Jurus Angkut Warga Pinggiran Jakarta
- VIVA.co.id/Yunisa Herawati
VIVA.co.id – Jakarta makin sesak. Jumlah kendaraan yang ada di ibu kota pada 2015, menurut Badan Pusat Statistik, mencapai 121,3 juta unit.
Angka itu terdiri atas 12 jutaan kendaraan beroda empat, 98 jutaan sepeda motor, 2,3 juta bus, dan 6,2 juta mobil barang.
Kondisi itu makin diperparah dengan munculnya model mobil dan motor terbaru setiap tahunnya. Tak pelak, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dibuat kebingungan mengatur arus lalu lintas yang selalu macet setiap harinya.
Head of Unit Technical Management Smart City Jakarta, Setiaji mengungkapkan, pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kemacetan lalu lintas. Salah satunya yakni membatasi kendaraan di waktu tertentu.
"Masyarakat terserah mau beli mobil berapa saja. Tapi, kami membatasi penggunaan kendaraan. Seperti penerapan ganjil-genap, juga larangan pemotor melintasi kawasan tertentu," kata Setiaji beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Menteri Perhubungan, Budi Karya, menjelaskan, minat warga DKI menggunakan angkutan umum hanya 14 persen.
Itu sebabnya, Kementerian Perhubungan lewat Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) kemudian menargetkan agar keinginan publik untuk naik kendaraan umum bisa mencapai 40 persen pada 2019.
Selanjutnya...menyasar warga perumahan
Transportasi umum memang selalu diandalkan untuk mengurangi tingkat kemacetan jalan. Jenisnya bermacam-macam, mulai dari bus hingga kereta rel listrik atau KRL.
Saat armada TransJakarta diluncurkan pada 2004, banyak yang menyangsikannya. Namun kini, bus-bus yang digunakan selalu terlihat penuh saat jam pergi dan pulang kerja.
Hal serupa juga terjadi pada KRL. Sejak adanya peremajaan sistem, pengguna KRL terlihat semakin banyak.
Bahkan baru-baru ini, Pemprov DKI berencana menghadirkan rute TransJakarta baru. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, ingin bus-bus tunggal baru TransJakarta dioperasikan di rute-rute baru.
Ahok mencontohkan, rute seperti Pantai Indah Kapuk-Balai Kota. Rute itu, bukan rute reguler. Rute tersebut menghubungkan perumahan yang letaknya ada di pengujung Jakarta ke pusat kota.
"Kami sih pengennya, target dari perumahan langsung masuk (ke pusat kota)," ujar Ahok.
Selain TransJakarta, ada pula Jabodetabek Residence (JR) Connexion rancangan Kemenhub. Menurut Budi Karya, JR Connexion merupakan terobosan baru untuk mengurangi kemacetan di daerah penyangga ibu kota.
"BPTJ lakukan riset, di mana masyarakat berharap adanya angkutan umum yang nyaman langsung ke tempat tujuan," kata Budi Karya dalam keterangan resminya.
Target utama dari angkutan permukiman ini adalah kalangan kelas menengah yang memiliki mobil.
"Jadi, sasarannya perumahan-perumahan real estate. Mereka itu semua naik mobil, masa kita mau biarkan mereka naik mobil terus. Ya enggak lah," tutur Kepala BPTJ, Elly Sinaga.
Selanjutnya...seberapa efektif?
Apa yang dilakukan Kemenhub sebenarnya sudah dijalankan lebih dulu oleh beberapa pengembang properti. Di beberapa kompleks perumahan, tersedia bus feeder untuk mengantar warga kompleks ke pusat Kota Jakarta.
Untuk mewujudkan proyek JR Connexion, Kemenhub menggandeng perusahaan operator bus (perusahaan otobus atau PO).
"Pemerintah tidak mengeluarkan anggaran untuk pengadaan bus maupun shelter di dalam perumahan. BPTJ murni berperan sebagai penggagas. Jadi, PO bekerja sama dengan pengembang dalam penyediaan shelter," kata Elly.
Bus yang dipakai memakai konfigurasi kursi dua-dua sebanyak 11 baris dan satu kursi panjang di bagian belakang. Jumlah penumpang yang dapat diangkut tiap perjalanan mencapai 50 orang.
"Tarif yang dikenakan Rp20-25 ribu satu orang, sekali naik. Pembayaran menggunakan e-Money,” tuturnya.
Tarif tersebut tentu jauh lebih mahal ketimbang TransJakarta, yang mematok hanya Rp3.500. Namun, fasilitas akses yang diberikan keduanya juga berbeda.
Namun, Elly mengaku, tak menutup kemungkinan nantinya JR Connexion akan terintegrasi dengan TransJakarta.
“TransJakarta nanti juga akan ikut proyek ini. Bertahap. Untuk sementara, JR Connexion tidak menggunakan jalur busway,” ungkap Elly kepada VIVA.co.id.
Integrasi dengan TransJakarta, dianggap oleh pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan, sangat penting untuk menyukseskan proyek tersebut.
Kalau terintegrasi, pengguna bisa melanjutkan perjalanan tanpa perlu membayar kendaraan lagi. “Jadi, hanya bayar satu kali, tapi bisa langsung sampai tujuan yang diinginkan," katanya kepada VIVA.co.id.
Tigor menilai, masyarakat saat ini mencari sarana transportasi yang mampu mendukung mobilitas mereka untuk sampai ke tempat tujuan tepat waktu setiap harinya.
"Apabila tepat, sesuai dengan kebutuhan penggunanya, pasti oke. Karena, mereka membutuhkan transportasi yang cepat, aman, dan nyaman untuk aktivitas setiap hari," ujarnya. (art)