Menanti Koalisi Baru SBY-Prabowo
- ANTARA FOTO/Kiki/IES
VIVA.co.id – Sebuah gerobak yang menyediakan nasi dan mie goreng tampak terparkir di dekat Pendopo kediaman Susilo Bambang Yudhoyono, Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, pada Kamis malam, 27 Juli 2017. Gerobak tersebut memang disiapkan secara khusus untuk tamu yang juga cukup spesial dari Presiden RI ke-6 sekaligus Ketua Umum Partai Demokrat tersebut.
Siapa tamu yang tengah ditunggu oleh SBY malam itu? Tidak lain tidak bukan adalah juniornya di TNI, Prabowo Subianto, yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, partai yang selama pemerintahan Joko Widodo ini, bersama PKS, konsisten berada di luar kekuasaan.
Sekitar pukul 20.25 WIB, Prabowo akhirnya datang dengan ditemani sejumlah petinggi Partai Gerindra yang di antaranya adalah Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani, Wakil Ketua Dewan Pembina Hashim Djojohadikusumo, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon, dan Edhy Prabowo. Mantan Panglima Kostrad dan Komandan Jenderal Kopassus itu mengenakan batik warna coklat garis merah dan hitam.
SBY yang juga ditemani pengurus teras Partai Demokrat seperti Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan dan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan, juga putra sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono, segera menyambut Prabowo. Menantu dari tokoh militer Indonesia, Sarwo Edhie Wibowo, itu terlihat mengenakan kemeja warna biru.
SBY lantas mempersilakan Prabowo duduk di Pendopo Puri Cikeas. Tak lama, seseorang menyuguhkan nasi goreng kepada keduanya. Mereka pun dengan lahap menyantap sajian makan malam tersebut. Setelah itu, sekitar pukul 22.00 WIB, SBY dan Prabowo menggelar konferensi pers bersama.
"Yang saya hormati Bapak Presiden SBY, dan rekan-rekan dari Partai Demokrat. Saya sebut Bapak Presiden karena kalau sudah purna gelar itu melekat terus, berdasarkan konvensi internasional. Seorang profesor, guru besar tidak ngajar lagi tetap profesor," kata Prabowo yang berbicara setelah SBY menyampaikan pernyataan.
Prabowo mengaku diundang SBY, dan dia sendiri meminta waktu untuk bertemu sudah lama. Prabowo lalu mengucapkan terima kasih pada SBY yang langsung mengundangnya begitu tiba dari lawatannya ke luar negeri.
"Setelah makan nasi goreng yang luar biasa enaknya. Nasi goreng ini menyaingi nasi goreng Hambalang. Intelnya Pak SBY masih kuat, kelemahan Pak Prabowo itu nasi goreng, asal diberi nasi goreng, Pak Prabowo setuju saja," lanjut Prabowo melempar guyonan yang diikuti tawa sejumlah orang yang turut serta dalam pertemuan itu.
Koalisi baru tanpa nama
Dalam konferensi pers itu, SBY menyatakan pertemuannya dengan Prabowo bukanlah sesuatu yang sangat luar biasa. Dia menegaskan pertemuan antara tokoh politik seperti itu sangat dimungkinkan di negeri ini.
"Contoh Pak Prabowo beberapa kali bertemu dengan Presiden Jokowi, apakah di Istana atau di kediaman Pak Prabowo. Saya sekali dua kali bertemu dengan Presiden Jokowi," kata SBY.
Menurut SBY, pertemuan antara tokoh politik, pemimpin partai politik adalah sesuatu yang biasa. Dia melihat menjadi luar biasa karena terjadi setelah 21 Juli yaitu ketika DPR mengesahkan Undang-Undang Pemilu.
"Dalam rapat paripurna DPR, Partai Gerindra, Demokrat, PAN dan PKS berada dalam satu kubu dalam tanda kutip yang tidak menyetujui dikukuhkannya rancangan UU Pemilu yang sekarang sudah sah karena sudah disetujui oleh DPR. Barang kali itu yang jadi berita," kata SBY lagi.
