Menanti Berakhirnya Pengampunan Pajak
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA.co.id – Tidak lama lagi masa pelaksanaan program tax amnesty atau pengampunan pajak akan segera berakhir. Pada periode terakhir, pemerintah memberlakuan tarif tebusan sebesar lima persen bagi para peserta yang memanfaatkan fasilitas tersebut.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP) komposisi realisasi berdasarkan surat setoran pajak mencapai Rp123 triliun, di mana rinciannya uang tebusan sebesar Rp109 triliun, pembayaran tunggakan sebesar Rp12,3 triliun, pembayaran bukti permulaan sebesar Rp1,06 triliun.
DJP menyatakan, bahwa jumlah peserta fasilitas amnesti pajak terus menanjak signifikan jelang berakhirnya program tersebut pada akhir Maret 2017. Sampai saat ini, rata-rata peserta yang mengikuti program itu mencapai 14 ribu Wajib Pajak.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, terjadi peningkatan yang cukup signifikan dalam tiga bulan terakhir. Trend kenaikan tersebut, tidak jauh berbeda dengan dua periode pelaksanaan amnesti pajak sebelumnya.
“Kemarin jumlah peserta menembus 14.700 orang. Minggu-minggu ini sudah di atas 10 ribu peserta,” kata Hestu saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jakarta, Jumat 24 Maret 2017.
Berdasarkan data otoritas pajak, pada Januari 2017, jumlah peserta amnesti pajak secara rata-rata per hari hanya 1.000 orang. Sementara pada Februari, jumlah peserta kembali meningkat menjadi 3.000 peserta.
Namun sejak awal Maret, jumlah itu kembali naik secara signifikan. “Minggu pertama Maret, jadi 5.000 peserta. Minggu kedua, jadi 8.000. Sampai sekarang, secara rata-rata tiap hari itu 10 ribu,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam Farewell Amnesti Pajak secara khusus mengajak seluruh elemen masyarakat memanfaatkan fasilitas tax amnesty atau pengampunan pajak yang akan segera berakhir pada 31 Maret 2017.
“Di sini pasti banyak yang belum ikut. Diam semua. Yang diam pasti belum ikut,” tanya Jokowi, sapaan akrab Presiden kepada ribuan wajib pajak yang menghadiri perhelatan itu di Jakarta International Expo, Jakarta, Selasa, 28 Februari 2017.
Jokowi mengingatkan, pada 2018 mendatang, era keterbukaan informasi perbankan atau automatic exchange of information akan diberlakukan. Sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia, akan menyepakati pertukaran data informasi perbankan, terkait dengan persoalan perpajakan.
Artinya, wajib pajak mana pun sudah tidak bisa lagi menempatkan dana yang mereka miliki di luar negeri. Otoritas pajak akan dengan mudah melacak dan mengetahui keberadaan dana tersebut, terutama dari WP yang selama ini tidak memenuhi kewajibannya. “Juni 2018, sudah ada AEol, siapa pun tidak bisa lagi menghindari pajak di manapun. Lebih baik bereskan semua, agar hidup kita tenang, tersenyum,” katanya.
Selanjutnya...Sosialisasi Digencarkan
Sosialisasi digencarkan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pemerintah saat ini terus melakukan berbagai upaya menyisir tiap aktivitas ekonomi, untuk melihat seberapa besar potensi yang masih bisa berkontribusi lebih terhadap perekonomian.
“Pribadi, badan, sektor, sampai sub sektor, kami akan lihat semua. Kami akan melacak, kalau ada kontribusi pajaknya lebih rendah dari size yang ada. Mohon diakui, karena kami akan melaksanakan UU Perpajakan secara konsisten,” kata Ani sapaan akrab Sri Mulyani. Pemerintah, akan menggandeng aparat keamanan untuk melacak potensi-potensi yang masih ada, usai periode tax amnesty.
