Selamat Tinggal Tarif Murah Transportasi Online
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA.co.id – Tata kelola transportasi online memasuki babak baru dengan selesainya revisi Peraturan Menteri Perhubungan No 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Revisi Permen itu mengatur tentang pengelolaan transportasi berbasis online yang beberapa bulan terakhir ini mengundang polemik. Ada 11 poin penting dalam revisi Permen tersebut yaitu jenis angkutan sewa, kapasitas silinder mesin kendaraan, batas tarif angkutan sewa khusus, kuota jumlah angkutan sewa khusus, kewajiban STNK berbadan hukum, pengujian berkala/ KIR, pool, bengkel, pajak, akses digital dashboard dan sanksi.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan, revisi tersebut bakal berlaku mulai 1 April 2017. Dia mengatakan, lahirnya PM 32 tahun 2016 merupakan upaya pemerintah hadir mengatur angkutan berbasis aplikasi online agar bisa beroperasi sesuai dengan hukum dan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Budi menegaskan, PM 32 tahun 2016 tidak diterapkan secara tiba-tiba. Peraturan tersebut sudah ada sejak Mei 2016, yang harusnya diberlakukan Oktober 2016, tetapi akhirnya diberi kelonggaran waktu sampai dengan Maret 2017, sesuai kesepakatan semua pihak terkait.
Untuk mengakomodir kepentingan semua pihak, Kemenhub telah merevisi PM 32 Tahun 2016. Revisi tersebut disusun dengan tiga prinsip, yaitu keselamatan, kesetaraan dan kebutuhan.
"Melalui aturan tersebut kita berikan peluang yang sama. Sehingga terjadi suatu kompetisi dalam memberikan layanan angkutan umum dengan iklim usaha yang baik," ujar Budi.
***
Berikut penjelasan atas poin-poin revisi PM 32 Tahun 2016 :
1. Jenis Angkutan Sewa
Kendaraan Bermotor Umum yang memiliki Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) warna hitam hanya kendaraan angkutan sewa; Nomenklatur angkutan sewa khusus untuk mengakomodasi pelayanan angkutan taksi online.
2. Kapasitas silinder mesin kendaraan
Angkutan Sewa Umum minimal 1.300 cc; Angkutan Sewa Khusus minimal 1.000 cc.
3. Batas Tarif Angkutan Sewa Khusus
Tarif angkutan tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi; Penentuan tarif berdasarkan tarif batas atas/bawah; Penetapan tarif diserahkan sepenuhnya kepada Gubernur sesuai domisili perusahaan dan Kepala BPTJ untuk wilayah Jabodetabek.
4. Kuota jumlah angkutan sewa khusus
Penetapan kebutuhan jumlah kendaraan dilakukan oleh Gubernur sesuai domisili perusahaan; dan Kepala BPTJ untuk wilayah Jabodetabek.
5. Kewajiban STNK Berbadan Hukum
Jika sebelumnya ketentuan STNK atas nama perusahaan, direvisi menjadi STNK atas nama badan hukum. Selanjutnya STNK yg msh atas nama perorangan masih tetap berlaku sampai dengan habis masa berlakunya.
6. Pengujian Berkala (KIR)
Tanda uji berkala kendaraan bermotor (KIR) pertama semula dilakukan dengan cara pengetokan, disesuaikan menjadi dengan pemberian pelat yang di-embose; Kendaraan bermotor yang paling lama 6 Bulan sejak dikeluarkannya STNK tidak perlu di uji KIR, dapat dengan melampirkan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT).
7. Pool
Persyaratan izin penyelenggaraan angkutan umum semula harus memiliki ‘pool’ disesuaikan menjadi memiliki/menguasai tempat penyimpanan kendaraan; Harus mampu menampung jumlah kendaraan yang dimiliki.
8. Bengkel
Dapat menyediakan fasilitas pemeliharaan kendaraan (bengkel); atau kerja sama dengan pihak lain.
9. Pajak
Substansi untuk kepentingan perpajakan pada penyelenggaraan angkutan umum taksi online dikenakan terhadap perusahaan aplikasi sesuai usul dari Ditjen Pajak.
10. Akses Dashboard
Pokok bahasan Akses Dashboard merupakan ketentuan baru yang ditambahkan dalam revisi peraturan ini. Wajib memberikan akses digital dashboard kepada Dirjen Hubdat dan Pemberi izin penyelenggaraan angkutan umum; Untuk kepentingan pengawasan operasional taksi online.
11. Sanksi
Pemberian sanksi dikenakan baik ke perusahaan angkutan umum maupun perusahaan aplikasi; Sanksi atas pelanggaran perusahaan aplikasi diberikan oleh Menteri Kominfo dengan melakukan pemutusan akses (pemblokiran) sementara terhadap aplikasi sampai dengan dilakukan perbaikan.
