Menebus Mata Novel Baswedan
- ANTARA FOTO/Minalisa
VIVA.co.id – Empat bulan lebih mereka yang menyiram air keras ke mata Novel Baswedan leluasa bersembunyi. Polisi bak kehilangan jejak, sementara mata Novel terlanjur rusak. Siapa tidak pesimis.
11 April menjadi saat paling mengenaskan bagi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan. Dua pria bermotor menyerangnya dengan secangkir air keras.
Pria yang menjadi penyidik megaskandal korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) ini pun limbung. Matanya rusak dan harus dilarikan ke Singapura. Cuma negara ini yang dipercaya bisa memulihkan kondisi matanya.
Namun demikian, seiring proses pengobatan itu, ratusan hari berjalan rupanya tak memberi kabar baik. Khususnya mengenai siapa mereka yang menyerang Novel pada subuh hari dengan sepeda motor tersebut.
FOTO: Novel Baswedan saat akan dibawa ke Singapura untuk menjalani perawatan medis
Baik KPK maupun Polri sepertinya masih bertegang urat. Perang dingin dua lembaga ini kembali menonjol. Novel yang pernah 'bertengkar' dengan polisi atas ulahnya membongkar borok Polri, meragukan kejujuran mantan korpsnya itu bisa mengusut.
Sementara di sisi lain, polisi bersikeras menyebut bahwa Novel tak pernah memberi informasi yang valid soal penyerangannya. Polisi beranggapan, Novel lebih terbuka ke media ketimbang penyidik mereka.
Tak cuma itu, kepolisian sepertinya lebih tertarik mendesak Novel untuk membuktikan sendiri sejumlah bukti yang dimilikinya.
"Kita tidak bisa menangkap kalau infonya tidak valid. Kalau benar hasil verifikasi (Novel Baswedan), tentu ini langkah besar untuk penyidikan," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Rikwanto, awal Agustus lalu.
Selanjutnya
Sengkarut Kasus Novel
FOTO: Aksi dukungan kepada Penyidik KPK Novel Baswedan
Dalam sebuah wawancara di media, Novel menyebut bahwa kasus yang dialaminya bukanlah perkara rumit. Sebab kejadian itu memiliki cukup banyak saksi dan bukti.
Atau dengan kata lain, semua harusnya mudah diungkap. Beberapa informasi itu yakni, adanya kesaksian tetangga Novel yang mengaku telah melihat sosok orang asing berulang kali di lingkungan rumah Novel.
Kemudian ada juga rekaman kamera pengawas seorang pria yang mengaku hendak membeli baju gamis laki-laki di kediaman Novel. Wajahnya pun sudah bisa dikenali dari kamera pengawas.
Selanjutnya, adanya temuan cangkir yang terbuat dari kaleng yang digunakan untuk menyiram mata Novel dengan air keras. Kuat dugaan ada tersisa sidik jari. Namun sayang belakangan polisi menyebut sidik jari itu telah terhapus.
Dan terakhir, adanya temuan bahwa motor yang kerap digunakan orang asing yang sering masuk ke lingkungan rumah Novel ternyata milik seorang anggota polisi di Polda Metro Jaya.
Bahkan yang paling menguatkan adalah, adanya pengakuan Novel kepada media bahwa sepekan sebelum penyerangan ia mendapat informasi akan ada ancaman kepadanya. Akses telepon seluler miliknya dan istrinya pun dicurigai disadap oleh pihak tertentu.
Haris Azhar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), bahkan berani menyebutkan jika serangan itu memang telah terencana matang.
"Novel Baswedan sudah di-profil. Pelaku sudah mengikuti kegiatan dari dekat. Ini serangan terorganisir dan profesional," kata Haris.
Karena itu juga mahfum kemudian publik beranggapan jika kasus Novel ini memang penuh sengkarut kusut. Jika pun tidak, maka ini seperti ada yang sengaja membuat benangnya menjadi kusut.
Selanjutnya
Masih Perlu Berharap
FOTO: Kapolri Jenderal Tito Karnavian menunjukkan sketsa terduga pelaku penyerang Novel Baswedan kepada publik
Diakui, sejak itu kekecewaan publik menebal ke polisi atas perangai mereka sendiri. Terkhusus perkara korupsi, KPK akhirnya menjadi sebuah harapan.
Keberanian KPK memotong borok penyakit di tubuh para penegak hukum, menjadi penggugah kesadaran publik bahwa masih ada harapan untuk negara yang bersih dari praktik korupsi.
Namun demikian, kegarangan KPK tetap berbatas. Ia tak bisa menyelidiki kasus yang menimpa mereka sendiri. Mau tak mau, suka tak suka, kepolisian harus mengambil peran ini sesuai ketentuan.
Perkara Novel Baswedan, secara prinsip merupakan pidana yang merupakan ranahnya polisi. Karena itu, terlepas dari bau tak sedap yang masih melekat di seragam polisi, namun ini menjadi harapan. Entah itu bagi KPK atau pun publik.
"Hasil sketsa sudah jadi, sudah disampaikan kepada penyidik. Sekarang tinggal nyari yang mirip-mirip itu siapa, gitu," ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto pada 100 hari kasus teror Novel Baswedan.
Sejauh ini, berdasarkan klaim kepolisian telah ada 59 orang saksi yang diperiksa, lalu juga sempat mengamankan lima orang yang ternyata bukan pelaku. Polisi pun melepaskan lagi dengan dasar alibi mereka kuat.
Selanjutnya kepolisian juga telah mengamankan 50 rekaman CCTV, dan melakukan pemeriksaan terhadap sekitar 100 toko kimia. Namun memang faktanya menunjukkan bahwa hingga 127 hari kasus ini terjadi, belum jua ada titik terang yang kuat.
Apa pun itu, Novel memang berhak atas keadilan. Teror yang dialaminya dalam sudut pandang apa pun tak pantas diterima. Harus ada yang bertanggung jawab dan menjawab siapa yang menjadi dalang di balik itu.
Singkatnya, mata Novel yang terlanjur rusak harus ada yang menebus. Karena itu penting untuk melawan ketidakadilan yang dialami oleh Novel Baswedan. Ibarat kata penulis Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya, "Setiap ketidakadilan harus dilawan, walaupun hanya dalam hati."