Menyoal Promosi Hakim Penghukum Ahok
- ANTARA FOTO/Pool/Rommy Pujianto
VIVA.co.id – Polemik vonis dua tahun penjara terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terus bergulir. Bak bola salju, pro kontra pun meluncur deras seiring keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang juga memerintahkan agar Ahok ditahan.
Pendukung Ahok mempertanyakan putusan hakim yang mereka sebut kontroversial. Tiap hari mereka berdemo. Menuntut agar Ahok dibebaskan. Situasi tambah menghangat usai Mahkamah Agung mengeluarkan surat keputusan mutasi dan promosi hakim pengadilan umum.
Sebabnya, dari 388 hakim yang mendapat promosi jabatan, tiga di antaranya adalah hakim yang menangani perkara Ahok.
Mereka adalah Dwiarso Budi Santiarto, dipromosikan menjadi Hakim Tinggi Denpasar; Abdul Rosyad, dipromosikan menjadi Hakim Tinggi Palu; dan Jupriyadi, dipromosikan menjadi Kepala Pengadilan Negeri Bandung.
Sejumlah kalangan mempertanyakan promosi penghukum Ahok itu. Namun, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, menegaskan promosi yang diberikan kepada tiga hakim kasus Ahok itu tidak ada kaitannya dengan perkara yang ditanganinya. Proses promosi ini sudah dilakukan sejak 3-4 bulan sebelumnya, dengan beberapa tahapan.
"Adapun tiga hakim (kasus Ahok) yang dipindah, karena memang saatnya harus pindah. Reguler. Tak ada hubungannya sama sekali dengan Ahok. Saya yakinkan, tak ada sama sekali," kata Ridwan kepada VIVA.co.id, Kamis, 11 Mei 2017.
Ridwan menjelaskan, proses mutasi dan promosi dilakukan berdasarkan database daftar rotasi, dengan pola mutasi dan promosi yang berlaku di MA. Kemudian, nama-nama tersebut dibawa ke rapat tim promosi mutasi yang dipimpin Wakil Ketua MA dengan beberapa Ketua Kamar.
"Sehingga, kemarin itu sudah ada di website dalam 1x24 jam, setelah ditandatangani Ketua Mahkamah Agung. Nama-nama itu harus di-publish ke website masing-masing dirjen," ujarnya.
Ia menambahkan, dari daftar promosi mutasi, rata-rata hakim yang mendapatkan promosi untuk tingkat hakim tinggi. Para hakim tersebut harus dipromosi, sebab ketika tak dipromosi, maka bisa ketinggalan dalam kariernya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufiqulhadi, menganggap wajar promosi hakim yang dilakukan MA. Bahkan menurutnya, tiga hakim yang menangani kasus Ahok ini adalah hakim-hakim senior, yang sudah saatnya mendapat promosi jabatan.
Bagi Taufiq, tuduhan promosi jabatan ini dinilai sebagai 'hadiah' karena telah memutus bersalah Ahok adalah tuduhan sumir. "MA tidak seperti itu. Pasti mereka sudah ada database tentang hakim-hakimnya," kata Taufiqulhadi kepada VIVA.co.id, Kamis, 11 Mei 2017.
Selanjutnya, KY Curiga
***
KY Curiga
Komisi Yudisial (KY) mengajak publik kritis terhadap keputusan MA yang mempromosikan tiga hakim yang menangani kasus Ahok. Apalagi, promosi jabatan itu diberikan hanya berselang satu hari usai majelis hakim yang dipimpin Dwiarso Budi Santiarto itu memutus perkara Ahok.
"Semua pihak patut mencurigainya karena diskresi dipromosikannya ketiga hakim tersebut hanya selang satu hari pasca sidang pembacaan putusan," kata Komisioner KY, Farid Wajdi melalui pesan singkat pada VIVA.co.id, Jumat, 12 Mei 2017.
Farid mengingatkan ada ketentuan yang harus diperhatikan MA jika betul tiga hakim tersebut telah memenuhi syarat formil untuk dipromosikan sebagaimana SK KMA No. 139/KMA/SK/VIII/2013. MA harus terbuka dalam promosi hakim, agar tuduhan transaksional dalam promosi itu bisa dibantah.
"Sebaiknya MA transparan atau membuka data rekam jejak karier ketiga hakim ini agar publik mengetahui bahwa betul ketiga hakim ini dipromosikan secara reguler sesuai dengan dasar hukum di atas," ujar Farid.
Kepala Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Pusat DPP PDIP, Junimart Girsang, mempersilakan KY untuk menginvestigasi jika ada keraguan dalam promosi jabatan yang dilakukan MA. Namun, anggota Komisi III DPR ini meyakini bahwa promosi jabatan yang diberikan kepada tiga majelis hakim kasus Ahok adalah promosi reguler.
"Karena memang untuk para majelis dalam perkara Pak Basuki Tjahaja Purnama, sesuai dengan aturan yang saya ketahui itu sudah jauh-jauh hari dilakukan dalam rapat-rapat di Mahkamah Agung untuk tentukan karier tiap hakim," kata Junimart saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat, 12 Mei 2017.