***
Tiga poin ‘panas’
Dari 11 poin revisi itu, tiga hal yang menjadi sorotan utama pemain layanan transportasi online yakni tarif batas atas dan batas bawah, pembatasan kuota kendaraan transportasi online dan uji KIR kendaraan.
Ketiga pemain yakni Grab, Uber dan Gojek kompak memprotes tiga poin tersebut.
Pertama, mengenai peraturan tanda uji berkala kendaraan bermotor (KIR) dengan pemberian pelat berembos, ketiganya meminta disediakan antrean khusus bagi mitra pengemudi, agar proses lebih cepat. Serta fasilitas uji KIR bekerja sama dengan Agen Pemegang Merek (APM) atau pihak swasta.
Kedua, soal kuota jumlah kendaraan, ketiganya menyatakan hal itu tidak sejalan dengan semangat ekonomi kerakyatan berbasis teknologi. Sebab, menurut mereka, orang Indonesia punya hak berpartisipasi dan meningkatkan kesejahteraan melalui ekonomi digital.
Selain itu, jika kendaraan dibatasi, baik lewat platform dan konvensional, berpotensi membatasi pilihan masyarakat akan transportasi.
"Kami percaya, jumlah kendaraan baik yang memanfaatkan aplikasi mobilitas, maupun konvensional akan ditentukan oleh permintaan dan kebutuhan konsumen," jelas ketiganya.
Poin ketiga tak kalah 'panas'. Ketiganya menolak ketentuan tarif batas atas dan bawah. Mereka berpandangan bahwa teknologi, sebenarnya sudah memungkinkan berbagai produk dan layanan menghadirkan harga secara akurat.
"Hal ini (pembatasan harga), akan membuat masyarakat terkendala untuk mendapatkan layanan terjangkau," jelas ketiganya.
Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, Jumat 17 Maret 2017, menyatakan keberatan terhadap tiga poin tersebut. Menurutnya tiga poin itu malah memberatkan konsumen dan pengemudi.
"Terdapat tiga poin perubahan yang kami yakini, akan membawa seluruh industri transportasi ke praktik lama," ujar Ridzki.
Dia menambahkan, penetapan harga yang fleksibel akan menjawab kebutuhan pasar dan merupakan pendekatan yang paling efisien.
Ridzki mengkhawatirkan tiga poin sorotan itu akan berdampak pada konsumen dan mitra pengemudi. Khusus konsumen, maka terancam akan makin terbatas dalam mengakses layanan transportasi publik yang terjangkau dan nyaman.
Selain itu, dia khawatir mitra pengemudi akan sulit mendapatkan pilihan pekerjaan melalui transportasi online mengingat ketentuan syarat balik nama STNK yang tak mudah dan mahal.
Menteri Perhubungan mengakui, poin penetapan tarif batas atas dan bawah memang masih dipermasalahkan penyedia jasa aplikasi transportasi online. Terkait hal ini, Kemenhub memberikan jalan tengah, dengan memberikan penentuan batas tarif itu ke kepala daerah terutama di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Selatan.
Pertimbangannya, kepada daerah mengetahui kondisi daerah masing-masing. Namun belakangan beberapa kepala daerah malah meminta tarif ditetapkan oleh Kemenhub.
"Untuk itu, kita putuskan usulan tarif dari daerah, nanti di pusat ada namanya forum konsultasi. Sehingga kata akhirnya, tarif dan kuota ditetapkan oleh Pusat berdasarkan usulan dari daerah,” kata dia.
Tarif batas atas dan bawah akan berdampak diperkirakan lebih berdampak pada taksi online. Sebab, tarifnya akan disesuaikan dengan angkutan umum daerah setempat. Pembatasan tarif ini sejauh ini belum berdampak pada ojek online.
Pembatasan tarif taksi online dalam revisi dianggap akan membuat tarif tak akan lagi murah. Pengamat transportasi, Azas Tigor Nainggolan menilai, seharusnya pemerintah tak mengurus masalah tarif. Sebab, hal itu bertentangan dengan Pasal 183 UU Nomor 22/2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
"Sesuai Pasal 183 UU Nomor 22/2009, tarif taksi diserahkan ke pengguna dan pemberi jasa," kata Tigor dalam sebuah diskusi di Jakarta Barat, Rabu 22 Maret 2017.
Menurutnya, adanya taksi online dengan tarif yang lebih murah akan membantu masyarakat dalam mendapatkan layanan transportasi yang aman dan murah. Tarif taksi online yang kemungkinan bakal lebih mahal menyesuaikan revisi itu rawan digugat, karena bisa mengecewakan konsumen.
"Kalau pengguna merasa dirugikan revisi Permenhub 32/2016, bisa gugat ke pengadilan. Karena, tarif dibuat mahal, sangat bisa digugat. Gugatnya sebagai pengguna, lewat undang-undang tentang konsumen juga bisa," katanya.
