SEA Games, Ada Apa?
- VIVA.co.id/Ridho Permana
VIVA.co.id – SEA Games 2017 Malaysia telah berakhir. Namun, hajatan olah raga terbesar se-Asia Tenggara itu, lagi-lagi, membawa kenangan pahit bagi kontingen Indonesia.
Juara umum diraih oleh tuan rumah Malaysia. Mereka berhasil 323 medali yang terdiri dari 145 emas, 92 perak, dan 86 perunggu. Namun, Indonesia hanya mampu finis di posisi ke-5 dengan total 191 medali, yakni 38 emas, 63 perak, dan 90 perunggu.
Raihan ini tentu saja mengecewakan. Sebab, hasil ini di bawah target yang ditetapkan yakni 55 medali emas.
Lebih miris lagi, ini merupakan catatan terburuk Indonesia sejak SEA Games bergulir pada 1977. Ini lebih parah dari raihan pada 2009 lalu di Vientiane, Laos. Saat itu, Tim Merah Putih hanya mampu meraih 43 emas, 53 perak, dan 74 perunggu.
Sementara itu, raihan terbaik Indonesia di SEA Games, adalah saat menjadi tuan rumah pada 1997. Saat itu, Indonesia meraup 194 emas, 101 perak, dan 115 perunggu.
Catatan Indonesia di SEA Games ini sangat tidak sebanding dengan jumlah penduduk di Tanah Air. Dengan 261 juta penduduk Indonesia, hanya mampu meraih 38 emas. Singapura yang hanya berpenduduk 5,6 juta jiwa, malah sukses finis di posisi 4 dengan 57 medali emas.
Jika dibandingkan dengan tuan rumah Malaysia yang menjadi juara umum, Indonesia juga sebenarnya punya sumber daya manusia lebih banyak. Negeri Jiran dengan penduduk 32 juta jiwa sukses meraih 145 emas.
Dari berbagai cabang olahraga yang dikirimkan ke Malaysia, hanya 7 cabang yang memenuhi target. Cabang-cabang tersebut adalah renang, panahan, angkat besi, wushu, menembak, judo, dan sepeda BMX.
Renang sukses meraup 4 emas sesuai target yang ditetapkan. Demikian halnya dengan panahan yang sanggup menyumbangkan 4 medali emas. Sedangkan angkat besi memenuhi target 2 medali emas.
Beberapa cabang lainnya tak sanggup memenuhi harapan. Atletik, pencak silat, ski air, karate, bulutangkis, taekwondo, tenis, sepakbola, boling, dan senam gagal memenuhi target yang ditetapkan.
"Saya mengapresiasi kerja dari Saudara Aziz Syamsudin sebagai chef de mission yang bekerja keras terus memompa semangat kontingen selama di SEA Games 2017, Kuala Lumpur. Meskipun target meleset sekitar 20 persen, saya menilai ada beberapa hal positif seperti cabor renang dan panahan yang mampu meraih empat medali emas," ujar Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir dalam rilis yang diterima VIVA.co.id.
Menpora Minta Maaf
Hal itu lantas menjadi perhatian Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) selaku pihak yang bertanggung jawab. Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi didampingi oleh Kasatlak Prima, Achmad Soetjipto, serta waketum KOI, Muddai Madang, mengklarifikasi tentang apa yang menjadi kekurangan di SEA Games 2017.
Pertama, Imam mengucapkan terima kasih atas segala perjuangan seluruh atlet. Tak lupa juga dia meminta maaf atas kegagalan memenuhi target.
"Terkait dengan tidak terpenuhinya target, selain memohon maaf, tentu kami akan melakukan upaya besar dengan bekerja sama satu sama lain karena olahraga adalah soal harga diri bangsa dan harus ditangani secara serius," ujar Imam kepada wartawan.
"Semua masalah yang sangat mengganggu atlet selama ini sudah saya identifikasi dan cukup saya pahami. Keterlambatan dan kekurangan banyak hal pun sudah saya pahami juga namun sekali lagi prinsip kehati-hatian dan mengindahkan kaidah-kaidah yang berlaku adalah kaidah yang utama terutama penyelesaian akomodasi, honor dan sebagainya," jelasnya.
Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI), Djoko Pekik Irianto, menilai kegagalan ini dikarenakan buruknya strategi perencanaan yang dibangun. Mulai dari tak adanya skala prioritas hingga dana yang tersendat.
"Harusnya Satlak Prima punya strategi alternatif supaya mendorong cabor (cabang olahraga) potensi untuk menggantikan cabor unggulan kita yang hilang. Harus ada skala prioritas," tutur Djoko kepada VIVA.co.id, Rabu 30 Agustus 2017.