Maka dari itu, seluruh elemen masyarakat yang merasa belum mencantumkan betul seluruh hartanya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan, agar segera memanfaatkan fasilitas tax amnesty di akhir periode. Apalagi, meskipun tarifnya mencapai lima persen, nilai tersebut lebih rendah dari sanksi ketika tax amnesty berakhir.
“Kalau kami menemukan, kami akan gunakan data tersebut untuk menagih sanksi dua persen selama 24 bulan, artinya 48 persen, lebih tinggi dari tarif di akhir periode,” katanya.
Lantas, strategi apa yang akan dilakukan pemerintah untuk mendongkrak uang tebusan di akhir periode? “Sama seperti periode sebelumnya. Saya berharap, Wajib Pajak yang menggunakan tax amnesty, silakan menggunakannya,” kata Ani di Jakarta, Senin 27 Maret 2017.
Berakhirnya tax amnesty, memang bertepatan dengan batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) untuk ketegori Orang Pribadi. Menurutnya, momentum ini bisa dipergunakan WP, untuk membenahi masalah perpajakannya selama ini. “Jadi kalau memang belum pernah menyampaikan SPT dengan benar, tentu saja pilihannya ikut tax amnesty atau pembetulan SPT,” ujarnya.
Langkah lain dilakukan DJP untuk mengajak WP memanfaatkan tax amnesty. Menurut Hestu Yoga jelang berakhirnya fasilitas tax amnesty, DJP bersama Himpunan Bank-Bank Negara (Himbara) melakukan sosialisasi untuk mengajak seluruh WP yang belum memanfaatkan program tersebut.
“Kami sekarang melakukan sosialisasi di 15 kota bersama HImbara. Terus dilakukan sampai sekarang,” kata dia saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jumat 24 Maret 2017.
Berdasarkan data statistik otoritas pajak, komposisi realisasi surat setoran pajak yang diterima mencapai Rp121 triliun, di mana rinciannya adalah pembayaran tebusan mencapai Rp108 triliun, pembayaran tunggakan sebesar Rp12 triliun, dan pembayaran bukti permulaan sebesar Rp1,03 triliun.
Merinci lebih jauh, komposisi uang tebusan berdasarkan surat pernyataan harta, senilai Rp107 triliun. Tebusan terbesar, berasal dari Wajib Pajak Orang Pribadi Non Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang mencapai Rp87,2 triliun. Kemudian, WP Badan non UMKM sebesar Rp13,1 triliun. Sementara total tebusan yang berasal dari WP Orang Pribadi dan Badan UMKM, masing-masing sebesar Rp6,72 triliun dan Rp472 miliar.
Dari sisi komposisi harta berdasarkan surat pernyataan harta, senilai Rp4.614 triliun, dimana deklarasi dalam negeri masih menjadi penyumbang terbesar dengan nilai Rp3.445 triliun. Kemudian disusul deklarasi luar negeri sebesar Rp1.024 triliun, dan repatriasi sebesar Rp145 triliun.
Selanjutnya...Reformasi Perpajakan
Reformasi Perpajakan
Kepala Kanwil DJP Sulselbartra Eka Sila Kusna Jaya dalam diskusi bersama sejumlah media menegaskan, setelah program itu berakhir, otoritas pajak akan menerapkan pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak. Pasal tersebut dijelaskan, apabila masih ditemukan adanya harta yang belum, atau kurang dalam Surat Pernyataan, akan dianggap sebagai harta tambahan penghasilan.
"Kalau enggak ikut ada konsekuensinya, kalau nanti harta di tahun 2015 itu ditemukan dan tidak pernah dilaporkan di SPT-nya akan diproses sesuai ketentuan yang berlaku, berarti ada sanksinya segala macam," kata Eka di Warung Kopi Haihong, Jalan Pelita Raya Makassar, Selasa, 21 Maret 2017.
Sanksi berat, kata Eka, menanti para WP yang telah diperingatkan untuk berhati-hati karena selama ini tidak patuh terhadap kewajiban perpajakannya kepada negara.
