'PR' Besar Angkutan Umum Ibu Kota
- Dok. Istimewa
VIVA.co.id – Risma tak bakal menyangka akan terjebak dalam penodongan yang berlanjut dengan aksi penyanderaan dramatis di dalam Angkutan Kota KWK T25, di depan Bioskop Buaran, Duren Sawit, Jakarta Timur. Apalagi, dalam peristiwa itu dia sedang menggendong anaknya.
Semua itu terjadi Minggu petang, 9 April 2017. Saat Risma dalam perjalanan pulang di dalam angkot yang melayani rute perjalanan Rawamangun-Terminal Pulogebang.
Risma dan anaknya yang masih berusia dua tahun, menaiki angkot itu di sekitar wilayah Pondok Kopi. Baru beberapa saat angkot melaju, seorang pria membawa ransel memberhentikan angkot dan masuk ke dalam.
Memang, di dalam angkot Risma tak seorang diri, ada seorang penumpang wanita lainnya dan pengemudi angkot.
Ketika angkot akan melaju lagi, tiba-tiba pria beransel yang belakangan diketahui bernama Hermawan, mengeluarkan sebilah pisau dan mengarahkannya ke perut Risma. Dan meminta Risma untuk menyerahkan harta yang dibawa.
"Dia langsung menodongkan pisau ke perut saya. Minta handphone dan uang," kata Risma bercerita di salah satu program berita tvOne, Senin, 10 April 2017.
Dalam posisi pisau masih mengarah ke perut Risma, Hermawan menghardik satu penumpang lain dan meminta penumpang wanita itu untuk menyerahkan juga hartanya. Tapi, penumpang itu berusaha melawan dan melompat keluar angkot.
Melihat penumpang keluar, pengemudi angkot juga ikut kabur meninggalkan kemudi. Dan membiarkan mobil berhenti.
Rupanya saat bersamaan, anggota Satuan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Timur, Aiptu Sunaryanto, melintas di lokasi dan memberikan pertolongan. "Menurut saya tepat banget datang, pertolongan mukjizat Allah pas banget datang," ujar Risma.
Dari sini lah penodongan berubah menjadi drama penyanderaan. Hermawan yang kalap dan takut, dengan kehadiran Aiptu Sunaryanto dan warga, nekat menyandera Risma dan anaknya di dalam angkot.
"Saya bujuk, biar dia mau lepas itu ibu sama anaknya, biar saya aja yang gantiin. Saya bilang juga ke dia bahwa saya jamin kalau korban dilepaskan, dia enggak akan diamuk massa," ujar Aiptu Sunaryanto saat berkunjung di kantor VIVA.co.id, Senin 10 April 2017 malam.
Cukup lama Aiptu Sunaryanto berusaha membujuk pelaku agar mau melepaskan korban. Tapi, Hermawan terus ngotot dan marah. Dia tetap menagih agar permintaannya dipenuhi. Yakni, meminta sopir membawa mereka pergi dari lokasi.
"Dia bilang, 'Kalau bapak nembak saya, saya matiin ini anak sama ibunya', sambil pisaunya diarahin ke anaknya. Ibunya nangis-nangis minta tolong anaknya diselamatkan," ujarnya.
Di dalam pikirannya, Aiptu Sunaryanto sudah menemukan cara agar bisa menyelamatkan korban dan melumpuhkan pelaku. Dengan sabar dia menanti waktu yang tepat untuk bertindak. Sepucuk pistol telah berada di dekat tangannya.
Lalu, tak lama terdengar suara letusan dari dalam angkot. Aiptu Sunaryanto terlihat langsung menyergap penodong yang telah berhasil ditembak dalam satu kali tembakan oleh Aiptu Sunaryanto.
"Saya Lillahi Ta'ala saja, saya baca selawat, begitu dia lengah saya sikat (tembak). Untung kena tepat sasaran. Saya yakin, tembakan saya enggak akan lari ke kaca belakang angkot yang lagi banyak massa, soalnya pas saya tembak posisi tangan pelaku lagi di bawah," ujarnya.