"Prioritas atlet yang potensi itu harus ada. Anggaran juga harus dilebihkan agar latihannya tidak konvensional. Jangan lagi para atlet dan pelatih memikirkan hal seperti itu (dana macet). Mereka harus berpikir bebas," imbuhnya.
Tugas berat kini dihadapi Indonesia di Asian Games 2017. Sebagai tuan rumah, Indonesia menargetkan 20 medali emas dan masuk 10 besar Asia.
Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir mengharapkan KOI dan seluruh stake holder olahraga Indonesia bisa mempersiapkan dengan lebih baik.
Sementara itu, Chef de Mission Azis Syamsudin menjelaskan selama mendampingi para atlet Indonesia, melihat semangat juang yang tidak pernah padam.
"Para atlet benar-benar menjalankan pesan dari Presiden yang meminta agar mereka punya mimpi, yakni menjadi juara dan meraih medali. Hal itu sudah ditunjukkan lewat perjuangan di setiap pertandingan," ucapnya.
Anggota Komisi III DPR RI ini menegaskan bahwa Indonesia punya modal atlet yang mumpuni untuk mengejar prestasi tinggi di ajang Asian Games mendatang.
"Syaratnya, segera bentuk tim untuk menangani atlet agar lebih baik. Mulai dari seleksi, persiapan, latihan, peralatan, dan uji coba. Modal ada pada diri atlet kita yang sudah menunjukkan prestasi di Kuala Lumpur ini," tegasnya.
Uang Saku Terlambat
Beberapa faktor dianggap bisa menjadi penyebab kegagalan atlet Indonesia di SEA Games. Bisa jadi, ini merupakan imbas dari kurangnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk persiapan SEA Games 2017. Sehingga banyak cabang olahraga yang diharapkan mampu mendulang emas akhirnya menjadi gagal.
Muncul curahan hati atlet tolak peluru wanita, Eki Febri Ekawati, yang mampu meraih emas di SEA Games 2017. Melalui akun Instagram pribadinya, dia mengungkapkan jika hingga saat ini uang akomodasi mulai sejak Januari hingga Agustus belum juga dibayar.
"Saya atlet peraih emas SEA Games 2017. Uang akomodasi (makan, penginapan, dll) belum juga dibayar dari bulan Januari-Agustus. Padahal SEA Games sudah hampir selesai. Gimana mau maju? Birokrasi dan sistem olahraga di Indonesia yang ribet," keluh Eki melalui Instagram pribadinya.
Atlet berusia 25 tahun tersebut tentu tak sendirian menghadapi masalah macetnya pendanaan dari pemerintah. Sejak masa persiapan hingga keberangkatan, kontingen Indonesia dibelit masalah tersebut.
"Dalam konteks tidak berhasilnya Indonesia memenuhi target, kami juga menyadari bahwa di antaranya karena secara teknis dan non teknis akibat kendala anggaran tersebut, dan kami mohon maaf," tutur Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora), Gatot S Dewa Broto.
Gatot coba memberi penjelasan terkait macetnya dana dari pemerintah kepada para atlet dan pelatih. Anggaran Kemenpora yang baru cair sepenuhnya pada April 2017 dan aturan yang berubah, membuat mereka mesti berhati-hati dalam penggunaannya.
Terkait hal ini, Menpora Imam Nahrawi, ikut turun tangan mencari solusi terbaik. Dan dia mengatakan ke depannya berbagai lapisan masyarakat akan dilibatkan untuk menambah dana pembiayaan dalam olahraga.
"Pertama, saya berterima kasih untuk para atlet yang sudah berjuang penuh kejujuran, fair play dan medali yang diperoleh adalah hasilnya. Ke depannya dalam pembiayaan untuk olahraga tidak hanya bersumber dari APBN, karena APBN harus menyesuaikan dengan kaidah hukum administrasi keuangan yang pasti. Sementara, olahraga, terutama dalam sumber pembiayaan, tentu butuh fleksibilitas," kata Imam.
"Sementara keuangan negara mengharuskan kita harus disiplin administrasi karena kalau tidak hati-hati, ada soal hukum di belakang hari. Oleh karenanya, ke depan kami akan melibatkan masyarakat yang lebih luas seperti BUMN, Perusahaan Swasta, dan bentuk donasi lainnya yang akan diakomodasi lewat Lembaga Pendanaan Olahraga. Itu adalah sebuah lembaga yang diakomodir oleh pemerintah untuk dana non APBN," lanjutnya. (ren)