Oleh karena itu, ketika berada di luar negeri, dan ada yang menginginkannya bertemu dengan Prabowo, dia menyambut dengan baik. Alasannya, komunukasi di antara tokoh-tokoh politik dengan tujuan dan niat yang baik adalah baik adanya. "Mudah-mudahan rakyat mengetahuinya, negara juga mendengarkannya," tuturnya.
SBY juga telah sepakat dengan Prabowo untuk terus mengawal negara ini, perjalanan bangsa Indonesia. Tindakan itu dilakukan berdasarkan kapasitas yang mereka miliki saat ini.
"Dari posisi kami, agar negara ini, perjalan bangsa ini mengarah pada jalan yang benar," kata SBY.
SBY menuturkan pengawasan diperlukan agar apa yang dilakukan oleh negara benar-benar dilakukan untuk kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan kelompok atau individu-individu tertentu. "Bagi kami wajib untuk mengawal bangsa yang kita cintai ini," ujarnya.
Lantas, pengawalan seperti apa yang dimaksud? SBY pun memberikan penjelasan.
"Amat sering Partai Demokrat menyampaikan salah satu cara atau bentuk pengawalan apabila yang dilakukan negara benar, tepat, dan sesuai dengan kepentingan rakyat kita dukung. Tetapi kalau nyata-nyata tidak tepat, tidak benar dan apalagi melukai, mencederai rakyat akan kita koreksi, kita kritisi, kita tolak. Gamblang, tegas dan terang. Itu sikap kami," tegas SBY.
Kekuasaan lampaui batas
SBY mengaku tengah memikirkan sebuah gerakan moral dalam menyikapi situasi politik terakhir. Meskipun dia tidak membantah tetap juga menyiapkan gerakan politik.
"Kami juga memikirkan sebuah gerakan moral. Not only gerakan politik tapi gerakan moral," kata SBY.
Menurutnya, gerakan semacam itu diperlukan manakala perasaan dan kepentingan rakyat dicederai. Apalagi bila pada kenyataannya mereka turut melihat dan merasakannya.
"Kalau kami mengetahui, ikut merasakan, rakyat kita di seluruh tanah air, aspirasinya tidak lagi didengar oleh penyelenggara negara, pemerintah, pemimpin, wajib hukumnya kita mengingatkan, kita memberikan koreksi. Sah, dan gerakan seperti ini secara moral dibenarkan," kata SBY.
Meskipun demikian, SBY menegaskan gerakan yang akan dia lakukan bersama elemen atau partai politik lain seperti Gerindra, PAN, dan PKS itu adalah gerakan yang beradab, bertumpu pada nilai-nilai demokrasi. Bukan gerakan yang menyimpang dari norma, aturan atau hukum yang berlaku.
"Dan percayalah tidak akan merusak negara. Sebab, kalau tidak kami lakukan dengan proper (layak), tidak demokratis, apalagi merusak negara, justru gerakan kami yang tidak baik, tidak benar," ujar SBY.
Tak lupa, SBY menyampaikan bahwa kekuasaan harus tetap dikontrol.
"Power must not go uncheck, harus memastikan penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan itu tidak melampaui batas, sehingga cross the line, masuk abuse of power," kata SBY.
Menurut SBY, banyak pelajaran di dunia ini termasuk di negeri sendiri. Manakala penggunaan kekuasaan melewati batas maka rakyat akan mengoreksinya.
"Sebagai kecintaan kami pada negara, pemimpin, kami akan mengingatkan, agar menggunakan kekuasaan secara amanah, undang-undang, tidak melampau batas, tidak keliru, itu pandangan saya," kata SBY.
SBY juga menyinggung bahwa dia sudah 6 bulan ini hampir tidak bicara di hadapan pers. Meskipun demikian, dia tetap mengikuti perkembangan situasinya.
"What's going on in the country. Tapi hari ini Allah mengizinkan saya bertemu saudara-saudara, saya gunakan kesempatan ini untuk menyampaikan hal yang saya anggap penting," kata dia.
Demokrasi mencemaskan
Saat giliran berbicara, Prabowo mencoba untuk mengingatkan peran mereka saat masih aktif di TNI dalam membangun demokrasi dan mendorong reformasi 98. Tapi saat ini, dia merasakan suasana yang agak prihatin.