"Kalau enggak ikut risikonya ada, atau ikut tapi enggak semua hartanya dilaporkan itu juga ada konsekuensinya. Nanti kena ketentuan undang-undang, tarif seperti aturan yang berlaku ditambah sanksinya 200 persen. Bayangkan habis nanti harta kita kalau tidak ikut TA," tuturnya.
Eka menjelaskan, akan ada petugas khusus yang akan dibentuk guna mendata para WP yang kedapatan menyembunyikan hartanya. Petugas itu akan mulai bergerak April 2017 mendatang. "April, penyampaian SPT sudah selesai, kalau ada WP yang kita dapati belum laksanakan itu yah terpaksa langkah law enforcement kita jalankan," tuturnya.
Eka mengungkapkan, guna memantau para WP yang nakal, pihaknya akan memanfaatkan sistem Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) untuk memeriksa rekening para nasabah bank. Pemeriksaan rekening tersebut rencananya dijalankan pasca program pengampunan pajak berakhir.
Ia menjelaskan, pengajuan pembukaan data nasabah terkait masalah perpajakan yaitu pemeriksaan, bukti permulaan hingga penagihan. Sebelum ada aplikasi ini, pengajuan pembukaan data nasabah dilakukan secara manual.
"Jadi kita bisa lihat berapa isi rekening WP nantinya. Bisa lebih cepat kita akses. Dulu kalau buka rekening secara manual, dari KPP mengajukan ke Direktur Pemeriksaan dan Penagihan terkait pemeriksaan atau penagihan. Kalau bukti permulaan dari Kanwil ke Direktorat Penegakan Hukum, diteken Pak Dirjen sampai ke Menteri Keuangan dan diproses," katanya.
Selama ini permohonan membuka data nasabah memakan waktu 239 hari. Eka mengatakan, selain Akasia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menerapkan sistem Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) di mana dua sistem tersebut akan diintegrasikan. Sehingga, waktu untuk membuka data dipangkas sampai menjadi 30 hari, atau bahkan bisa lebih cepat.
"Kurang lebih paling cepat sebulan itu dari mulai pengajuan sampai Menteri Keuangan di DJP Akasia. Tapi di OJK ada sistem dibangun nanti sistem DJP sama OJK dibangun Akrab," ujarnya.
Nantinya juga akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengungkap data wajib pajak ini. DJP berharap, para WP bisa memanfaatkan fasilitas pengampunan pajak, yang akan berakhir pada 31 Maret 2017 mendatang.
Center for Indonesia Taxation Analysis mengkritisi capaian program amnesti pajak yang akan segera berakhir pada 31 Maret 2017. Terutama, dari sisi dana repatriasi partisipasi para WP yang mengikuti fasilitas tersebut yang masih relatif minim di akhir periode
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo menilai, pemerintah harus segera mengevaluasi rendahnya minat peserta amnesti pajak, terutama yang merepatriasikan asetnya.
Di samping itu, langkah-langkah perbaikan secara fundamental pun harus dilakukan secara signifikan. “Dari sisi repatriasi, realisasinya jauh di bawah target,” kata Prastowo, dikutip melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Jakarta, Senin 27 Maret 2017.
Selain itu, partisipasi masyarakat dalam program amnesti pajak juga dianggap belum maksimal. Menurut Prastowo, perluasan basis pajak yang salah satunya dicerminkan dengan tambahan Wajib Pajak baru, justru tidak terjadi. Ia memandang, ada beberapa faktor yang memengaruhi hal tersebut.
“Tetapi setidaknya, sosialisasi dalam arti membangun kesadaran bahwa ada program amnesti telah berhasil dicapai. Namun belum terjadi internalisasi bahwa program ini memang kebutuhan dan harus diikuti,” katanya.
Maka dari itu, pasca program tersebut berakhir pada akhir bulan ini, DJP perlu kembali menggencarkan ekstentifikasi melalui kerja sama antara lembaga yang efektif. Reformasi pajak pun diharapkan menjadi babak baru sistem perpajakan yang mampu meningkatkan kepercayaan antara otoritas pajak dan WP.