Selanjutnya, Motif Pelaku
Motif Pelaku
Drama penodongan dan penyanderaan itu memang sudah berakhir manis, ditutup dengan aksi heroik Aiptu Sunaryanto. Hermawan telah ditangkap dan Risma serta anaknya juga telah berada di rumah sakit untuk mengobati luka dan trauma atas kejadian yang baru dialaminya.
Tapi, ada serangkaian hal yang terungkap dan harus dibenahi semua pihak berwenang, agar tidak ada lagi ‘Risma Risma’ yang lain menjadi korban aksi nekat penjahat jalanan Jakarta di dalam angkutan umum.
Secara hukum, Hermawan memang bersalah dan juga membahayakan masyarakat. Tapi, ada hal yang memicunya untuk berani melancarkan aksi kejahatan di tengah keramaian kota.
Berdasarkan catatan kepolisian, Hermawan merupakan seorang mantan narapidana LP Bulak Kapal, Bekasi, Jawa Barat. Baru sepekan dia bebas dari penjara. Dia dihukum karena terlibat kasus pencurian kendaraan bermotor.
Sebagai seorang mantan warga binaan, bukan perkara mudah bagi Hermawan untuk kembali ke jalan yang benar, setelah tersesat di lembah kejahatan. Hukuman kurungan yang baru dia jalani, membuatnya tak mudah untuk menerima dunia nyata di luar penjara.
Menurut Kepala Polres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Andry Wibowo, seperti sudah kebiasaan, seorang residivis yang baru keluar penjara, kerap ada yang turun lagi di dunia kejahatan. Sebab, pelaku tak punya uang untuk makan dan memenuhi kebutuhan hidup. Seperti yang dialami Hermawan.
Dan, meski diiringi dengan sebuah drama penyanderaan. Tapi, masalah ini yang menjadi motif dari kejahatan yang telah menggegerkan Jakarta, bukan penyebab lainnya.
"Motif pelakunya tentunya ekonomi lah, karena baru keluar LP, kan, di Bekasi kalau enggak salah. Mungkin kan dia keluar dari LP, butuh makan dan sebagainya, ini yang menjadi motif, ya kan begitu," kata Andry Wibowo di Markas Polda Metro Jaya, kemarin.
Andry mengatakan, Hermawan membutuhkan waktu untuk bisa berbaur dengan masyarakat. Apalagi selama proses perubahan mental, Hermawan tidak memiliki uang dan keterampilan yang dapat dikerjakannya untuk mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Andry merasa, tak salahnya jika lembaga terkait memberikan uang atau modal bagi mereka yang baru menghirup udara kebebasan. Setidaknya, jika memiliki uang para residivis tak perlu lagi harus menempuh jalan kejahatan.
"Ya paling enggak uang saku dan sebagainya. Sehingga dia bisa berpikir untuk diapakan uang dan sebagainya, untuk hidup, naturalisasi, kembali kepada masyarakat yang normal lah," ujar dia.
Selanjutnya, Bukan Pertama Terjadi
Bukan Pertama Terjadi
Kejahatan seperti yang dilakukan Hermawan, memang bukan kali ini saja terjadi di DKI. Banyak warga yang menjadi korban penodongan, bahkan juga perampokan di angkutan umum.
Dan kepolisian telah memetakan lokasi rawan kejahatan jalanan. Sayangnya, kejahatan tetap terulang terjadi di lokasi yang telah dipetakan itu. Seolah wilayah rawan yang terpetakan itu tak pernah diawasi dan dijaga.
Kepala Polsek Metro Duren Sawit, Kompol Yudho Huntoro, mengakui, wilayah sekitar Jalan I Gusti Ngurah Rai atau tempat terjadinya penyanderaan berlangsung, sebenarnya masuk ke dalam salah satu peta rawan kejahatan di wilayah Kecamatan Duren Sawit.
"Masing-masing dapat dikatakan rawan tindakan kriminal, rawan tawuran juga. Dan rawan pembegalan. Pada wilayah tersebut juga keamanan akan kami tingkatkan," ujarnya.
Tapi, menurut Kepala Polres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Andry Wibowo, kejahatan di angkutan umum, terutama penyanderaan di Jakarta, sangat sulit sekali dideteksi.