"Pak SBY Presiden 10 tahun, dari TNI, saya juga dari TNI. Beliau bersama kami, perwira-perwira muda yang mendorong reformasi," kata Prabowo.
Prabowo mengungkapkan peran tersebut, khususnya perwira-perwira muda TNI kala itu, diakui oleh seluruh dunia. Bagaimana TNI mundur dari kekuasaan dengan suka rela, dan cepat sekali.
"Kok bisa? Karena kami benar-benar percaya bahwa yang terbaik untuk bangsa dan negara adalah demokrasi (berdasarkan) Pancasila," lanjut.
Baginya, demokrasi pelaksanaannya adalah pemilu. Oleh karena itu, dia menilai setiap upaya mengurangi kualitas demokrasi, atau menggunakan cara-cara yang tidak sesuai dengan akal sehat, atau menyakiti kemampuan berpikir rakyat Indonesia adalah mencemaskan.
Ia lantas menyinggung soal presidential treshold atau ambang batas presiden 20 persen. Dia menegaskan partainya juga Demokrat, PAN, dan PKS tidak ikut bertanggung jawab atas lahirnya aturan tersebut.
"Karena kita tidak mau ditertawakan oleh sejarah. Mau berkuasa 5 tahun, 10 tahun, 50 tauhun, di ujungnya sejarah akan menilai," kata dia.
Prabowo menegaskan aturan tersebut mencederai demokrasi. Sebab, memasung hak anak bangsa yang memiliki potensi, kualitas untuk menjadi pemimpin negara.
"Saya katakan Gerindra tidak ikut yang melawan sejarah. PT 20 persen adalah sesuatu lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia. Saya tidak mau terlibat pada sesuatu yang seperti itu," ujarnya.
Prabowo bersyukur karena sikap Partai Demokrat, PAN, dan PKS sama dengan pendiriannya itu. Dia pun mengingatkan bahwa saat ini ada kecenderungan perusakan demokrasi.
"Jadi lahir dari kecemasan itu kami khawatir bahwa demokrasi kita ke depan bisa dirusak, karena itu sesuai yang disampaikan Pak SBY kita wajib mengawal, mengingatkan, mengimbau, mengingatkan rekan yang ada di kekuasaan," lanjut mantan Komandan Jenderal Kopassus tersebut.
Prabowo menambahkan demokrasi adalah jalan terbaik bagi bangsa ini. Menurutnya, demokrasi membutuhkan semangat patuh kepada logika, rule of the game dan harus adil, tidak memaksanakan kehendak dengan segala cara.
"Intinya itu kami akan terus komunikasi, harus lakukan check and balance, setiap kekuasaan harus diawasi dan diimbangi, filosofi check and balance. Inti demokrasi negara aman dan adil. Tidak mungkin aman kalau tidak adil, tidak mungkin ada kesejahteraan kalau tidak ada keadilan," tutur dia.
Pada akhir konferensi pers bersama itu, Prabowo berharap komunikasi antara dia dengan SBY terus terjalin. Dia juga memastikan terbuka dengan pihak-pihak lainnya.
"Siapapun yang undang kami, kami siap lakukan dialog. Tukar menukar pandangan," kata Prabowo.
SBY lantas ganti mengucapkan terima kasihnya pada Prabowo khususnya penglihatannya terhadap apa yang kini terjadi tidak berbeda dengan apa yang dia lihat. Dia pun menegaskan bahwa tujuan dan niat mereka baik.
"Kalau bangsa ini kokoh, stabil, aman, ekonomi, kesejahteran demokrasi hidup, HAM dihormati, keadilan dan hukum tegak, maka rakyat akna bersuka cita, dan kita harus membikin rakyat kita bersuka cita," kata SBY.
Prabowo-AHY?
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan menyatakan bahwa partainya dan juga Gerindra, setelah pertemuan SBY-Prabowo itu, akan secara rutin bertemu. Namun, mereka belum berpikir membangun koalisi untuk Pilpres 2019.
"Tapi kami akan berkomunikasi dengan baik," kata dia.
Terkait spekulasi dipasangkannya Prabowo dengan Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY dalam Pilpres 2019, Syarief mengaku belum memikirkan tentang pencalonan. Dia juga mengungkapkan partainya juga belum tentu mengusung AHY.
