Simalakama Sidang Ahok
- ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id – Potensi gangguan keamanan menjadi dalih kepolisian mengajukan permohonan ke pengadilan agar menunda sidang pembacaan tuntutan terhadap Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama hingga usai Pilkada DKI 2017.
Tak dirinci apa pesan di balik gangguan keamanan yang dilontarkan polisi menjelang sidang terdakwa penodaan agama yang mendudukkan calon gubernur petahana untuk Pilkada DKI 2107 tersebut.
Yang jelas, permohonan penundaan itu justru menjadi polemik. Publik menganggap ada unsur lain di balik pengajuan itu. Isu intervensi pun mencuat ke permukaan.
"Agar suasana kondusif aman dan damai," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar menjawab alasan permohanan penundaan sidang Ahok, Sabtu, 8 April 2017.
FOTO: Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat menjalani sidang penodaan agama
Sidang Ahok, memang dijadwalkan pada 11 April 2017 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.
Jika dibandingkan dengan alasan polisi berkaitan dengan pilkada, diakui memang sidang ini berjarak sepekan dari masa pemilihan yang dijadwalkan pada Rabu, 19 April 2017, atau berselang enam hari dari masa tenang calon kepala daerah dan wakil untuk Pilkada DKI 2017 yakni 16-18 April.
Kondisi itu belum dikaitkan dengan hari besar nasional yang kebetulan bertepatan pada Jumat, 14 April 2017, yakni Wafat Isa Almasih.
Apa pun itu, yang jelas saat ini pengajuan permohonan penundaan itu mendapat dukungan dari Kejaksaan Agung. Dalam pernyataannya Jaksa Agung M Prasetyo mengimbau agar ada penjadwalan ulang sidang itu.
Dasarnya sama dengan kepolisian, yakni persiapan penyelenggaraan Pilkada DKI 2017. "Karena telah mendekati masa-masa tenang untuk pelaksanaan pilkada putaran dua," kata Prasetyo.
Sekali lagi memang tak dirinci detail alasan penundaan ini. Namun ada benang merah menyebutkan bahwa ada dinamika yang patut diantisipasi menjelang pencoblosan. "Tentunya kita mengharapkan hal-hal yang tak diinginkan," kata Prasetyo lagi.
Riak-riak
Perkara Ahok dan mulutnya yang tajam memang telah menyita perhatian dan paling fenomenal di tahun 2016 hingga pun berganti tahun 2017. Bagaimana tidak, karena Ahok juga jutaan orang berdemonstrasi.
Dan karena Ahok juga, polisi menangkap sejumlah orang atas dugaan praktik terselubung untuk menggulingkan pemerintah. Dan karena Ahok juga, setiap orang di mana pun berada ikut menggunjingkan soal penodaan agama atau tidak.
Dan cuma di kasus Ahok juga, sidang selalu diramaikan dengan aksi demonstrasi. Jadi sangat wajar jika perkara lelaki kelahiran Belitung ini memang melelahkan dan cenderung sensitif jika salah penanganan.
Sejauh ini, kepolisian memang sedang menangani sejumlah kasus yang memang berkaitan dengan kasus Ahok. Makar, misalnya. Perkara yang tak bisa dibilang sepele ini justru ada di balik rangkaian aksi untuk memprotes Ahok.
Sejumlah orang bahkan telah diamankan seperti aktivis Sri Bintang Pamungkas, musisi Ahmad Dhani Prasetyo, Rachmawati Soekarno dan Ratna Sarumpaet.
Lalu kemudian ada lagi Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam, Muhammad Al Khaththath, yang dituduh akan menggelar aksi besar serentak usai Pilkada DKI 2017.
"Kegiatannya tidak hanya di Jakarta saja. Tapi juga di Makassar, Surabaya, Jogja, Bandung, itu bersamaan," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, Selasa, 4 April 2017.
FOTO: Rachmawati Soekarnoputri, tersangka makar
Singkatnya karena perkara Ahok ini memang fenomenal. Riak-riak yang bisa bergesekan dengan kondisi ketertiban secara umum memang tidak bisa dipungkiri. Meski hingga kini tidak ada bukti bahwa setiap aksi massa yang memprotes Ahok menimbulkan kerusakan. Namun, sepertinya karena momen Pilkada berdekatan menjadi dasar kuat kekhawatiran polisi tentang sidang Ahok.
"Dimana perkuatan pasukan Polri dan TNI akan dikerahkan semua..." tulis surat yang diajukan Kapolda Metrro Jaya Irjen Pol M Iriawan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Sidangnya penting?
Lalu sesungguhnya apa muatan sidang Ahok pada Selasa, 11 April 2017? Dalam laman resmi milik Pengadilan Negeri Jakarta Utara, sidang dengan nomor perkara 1537/Pid.B/2016/PNJKT.UTR, ini diagendakan sebagai sidang pembacaan tuntutan.
Jadwal sidang akan dilangsungkan pada pukul 09.00 di ruang sidang Cakra. Namun dalam jenis perkara, tidak dirinci jenis perkara apa yang mendudukkan terdakwa Ahok tersebut. Di laman itu cuma ditulis jenis perkara lain-lain.