Kolega Junimart di DPR, Desmond Mahesa, mengkritik kecurigaan KY terkait promosi tiga hakim yang menangani kasus Ahok. Wakil Ketua Komisi III DPR ini berpendapat promosi yang didapatkan tiga hakim tersebut dinilainya wajar, sesuai dengan pengembangan karier.
"Kenapa harus dimasalahkan? Kalau itu seperti dugaan KY, urusannya juga apa? Karena bicara soal ini yang harus KY komentari soal kelayakan masa waktu dan jabatan, itu sesuai tidak dengan sistem jenjang hakim," kata Desmond saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat, 12 Mei 2017.
Politikus Gerindra ini mengingatkan jangan seolah-olah promosi hakim ini menjadi persoalan politik. Kecurigaan KY dinilai tak beralasan, tidak wajar dan patut dipertanyakan.
"Kalau memang ada ketidakwajaran, itu dipertanyakan. Tapi, kalau sudah wajar, orang sudah waktunya, layak dengan persyaratan kepegawaian dan prosedur di peradilan, kenapa harus kita halangi," ujar Desmond.
Jika memang ada kecurigaan, menurut Desmond, KY sebaiknya memiliki argumentasi yang rasional dan memiliki data yang jelas soal kecurigaan tersebut.
Selanjutnya, Profil Hakim
***
Profil Hakim
Persidangan kasus Ahok ini memang mendapatkan perhatian masyarakat seluruh Indonesia, bahkan masyarakat internasional. Karena itu, Pengadilan Negeri Jakarta Utara sampai menurunkan lima hakim langsung untuk menangani kasus ini.
Ketua PN Jakarta Utara, Dwiarso Budi Santiarto sendiri yang memimpin persidangan Ahok. Dwiarso dibantu empat hakim anggota, yakni Jupriyadi, Abdul Rosyad, Joseph V Rahantoknam, dan I Wayan Wirjana. Hakim anggota Joseph digantikan Didik Wuryanto karena meninggal dunia.
Berdasarkan penelusuran VIVA.co.id, Dwiarso Budi Santiarto menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara sejak tahun 2016. Sebelumnya, ia pernah menjabat Ketua PN Semarang (2014-2016) dan Ketua PN Depok (2011-2014). Dwiarso dikenal sebagai sosok yang tegas dan berani.
Ia pernah menangani kasus-kasus besar, seperti mengadili kasus korupsi mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani Sri Ratnaningsih dan kasus sengketa tanah yang melibatkan Pemprov Jawa Tengah. Ganjar Pranowo, selaku Gubernur Jateng sudah merasakan palu godam Dwiarso.
Keberanian Dwiarso juga ditunjukkan saat mengadili kasus korupsi yang menjerat koleganya sesama hakim. Dwarso menvonis 6 tahun penjara mantan hakim adhoc Pengadilan Tipikor Semarang, kepada Asmadinata karena terbukti melakukan korupsi bersama-sama dengan Heru Kisbandono dan Kartini Marpaung.
Sedangkan empat hakim lainnya, yakni Jupriyadi merupakan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, dan juga pernah menjabat Ketua PN Tanjungpinang pada 2015. Jupriyadi pernah mengadili perkara korupsi yang melibatkan mantan Menteri Kesehatan Sujudi dan Wali Kota Tomohon Jefferson Rumanjar.
Kemudian, Abdul Rosyad tercatat pernah bertugas sebagai hakim di PN Surabaya. Ia pernah menangani kasus pembunuhan di Cirebon, Jawa Barat, tahun 2013. Kala itu, ia menghukum terdakwa dengan hukuman seumur hidup. Di akun Facebook miliknya, Abdul Rosyad diketahui pengagum ceramah KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym.
Sementara itu, I Wayan Wirjana pernah menjabat Ketua PN Tabanan, yang kemudian dimutasi menjadi Hakim PN Jakarta Utara. Pernah berdinas di PN Balikpapan, hakim asal Bali ini pernah menjatuhkan vonis 2 bulan kurungan dan denda Rp3 juta terhadap Chairil Anwar, PNS yang terlibat politik dengan mengikuti kampanye.
Terakhir, Didik Wuryanto merupakan hakim PN Jakarta Utara yang menggantikan hakim anggota Joseph V Rahantoknam, yang meninggal dunia saat proses persidangan berlangsung. Didik pernah menangani perkara penodaan agama di Klaten, Jawa Tengah, tahun 2012. Ia menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada Andreas Guntur Wisnu, terdakwa penodaan agama.
Komisioner KY, Maradaman Harahap, mengatakan Ketua majelis hakim perkara Ahok, Dwiarso Budi, pernah dilaporkan 8 kali ke KY, berdasarkan laporan masyarakat dan hasil pemantauan. Namun, dari 8 laporan tersebut, tidak satu pun yang terbukti dan ditindaklanjuti oleh KY.
"Selebihnya belum terbukti adanya laporan pelanggaran kode etik yang dilaporkan masyarakat," ujar Maradaman Harahap. (ase)