"Nggak juga karena tergantung elektabilitasnya nanti. Kami belum bicarakan. Sekarang kami beri kesempatan pada AHY bersosialisasi pada rakyat. Kan semua kembali pada rakyat, bahwa dia dianggap the next leader akan diukur dari bagaimana respons rakyat," tutur mantan Manteri Koperasi dan Usaha Kecil Menegah itu.
Sementara, saat ditanya soal kemungkinan koalisi dengan PAN, Gerindra, dan PKS, Syarief menjawab terbuka bahkan sangat terbuka.
Reaksi Jokowi
Sebelum pertemuan antara SBY dengan Prabowo, Presiden Jokowi sempat memberikan tanggapan. Jokowi menilai tidak ada yang salah. Apalagi membahas masalah bangsa. Usai pertemuan, Jokowi juga segera bereaksi.
"Sangat berlebihan (pernyataan SBY). Perlu saya sampaikan tidak ada kekuasaan absolut, kekuasaan mutlak. Kan ada pers, media, ada juga LSM. ada juga yang mengawasi di DPR," kata Jokowi, di Cikarang, Bekasi Jawa Barat, Jumat 28 Juli 2017.
Selain itu, saat ini rakyat juga sudah bisa mengawasi pemerintahan secara langsung. Sehingga tidak ada ruang bagi penguasa, untuk menggunakan kekuasaan yang absolut.
Jika kekuasaan absolut dikaitkan dengan Perppu, menurutnya juga tidak benar. Sebab, setelah pemerintah mengeluarkan, maka akan dibahas lagi oleh DPR.
Jokowi menjelaskan, DPR juga punya otoritas, apakah menerima atau menolak. Disitulah menurutnya, proses demokrasi berjalan. Kekuasaan sudah dibagi-bagi dengan lembaga lain, termasuk DPR.
"Jadi tidak ada lagi kekuasan mutlak," katanya.
Jokowi menambahkan, proses demokrasi masih berlanjut. Jika ada pihak yang tidak setuju dengan hasil di DPR, hal tersebut masih bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Apalagi, ada pihak-pihak yang melakukan aksi penolakan melalui demonstrasi. Jokowi menyatakan tidak sependapat dengan SBY bahwa ada kekuasaan mutlak itu.
"Jadi jangan dibesar-besarkan hal-hal yang tidak ada," lanjut Jokowi.
Tak ketinggalan, Jokowi juga menyindir Prabowo soal presidential threshoald 20 persen adalah lelucon yang menipu rakyat.
"Nah apalagi, kita sudah mengalami dua kali presidential threshold 20 persen, 2009 dan 2014, kenapa dulu tidak ramai?" kata Jokowi.
Jokowi berasumsi, dulu semua pihak sepakat kalau PT itu 20 persen. Tapi aneh kalau Pemilu 2019 masih diterapkan tetapi malah disebut lelucon. Menurut Jokowi, penyederhanaan sangat penting dilakukan dalam rangka visi politik ke depannya.
"Coba bayangkan saya ingin berikan contoh, kalau 0 persen, kemudian satu partai mencalonkan kemudian menang, coba bayangkan nanti di DPR, di parlemen," katanya.
Yang terjadi selama ini, walau banyak partai pendukung tetapi kondisi di parlemen atau DPR juga tidak mulus. Apalagi, kalau presidennya nanti, dari partai yang keterwakilannya di DPR sedikit.
"Kita dulu yang 38 persen saja (gabungan parpol pendukung Jokowi pada Pilpres 2014) kan waduh. Ini proses politik yang rakyat harus mengerti. Jangan itu ditarik-tarik seolah-olah presidential trheshold 20 persen itu salah," kata Jokowi.
Selain itu, penetapan PT 20 persen menurut Jokowi bukanlah produk dari pemerintah. "Ini produk demokrasi yang ada di DPR, ini produknya DPR, bukan pemerintah," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, PT sudah menjadi produk demokrasi dan sudah diketok atau disetujui oleh DPR. Kalau ada yang menolak, juga masih bisa mengajukan judicial riview ke Mahkamah Konstitusi.
"Dulu ingat, dulu meminta dan mengikuti, kok sekarang jadi berbeda?" kata Jokowi.