Dalam perkara Ahok, Jaksa Penuntut Ali Mukartono, menjerat Ahok dalam dakwaan alternatif dengan menggunakan pasal 156a huruf a atau Pasal 156 KUHP.
Dakwaan alternatif ini otomatis menempatkan Ahok dalam dua ancaman hukuman yang berbeda. Yakni, lima tahun penjara jika terkena Pasal 156 huruf a KUHP dan pidana penjara empat tahun jika tersangkut di Pasal 156 KUHP.
Ini merujuk dalam KUHP, yang menjelaskan bahwa dalam Pasal 156, atau dakwaan pertama Ahok dianggap mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan di muka umum yang pada intinya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan agama tertentu.
Sedangkan pada pasal 156 huruf a, Ahok dianggap menyampaikan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap golongan penduduk di muka umum, atas itu harus diganjar dengan hukuman penjara empat tahun maksimal.
Sejauh ini memang kedua pasal itu belum dibuktikan oleh jaksa. Sebab hal inilah yang hendak dijawab oleh jaksa pada sidang, Selasa, 11 April 2017.
FOTO: Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok
Atas itu, bagi publik yang selama ini mengamati jalannya sidang Ahok, maka tuntutan jaksa ini menjadi penting. Sebab ini berkaitan dengan jumlah hukuman yang hendak dijatuhkan kepada Ahok.
Mengingat dalam Pasal 88 ayat 1 huruf b Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencalonan, mengatur bahwa pasangan calon dapat dibatalkan ikut pemilihan jika terbukti melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara paling singkat lima tahun, berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap sebelum pemungutan suara.
Ya artinya, jika jaksa menggunakan pasal dengan hukuman di bawah lima tahun, maka Ahok akan tetap bisa melenggang menjadi kepala daerah jika terpilih.
Lalu sejauh mana kira-kira putusan jaksa soal Ahok? Tentu ini adalah rahasia jaksa, publik cuma bisa mengetahuinya lewat sidang pembacaan tuntutan, dan itu digelar pada Selasa, 11 April 2017.
Siap tak siap
Sejauh ini, terlepas dari permohonan penundaan sidang. Sepertinya kepolisian tidak bisa berbuat banyak. Sebabnya, keputusan penundaan sidang murni merupakan hak dari majelis hakim.
Penundaan sidang tentu harus ada alasan dasar seperti terdakwa tidak hadir atau karena ada masalah teknis lain di persidangan. Atas itu, kepolisian pun mau tak mau tetap menyiapkan diri soal pengamanan sidang Ahok.
"Yang penting kepolisian siap melakukan pengamanan," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono, Senin, 10 April 2017.
Tak dirinci apakah kesiapan polisi ini berkaitan dengan reaksi publik soal usulan penundaan yang disebut bernada intervensi majelis hakim. Namun sepertinya polisi memang memilih bersiap menghadapi segala kemungkinan di dalam sidang tuntutan terhadap Ahok tersebut.
Hasoloan Sianturi, Kepala Hubungan Masyarakat PN Jakarta Utara, sebelumnya memang juga menegaskan bahwa tidak ada penundaan sidang tersebut.
Menurutnya, hal itu adalah kewenangan mutlak dari majelis hakim. Soal apakah nanti dalam sidang, pembacaan gugatan akan ditunda atau tidak, itu sangat bergantung dengan proses di persidangan. "Sesuai dengan yang diumumkan. Selasa (11/4/2017)," katanya.
Yang pasti, diluar itu sidang ini memang menjadi harapan bagi publik yang memantau isu soal Ahok. Tuntutan yang akan dibacakan oleh jaksa, adalah rujukan penting bagi publik.
Jaksa memegang kunci penting tentang nasib Ahok dalam sidang selanjutnya. Jadi, sesungguhnya ini bukan soal ada potensi gangguan keamanan saat sidang digelar, namun soal adanya reaktif pasca tuntutan dibacakan oleh Jaksa.
FOTO: Ilustrasi/Aksi penolakan Ahok
Soal kemana arah putusan itu, jaksa yang paling mengetahui. Namun memang sementara ini, berdasarkan pandangan ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia Mudzakkir, Ahok sepertinya akan di dijerat dengan Pasal 156 huruf a KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
Ini dijelaskan Mudzakir pada sidang tanggal 21 Februari 2017. Dalam sidang itu ia menyebutkan bahwa dakwaan pasal 156 huruf a KUHP sudah tepat dijatuhkan kepada Ahok.
"Pasal 156 a sudah ada teks hukum. Bahasa Indonesia gunakan kata penodaan. Enggak bisa diubah penistaan," kata Mudzakir.
Lalu benarkan ini memicu potensi gangguan keamanan? Yang pasti, bak buah simalakama. Dilanjutkan atau ditunda sidang Ahok, tetap menjadi prioritas polisi untuk diamankan, mengingat besarnya gesekan dan perhatian publik di kasus ini. (umi)