Jalan Panjang 'Menegerikan' Kampus Swasta

Sejumlah dosen di Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta saat menggelar aksi unjuk rasa menuntut kejelasan status pada tahun 2014
Sumber :
  • VIVA.co.id/Facebook

VIVA.co.id – Status kampus negeri sepertinya tak cukup memberi jaminan kepada seluruh karyawan dan tenaga pendidik. Alih-alih menikmati perubahan status dari swasta ke negeri, faktanya hampir tiga tahun berjalan, para dosen tetap gelisah.

PDIP Tak Tolak Kenaikan PPN 12% tapi Minta Dikaji Ulang

Gaji mereka terlambat, tunjangan dihentikan dan sialnya status mereka juga bukan pegawai negeri sipil meski telah jadi kampus negeri.

Sejak tahun 2010-2014, pemerintah memang menerbitkan kenaikan status terhadap sejumlah perguruan tinggi swasta (PTS) untuk menjadi kampus negeri.

PKB Nilai Wajar Kenaikan PPN 12 Persen Timbulkan Polemik, Ingatkan Pemerintah soal Ini

Langkah itu awalnya dilakukan untuk menjawab ketimpangan jumlah perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia, yang baru sebanyak 360 lembaga – yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Sementara di sisi lain, PTS sudah mencapai 4.200 unit.

Ditambah lagi, bahwa langkah pendirian PTN baru memang tidak sedikit memakan biaya. Atas itu, opsi penegerian PTS menjadi langkah lebih bijak.

Serangan Phising Kian Marak, Mahasiswa Hingga Dosen Dibekali Ini Buat Hadapi Ancaman Siber

Hingga tahun 2014, akhirnya ada 36 perguruan tinggi negeri baru yang kemudian ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo. Pemberian status itu diprioritaskan untuk kampus yang berada di daerah tertinggal dan pulau terluar. Atas itu total ada 29 PTS baru dinegerikan dan tujuh PTN baru. 

Hanya saja, sayangnya, dua tahun berjalan rupanya perubahan status dengan pengambilalihan aset berupa bangunan, mahasiswa dan seluruh dosennya, menjadi masalah.

Khususnya bagi karyawan dan dosen. Status negeri yang disematkan rupanya tak berbuah baik bagi mereka. Nasib mereka terkatung-katung, PNS bukan, apalagi pegawai. Karena itu kemudian banyak yang mengeluhkan.

"Status kami tak jelas, kesejahteraan menurun, gaji terlambat, tunjangan tidak diberikan penuh dan sekarang uang makan belum diberikan," kata Arif Rianto, dosen di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Selasa, 2 Mei 2017.

Ya, faktanya, status negeri memang seolah tak memberi keuntungan bagi dosen dan karyawannya. Justru kini mereka cemas dengan perubahan status itu. Sebab, kini mereka tak ubahnya sebagai pegawai kontrak, padahal mereka yang dari awal membangun kampus tersebut.

Jika pun ingin menjadi PNS, pemerintah hanya memberi peluang kepada mereka yang berusia di bawah 35 tahun. Itu pun wajib menjalani proses penerimaan PNS, sesuai aturan atau tidak ada perlakuan khusus.

Selanjutnya...Bukan Jawaban

Bukan Jawaban

Polemik status negeri bagi seluruh karyawan dan dosen di kampus swasta memang bukan barang baru. Sudah bergulir hampir dua tahun dan baru ditindaklanjuti pemerintah belakangan ini.

Tepatnya pada 3 Februari 2016. Lewat Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Dosen dan Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi Negeri Baru yang ditandatangani Jokowi.

Dalam praktiknya, pemerintah memberikan status khusus kepada mereka, dosen dan pegawai, yakni dengan sebutan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

"Jadi bukan pegawai negeri sipil," kata Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir kala itu.

PPPK dalam istilah Perpres ini mereka yang memenuhi syarat tertentu yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas pemerintahan.

Menurut Nasir, keputusan pemerintah tidak mengangkat mereka sebagai PNS, lantaran membutuhkan proses panjang. Sebab berkaitan juga dengan proses penggajian dan pengangkatan.