***
Tak bisa tutup mata
Sekjen Koperasi Jasa Trans Usaha Bersama, Musa Emyus mengatakan, ketentuan batasan tarif pada revisi Permen tersebut akan merugikan konsumen yang selama ini menikmati tarif terjangkau dari taksi online. Selain konsumen, mitra pengemudi juga akan terdampak dan secara langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat bawah.
"Kita enggak bisa tutup mata bahwa dengan adanya aplikasi online ini, mobilitas masyarakat dan roda ekonomi juga meningkat. Harusnya pemerintah lihat seperti itu. Kalau harganya jadi semahal taksi konvensional dan minat konsumen menurun, yang rugi kan pemerintah juga," kata Musa.
Konsumen taksi online kecewa dengan ketentuan tarif batas atas dan batas bawah. Konsumen taksi online asal Depok, Lisma dengan tegas tak setuju dengan rencana pemerintah itu. Dia mengaku sering memilih taksi online lantaran taksi konvensional terlalu mahal tarifnya.
"Pemerintah seharusnya berpihak kepada konsumen. Dengan taksi online, kami bisa mendapatkan taksi bagus dan tarif murah," kata dia.
Pandangan berbeda disampaikan pengamat transportasi Unika Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno. Dia mendukung ketentuan pembatasan tarif. Menurutnya tarif atas bertujuan melindungi konsumen, sedangkan tarif batas bawah bermaksud bisnis transportasi tetap terjaga keberlangsungannya.
Menurutnya, tarif untuk semua taksi dapat dilakukan berdasarkan jarak yang ditempuh seakurat mungkin. Apalagi saat ini dengan kemajuan informasi, sisi akuratan bisa dilakukan sejak awal pemesanan layanan.
Djoko mengakui, memang teknologi digital kreatif menjadi sebuah kebutuhan dan menunjukkan kemajuan. Namun tak semua sektor dapat diperlakukan sama. Dalam sektor transportasi, dia menekankan prinsip yang diusung Kemenhub yakni keselamatan, keamanan dan kenyamanan.
Soal tarif murah yang selama ini melekat pada taksi online, memang menguntungkan konsumen. Tapi dia menanyakan, apakah tarif murah itu sudah sesuai dengan tiga prinsip layanan transportasi tersebut atau tidak.
"Murah bukan berarti mengabaikan keselamatan, keamanan dan kenyamanan," kata dia.
Djoko mengakui, belum menghitung skema ideal proporsi tarif taksi konvensional dan taksi online. Namun menurutnya, setidaknya tak terlalu jauh dengan tarif taksi konvensional.
"Bisa lebih rendah, tapi tidak terlalu rendah, agar bisa berkompetisi dengan taksi resmi yang sudah investasi cukup besar," ujarnya.
Dalam hal tarif, Tigor mengkritik seharusnya Kemenhub atau pemerintah tak perlu mencampuri urusan tarif. Cukup mengurusi SIM, KIR, standar kelayakan dan lainnya. Sikap pemerintah soal tarif taksi online itu menurutnya menunjukkan kesalahan logika berpikir Kemenhub.
Djoko mengatakan, untuk menyelesaikan ketegangan antara taksi konvensional dan taksi online, pemerintah bisa berkaca dari Pemerintah Kota Surakarta yang bisa merangkul kedua jenis taksi tersebut. Taksi online hadir di Solo dengan menggandeng perusahaan taksi lokal, sehingga layanan transportasi online di sana berpelat kuning.
"Aplikasi online sangat dibutuhkan. Namun tetap harus mengajak pelaku transportasi yang lama, agar tidak terjadi masalah di kemudian hari," kata dia.
Secara lebih luas, Djoko menyatakan, kisruh transportasi konvensional dan online berawal dari buruknya layanan transportasi umum yang ada. Makanya menurutnya, revisi permen tersebut makin menjadi penegas momentum untuk perbaikan transportasi umum, terutama di daerah.
Catatan Djoko menunjukkan, jumlah kepala daerah yang peduli dan mau serius membenahi transportasi umum di daerah masih minim. Padahal sesuai amanah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, sebanyak 32 kota di Indonesia ditargetkan sudah memiliki layanan transportasi umum memadai.
Berkaitan dengan hal itu, Grab berharap pemerintah bisa memperhatikan keberatan pelaku transportasi online. Grab juga berharap pemerintah mendukung ekonomi kerakyatan dan prinsip-prinsip dari ekonomi koperasi.
"Kami terus berkomunikasi dengan pihak pemerintah utk memperhatikan hal ini, dan mempertimbangkan untuk mengundurkan implementasi ini atau menyesuaikannya kembali," kata Ridzki.