"Ya itu kan space public area. Jadi yang namanya public area itu di mana masyarakat itu banyak, crowd, ya tentunya kan kami tidak bisa kemudian melakukan deteksi ya, niat apa dan sebagainya. Di pasar kan belum tentu semua orang belanja, ada yang niatnya copet dan sebagainya, kan begitu," kata Andry.
Langkah yang terpenting, menurut Andry, untuk mengantisipasi setiap tindakan kriminal yaitu datangnya kewaspadaan dari diri masyarakat.
"Jadi yang terpenting adalah bagaimana kemudian masyarakat merespons, bagaimana juga polisi bertindak tepat pada saat yang tepat. Ini sebuah situasi yang tidak bisa kemudian digeneralisasi bisa terjadi, ya secara masif begitu. Kalau terjadi secara spot, sekali-sekali, itu potensial ada, namanya juga area publik," ujarnya.
Pada area publik, menurut Andry, sebaiknya masyarakat tidak membawa harta yang berlebihan, apalagi mencolok seperti perhiasan dan uang tunai.
"Itu realita sosial. Yang terpenting adalah kemudian, pertama masyarakat itu punya kewaspadaan. Artinya sebagaimana sering disampaikan bertahun-tahun dan menjadi budaya jangan menggunakan perhiasan yang berlebihan," ujarnya.
Selanjutnya, Solusi Keamanan
Solusi Keamanan
Kepolisian berjanji, mulai saat ini akan menggiatkan berbagai operasi kepolisian di area umum dan angkutan umum. Ke depan, setiap angkutan kota akan dirazia petugas, jika ditemukan ada yang mengarah pada kejahatan, kepolisian akan langsung menindak bahkan juga melumpuhkannya.
"Kami juga akan lakukan operasi kepada angkutan umum di jalur-jalur rawan. Kami akan lebih tingkatkan pengamanan," ujar Kapolsek Metro Duren Sawit, Kompol Yudho Huntoro.
Pekerja rumah besar mengantisipasi kejahatan di angkutan umum di Jakarta tak hanya beban petugas kepolisian. Namun, juga tugas wajib Pemerintah Provinsi DKI. Meski tidak memiliki hak menindak kejahatan, Pemprov DKI memiliki tanggung jawab membenahi sarana prasarana angkutan umum yang layak, aman, dan nyaman untuk masyarakat.
Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono mengatakan, salah satu langkah antisipasi yang sedang dijalankan, yakni berusaha menyatukan seluruh jenis angkutan umum dalam satu wadah, berintegrasi dengan TransJakarta.
Menurut pria yang disapa Soni ini, jika sistem integrasi angkutan umum sudah rampung terlaksana sesuai impian, maka dimungkinkan dapat menekan angka kejahatan jalanan.
Sebab, secara teknis, menurut Soni, jika angkot sudah terintegrasi, peluang penjahat untuk masuk ke dalam angkot untuk menodong dan menyandera, tak mudah lagi. Karena standar keamanan pada pintu angkot akan diubah seperti pintu Bus TransJakarta. Pintu itu selalu tertutup saat beroperasi.
Karena sistem itu, penodong menjadi sulit untuk bergerak. Sesuai kebiasaan pelaku penodongan, mereka selalu turun dengan cara melompat dari pintu ketika sudah menjarah harta penumpang.
"Konsepnya pengamanan. Jadi, nanti seluruh KWK (Koperasi Wahana Kalpika) close pintunya. Ketika masuk, close, kunci, penggeraknya dari depan (sopir) semuanya. Ini keamanan satu, sehingga tidak akan terjadi itu (kasus penyanderaan)," kata Soni di Balai Kota.
Selain itu, dalam rancangannya, jika sudah terintegrasi, rute perjalanan angkot Jakarta akan diubah. Angkot hanya akan melayani penumpang di kawasan perumahan menuju halte bus TransJakarta.
"Sekarang ini, transisi dulu. Tapi ke depan, dijamin tidak ada lagi, karena mereka hanya di sekitar lingkungan (perumahan)," ujarnya.
Saat ini, seperti diketahui, sudah 40 persen angkot KWK yang beroperasi di seluruh Jakarta, telah terintegrasi dengan TransJakarta. Jauh sebelumnya, bus Kopaja juga telah terintegrasi dengan TransJakarta. (art)