Karena itulah status PPPK akan disematkan kepada mereka, yang dulunya bekerja di kampus swasta namun kemudian berubah menjadi negeri. Status itu akan berlaku hingga pensiun.

Sejauh ini, dengan total 36 kampus yang menjadi negeri, setidaknya ada 4.358 pegawai dan dosen yang mendapatkan status PPPK se-Indonesia.

Sesuai peraturan, status PPPK tersebut secara prinsip tidak ada ubahnya untuk hak dan kewajiban bagi dosen dan pegawai. Ini dituangkan dalam Pasal 9 Ayat 1 dan 2 dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2016.

Ayat 1
Dosen  dan  Tenaga  Kependidikan  sebagai  PPPK  pada PTN  Baru  berhak  mendapatkan  gaji  dan penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat 2
Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dosen sebagai PPPK pada  PTN  Baru  memperoleh tunjangan jabatan  akademik, tunjangan profesi, dan tunjangan kehormatan bagi profesor yang diberikan oleh pemerintah.

Ini artinya, secara prinsip telah ada upaya mengakomodir nasib para pegawai dan dosen yang kampusnya di-negeri-kan oleh pemerintah. Namun demikian, konsep itu sepertinya belum menjawab keresahan ribuan dosen dan karyawan.

Ibarat Mengharap hujan di langit, air di tempayan ditumpahkan, nyatanya status PPPK tak memberi jaminan lebih. Gelombang keluhan pun bermunculan.

Mereka berpendapat bahwa PPPK tidak menyentuh hak dasar dosen dan pegawai, khususnya bagi mereka yang tidak didasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dan dibiayai oleh APBN.

Tak cuma itu, di kampus disebutkan muncul disharmoni, dimana dosen dan pegawai yang masuk dalam PPPK menjadi terkesan dinomorduakan. Sebabnya, pemerintah alih-alih mengangkat mereka yang lama sebagai PNS, namun malah merekrut PNS baru untuk tenaga pengajar.

"(Kampus) Dinegerikan, harusnya pegawainya juga otomatis dinegerikan. Jangan hanya aset PTS yang diambil, tapi SDM-nya dibiarkan terlantar," kata seorang dosen, Arif Rianto, dalam aksi mogoknya di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, Selasa, 2 Mei 2017.

Selanjutnya...Harus Tuntas

Harus Tuntas
Di luar itu, secara prinsip PPPK dan PNS memang setara. Ia sama-sama memiliki gaji dan tunjangan, statusnya pun sama-sama Aparatur Sipil Negara (ASN).

Namun demikian, konsep beda nama ini diakui masih tetap mengganjal. Dosen dan karyawan yang kampusnya dinegerikan, tetap meyakini bahwa status PNS lebih menjamin.

Ditambah lagi secara teknis, memang kerap ada masalah dalam proses pembayaran gaji dan tunjangan mereka. Namun hal ini memang dalam proses penyesuaian.

Sebab sesuai Perpres Nomor 10 Tahun 2016, peralihan status ini memang harus rampung setahun setelah ditetapkan oleh presiden.

Atau dengan kata lain, maka pada tahun ini, 2017, idealnya seluruh dosen dan karyawan yang dulunya di PTS dan menjadi negeri akan menjadi PPPK, yang statusnya lebih jelas.

Atas itu, pemerintah harus menuntaskan polemik ini segera. Sehingga ribuan dosen dan karyawan yang telah menanti ini selama hampir tiga tahun bisa fokus bekerja dan mengabdi di kampusnya.

Sejauh ini, melansir dalam laman ristekdikti.go.id, kementerian memang masih memverifikasi ketat seluruh PPPK yang ada di PTN yang baru.

Dari pembahasan, disepakati ada usulan revisi Perpres Nomor 10 Tahun 2016, dan kemudian membuat aturan baru soal gaji dan tunjangan PPPK. Lalu ada 3.691 orang yang akan diangkat menjadi PPPK dan sisanya akan diverifikasi lebih lanjut lewat klarifikasi atau perbaikan data.

"Saya lihat pemerintah sudah berupaya, tapi mungkin masih berproses. Saya harap pemerintah menyelesaikan persoalan tersebut secepatnya," kata Ketua MPR Zulkifli Hasan dilansir dalam laman mpr.go.id. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya