Asteroid Nama-nama Indonesia, Dunia Mengakuinya
- www.langitselatan.com/NASA
VIVA.co.id – Kabar bagus menyapa dunia astronomi Indonesia pada awal April ini. Nama ilmuwan perempuan Indonesia diabadikan menjadi nama asteroid dengan diameter 10.584 kilometer.
International Astronomical Union memutuskan menamakan asteroid 12937 dengan nama Premadi, yang diambil dari nama ilmuwan perempuan Indonesia, Premana Premadi. Dengan demikian nama asteroid yang ditemukan pada 24 September 1960 itu, menjadi asteroid 12937 Premadi.
Mendengar kabar tersebut, sang ilmuwan mengaku kaget dan tak menyangka. Perempuan yang akrab disapa Nana itu mengatakan tidak mendapatkan pemberitahuan sebelumnya dan tiba-tiba dia mendapatkan kabar dari kolega namanya diabadikan menjadi asteroid.
Usut punya usut, namanya diusulkan oleh koleganya di Eropa yang menemukan asteroid tersebut. Nana memang kenal baik dengan penemu asteroid 12937, pasangan suami istri CJ van Houten dan Ingrid van Houten-Groeneveld, pasangan astronom dari Universitas Leiden Belanda dan T Gehrels.
"Bagi saya itu kan sebuah acknowledgment (pengakuan) ya. Alhamdulillah kita semakin dilihat (dunia internasional), tapi tentunya ini ada tanggung jawab ya," ujar Nana saat dihubungi VIVA.co.id, Senin 10 April 2017.
Nana mengungkapkan, alasan IAU sepakat namanya dijadikan sebagai nama asteroid, karena dia dianggap berkontribusi mengembangkan kosmologi dan fisika teoritik di Indonesia.
Selain itu, Nana juga dinilai berkontribusi dalam pendidikan astronomi di Indonesia melalui Universe Awareness for Children Indonesia, sebuah gerakan mendekatkan astronomi kepada anak-anak terpencil di nusantara.
Melalui gerakan edukasi astronomi itu, Nana 'blusukan' ke pelosok negeri untuk memberikan pengenalan astronomi ke anak-anak sekolah yang keadaannya kurang beruntung. Kegiatan Nana itu dilakukan tanpa menunggu bola.
Nana memang tak habis pikir kenapa namanya dipilih oleh IAU. Sebab selama ini, nama yang dipilih untuk penamaan asteroid adalah kalangan pejabat astronomi. Sementara Nana merendah bukan siapa-siapa dalam struktural dunia astronomi Tanah Air.
Bicara nama Indonesia yang terabadikan di antariksa, dalam catatan sejarah, penamaan asteroid dengan nama ilmuwan di Indonesia itu bukan pertama kalinya. Tercatat ada beberapa nama ilmuwan Indonesia yang telah dijadikan nama batu antariksa.
Berdasarkan catatan Avivah Yamani, dari komunitas Langit Selatan, tercatat ada enam mantan pejabat Kepala Observatorium Bosscha yang diabadikan menjadi nama asteroid.
Berikut nama asteroid berdasarkan nama mantan kepala Observatorium Bosscha:
1. Asteroid 12176 Hidayat
Diambil dari nama Bambang Hidayat, mantan Direktur Observatorium Bosscha 1968-1999. Pria yang menekuni studi bintang ganda tampak dan bintang garis emisi H itu dikenal sebagai promotor astronomi di Indonesia.
2. Asteroid 12177 Raharto
Diambil dari nama Moedji Raharto, Kepala Observatorium Bosscha 1999-2004. Mudji adalah astronom Indonesia dan juga pengajar senior astronomi ITB. Bidang yang ditekuni Mudji yaitu struktur galaksi berbasis katalog Hipparcos dan katalog IRAS-Point Source.
3. Asteroid 12178 Dhani
Diambil dari nama Dhani Herdiwijaya, Direktur Observatorium Bosscha 2004-2006. Dhani menekuni bintang ganda, aktivitas magnetik Matahari yang terkait dengan cuaca dan alam. Dhani merupakan ahli fisika Matahari Indonesia.
4. Asteroid 12179 Taufiq
Diambil dari nama Taufiq Hidayat, Kepala Observatorium Bosscha 2006-2010. Sosok Taufiq dikenal sebagai pakar dalam bidang Tata Surya dan transit ekstrasolar. Taufiq juga menekuni efek urbanisasi di sekeliling Observatorium Bosscha.
5. Asteroid 2019 van Albada
Nama ini diambil dari Gale Bruno van Albada, Kepala Observatorium Bosscha di masa awal kemerdekaan, Mei 1949-Juli 1958. Van Albada merupakan guru besar astronomi ITB pada 1951 dan perintis pendidikan astronomi di Indonesia.
6. Asteroid 5408 Thé
Diambil dari Thé Pik Sin, yang menjabat sebagai kepala Observatorium Bosscha dari 1959 -1968. Nama Thé diberikan sebagai penghargaan pada Thé Pik Sin pada ulang tahunnya yang ke-65.
Asteroid ini ditemukan oleh penemu asteroid Premadi, CJ van Houten dan Ingrid van Houten-Groeneveld, pasangan astronom dari Universitas Leiden Belanda dan T Gehrels, Observatorium Palomar. Nama Thé diberikan sebagai penghargaan pada Thé Pik Sin pada ulang tahunnya yang ke-65.
Selain nama ilmuwan, Avivah mencatat, ada beberapa nama lokasi dan nama Indonesia juga diabadikan sebagai nama asteroid.
1. Asteroid 536 Merapi
Asteroid ini ditemukan pada GH Peters pada 11 Mei 1904. Peters menemukan asteroid ini bukan sedang berada di Indonesia, tapi di Washington, Amerika Serikat. Peters mengajukan nama Merapi karena dia merupakan salah satu anggota ekspedisi Gerhana Matahari di Sumatera.
Nama Gunung Merapi atau Marapi di Sumatera Barat merupakan situs ekspedisi US Naval Observatory dan beberapa ekspedisi lainnya saat pengamatan Gerhana Matahari 17 Mei 1901.
2. Asteroid 731 Sorga
Ditemukan oleh A Massinger di Heidelberg, Jerman, pada 15 April 1912. Kemudian sang penemu menamainya dengan Sorga yang berasal dari kata Surga, dalam Bahasa Indonesia.
3. Asteroid 732 Tjilaki
Ditemukan oleh A Massinger di Heidelberg, Jerman, pada pada 15 April 1912. Nama Tjilaki ini berasal dari nama Cilaki, dalam ejaan baru, yang merupakan nama sungai dan desa Tjilaki di Gunung Malabar, Bandung Selatan.
4. Asteroid 754 Malabar
Ditemukan August Kopff di Heidelberg, Jerman, pada 22 Agustus 1906. Nama Malabar disematkan untuk mengenang ekspedisi Gerhana Matahari yang dilakukan Belanda dan Jerman ke Kepulauan Christmas pada 1922. Nama Malabar terkenal dengan area perkebunan teh di pegunungan Malabar, Bandung Selatan.
5. Asteroid 770 Bali
Ditemukan oleh A Massinger di Heidelberg, Jerman, pada pada 31 Oktober 1913. Nama Bali diambil dari pulau di Indonesia. Nama Bali dalam hal ini didedikasikan pada nama Raja klan Daityas dalam Puranas Hindu.
6. Asteroid 772 Tanete
Ditemukan oleh A Massinger di Heidelberg, Jerman, pada 19 Desember 1913. Batu antariksa ini dinamakan Tanete berdasarkan nama tempat di Sulawesi, Indonesia.
7. Asteroid 863 Benkoela
Ditemukan oleh M Wolf di Heidelberg, Jerman, 9 Februari 1917. Dinamakan Benkoela dan diperkirakan nama tersebut merupakan nama kota Benkoelen (Bengkulu) yang ada di Sumatera, Indonesia.
8. Asteroid 2307 Garuda
Ditemukan pada 18 April 1957 di Observatorium La Plata, Buenos Aires, Argentina. Nama Garuda diyakini terkait dengan mitologi India. Garuda diajukan sebagai nama antariksa dari Bahasa Sanskerta. Dalam mitologi India, garuda merupakan putra Kasyapa dan Vinata.
9. Asteroid 7172 Multatuli
Ditemukan oleh EW Elst di European Southern Observatory, Jerman. Nama Multatuli berasal dari penulis terkenal Belanda, Eduard Douwes Dekker, yang berkelana di Hindia Belanda pada zaman kolonial.
Douwes Dekker menggunakan nama tulisan Multatuli dalam melawan kebijakan pemerintah kolonial Belanda kepada penindasan pribumi Jawa. Multatuli terkenal dengan novelnya yang berjudul Max Havelaar. Nama Multatuli diajukan penemu asteroid tersebut dan didukung oleh CF Merks dan J Meeus.
Kebangkitan Indonesia
Bersyukur namanya dipilih sebagai nama asteroid, Nana mengaku ada beban besar setelahnya, baginya dan khususnya bagi dunia ilmu pengetahuan Indonesia. Dia menanggapi penamaan itu sekaligus menjadi tanggung jawabnya untuk terus mengembangkan dunia sains, khususnya di bidang astronomi.
Nana memandang astronomi dalam dunia ilmu pengetahuan di Tanah Air masih 'kurang populer'. Jumlah astronom sedikit dan makin sedikit yang berkiprah di bidang langit dan antariksa itu. "Ini menunjukkan porsi sedikit kita dalam sains dasar," jelas Nana.
Secara lebih besar, penamaan asteroid ini mengirimkan pesan kepada bangsa Indonesia, yang mana sejatinya punya syarat untuk menjadi negara yang bermartabat dan dipandang dunia. Indonesia punya nilai dan kekuatan sebagai bangsa, yaitu kebersamaan dan persatuan.
"Ini pemicu semangat. Kita bisa membangun bersama-sama, kita bekerja bersama perlu sinergi, tanpa memertajam perbedaan seperti yang akhir-akhir ini terjadi dan menghabiskan energi," kata dia.
Penamaan itu bagi pakar astronomi ITB, Hakim Luthfi Malasan, menyatakan kebanggaannya. Penamaan itu berarti astronomi dan astronom Indonesia diakui dunia.
"Saya pribadi tidak bisa mengatakan apa pun tentang dampaknya (penamaan Premadi) terhadap dunia astronomi di Tanah Air, kecuali ikut bangga saja," kata pria yang pernah menjadi leading scientist di Thailand, Finlandia dan Jerman.
Sedangkan Kepala Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin bersyukur atas penamaan ilmuwan perempuan Indonesia untuk nama asteroid. "Semuanya menunjukkan penghargaan masyarakat astronomi internasional pada kontribusi astronom Indonesia pada perkembangan astronomi," tuturnya.
Dalam dunia astronomi, Indonesia sebenarnya mendapatkan warisan yang menguntungkan dibanding negara lain. Indonesia punya kelebihan dan keuntungan dalam dunia astronomi. Secara geografis, letak Indonesia bisa dibilang cukup seksi. Wilayah Indonesia, kata dia, mempunyai langit yang bagus karena posisinya dekat dengan ekuator.
Senada dengan hal tersebut, Avivah melihat kekuatan astronomi Indonesia salah satunya secara geografis berada di langit bagian selatan. Kontribusi Indonesia di masa lalu pun diakui IAU. Saat Observatorium Bosscha didirikan, menjadi satu-satunya andalan Indonesia. "Satu-satunya observatorium di Asia Tenggara Sebelum Malaysia dan Thailand juga bikin observatorium," kata dia.
Saat ini sudah banyak observasi di area langit selatan. Karena kontribusinya dalam dunia astronomi dengan Observatorium Bosscha dan kekuatan penelitian astronomi di Indonesia, menurut Avivah, wajar bila akhirnya beberapa nama ilmuwan Indonesia diajukan dan dipilih menjadi nama asteroid.
Avivah mengatakan, IAU memandang Indonesia mampu mengembangkan astronomi dari awal sampai hari ini. Apalagi saat ini Indonesia sedang semangat dan giat mengembangkan astronomi di seluruh Indonesia lewat kegiatan blusukan menjangkau ke daerah-daerah.
Hakim mencatat kontribusi astronomi Indonesia di kancah internasional cukup signifikan. Di Asia Tenggara, kata dia, Indonesia berperan penting dalam South East Asia Astronomy Network, sementara di kancah global, Indonesia berkontribusi di International Astronomical Union,
"Tercatat Prof.Bambang Hidayat pernah jadi Vice President IAU, saya jadi Vice President divisi education, outreach and heritage," kata dia.
Tantangan ke depan
Untuk membangun riset dan literasi astronomi Indonesia, Avivah mengusulkan pemerintah harus betul-betul mampu memanfaatkan momentum pembangunan Observatorium Nasional di Amfoang, Nusa Tenggara Timur. Observatorium ini diposisikan sebagai alternatif Observatorium Bosscha yang mulai terkepung polusi cahaya, seiring pembangunan di wilayah Lembang.
Dia menilai, langkah pemerintah membangun Observatorium Nasional itu merupakan komitmen kepada pengembangan dunia astronomi.
"Perhatian pemerintah cukup baik dengan akan dibangunnya science center di Kupang dan Observatorium Nasional di Amfoang NTT," ujar dia.
Keberadaan Observatorium Nasional itu ke depan, harusnya bisa berperan penting dalam pengamatan lanjutan benda-benda langit yang sudah ditemukan atau bisa menjadi pionir penemuan lainnya.
Dia berharap, Observatorium Nasional bisa menopang pengembangan Indonesia timur dan setidaknya semua universitas bisa memakai observatorium baru itu.
Hakim sepakat dengan Avivah. Momentum ini bisa makin melecutkan semangat memajukan astronomi Indonesia. Terlebih adanya proyek Observatorium Nasional dan pembukaan program studi kedirgantaraan dan observatorium di Institut Teknologi Sumatera.
Avivah mengatakan, pemerintah perlu belajar dari pengelolaan Observatorium Bosscha yang memang diperuntukkan bagi umum, namun kenyataannya observatorium itu bisa dibilang laboratoriumnya anak ITB. (umi)