Harga Cabai Rawit Merah Meroket, Kenapa Bisa?
- ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
VIVA.co.id – Harga cabai rawit merah kembali meroket melampaui Rp100 ribu per kilogram, setelah sempat turun pada akhir bulan lalu. Harga cabai sudah melambung tinggi sejak awal Januari lalu bahkan saat ini dilaporkan telah mencapai Rp150 ribu per kg.
Di pasar tradisional Bantul, Yogyakarta, contohnya, harga cabai rawit merah yang semula dalam kisaran Rp120 ribu per kilogram kini merangkak naik hingga Rp130 ribu per kilogram Sementara, di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, harga cabai merah rawit tembus Rp150 ribu per kilogram.
Pada awal Januari, harga cabai merah sempat turun hingga Rp85 ribu per kilogram. Namun harga tersebut tidak bertahan lama.
Upaya pemerintah untuk mengendalikan harga cabai sepertinya tak mempan. Para pedagang dan pembeli masih mendapati harga cabai yang menguras isi kantong.
Faktor alam akibat musim penghujan menyebabkan para petani gagal panen cabai. Pasokan cabai ke pasar-pasar pun jadi terbatas.
Daerah-daerah penghasil cabai seperti Temanggung, Wonosobo, dan Muntilan, Jawa Tengah, mengalami gagal panen. Curah hujan tinggi dan terus-menerus membuat tanaman cabai busuk dan mati.
Akibatnya tidak ada pasokan dari sejumlah pengepul untuk dibawa ke pasar-pasar tradisional. Imbasnya harga cabai rawit tetap melambung tinggi.
"Saya tadi pagi beli cabai rawit eceran satu ons dihargai Rp15 ribu, bila membeli kiloan dihargai Rp130 ribu per kilogram di pasar tradisional Bantul Kota," kata Istimuryani, pedagang makanan di kantin DPRD Bantul, Yogyakarta, Rabu 8 Januari 2017.
Hal serupa juga terjadi di Jakarta. Pasokan cabai rawit di pasar induk Jakarta ikut menurun drastis dan menyebabkan harga cabai meroket.
Pantauan VIVA.co.id di Pasar Mampang, Jakarta Selatan, harga cabai sangat mencengangkan, mencapai kisaran Rp150 ribu hingga Rp190 ribu per kg.
Salah satu pedagang Pasar Mampang, Mujirah (50 tahun) menyatakan harga cabai rawit merah saat ini Rp150 ribu per kg. Sementara pedagang lain di pasar yang sama, Usman (23) menyebutkan harga cabai sejak seminggu terkhir sudah mencapai kisaran Rp190 ribu per kg.
Sedangkan harga cabai rawit hijau di Pasar Mampang seharga Rp80-95 ribu per kg. Harga cabai merah kriting masih cukup terjangkau Rp60 ribu per kg, dan cabai hijau keriting Rp36-40 ribu per kg.
Pengiriman cabai rawit ke para pedagang di tingkat Pasar Induk Kramat Jati pun dibatasi. Usman mengatakan biasanya ia mendapat jatah 50 kg cabai, namun per Januari 2017 lalu ia hanya diberi 25 kg oleh pemasok.
Direktur Jenderal Holtikultura Kementerian Pertanian, Spudnik Sujono, menyatakan bahwa harga cabai rawit meroket karena pengaruh curah hujan di sejumlah daerah basis produksi, seperti di Jawa, Lombok Timur. Akibatnya produksi cabai rawit menurun sementara permintaan tinggi.
Kementerian Pertanian mencatat angka ramalan produksi cabai rawit merah Januari sebesar 30.206 ton, Februari 42.067 ton dan Maret 44.993 ton. Sementara, kebutuhan secara nasional cabai rawit merah dan hijau keseluruhan diperkirakan pada Januari sebesar 68.305 ton, Februari 68.386 ton, dan Maret 68.472 ton.
Ia mengatakan Kementerian Pertanian bekerja sama dengan pihak Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, pihak kepolisian untuk mengawasi harga cabai yang saat ini meroket tajam.
"KPPU, Bareskrim, Mabes Polri, sudah turun. Kita lihat siapa yang memainkan harga ini," katanya kepada VIVA.co.id pada Rabu, 8 Februari 2017.
Harus segera diselesaikan
Pemerintah didesak segera menyelesaikan permasalahan akibat meroketnya harga cabai rawit. Kementerian Perdagangan diminta tegas untuk mengawasi permintaan dan penawaran dari salah satu komoditas paling "pedas" saat ini.
"Perlu dipetakan siapa saja pelaku pasar untuk komoditas cabai, sehingga bisa dideteksi masalahnya di mana. Agar tiap harga cabai naik, Kemendag tidak selalu jadi kambing hitam dalam pengendalian harga bahan pokok," kata Ketua Komisi VI DPR RI, Teguh Juwarno, dalam pesan singkatnya, Rabu 8 Februari 2017.
Hanya saja, menurut wakil rakyat yang mengurusi masalah perdagangan itu, kebijakan yang dilakukan Kemendag harus juga selaras dengan kebijakan Kementerian Pertanian. Tujuannya, agar produksi cabai dan kepastian pasokan cabai dari para petani bisa dijaga.
"Ini menjadi kunci dalam menjaga stabilitas kebutuhan pokok agrikultur," ungkap Teguh.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga tidak setuju, jika kemudian perubahan cuaca disebut biang keladi naiknya harga dan kelangkaan produksi cabai. Sebab, masalah yang sesungguhnya membuat harga cabai kerap naik masih perlu dicari dengan sungguh-sungguh.
"Harus dilihat secara objektif apakah penyebabnya karena kelangkaan produksi atau karena pemburu rente yang bermain untuk mempermainkan harga," ujar dia.
Ketua Komisi IV DPR RI, Edhy Prabowo, juga mendesak pemerintah segera menyelesaikan persoalan naiknya harga komoditas utama itu.
"Kita harus cari tahu apa masalahnya. Cabai kan satu komoditas cabai itu saja, jangan berdalih karena cuaca, dan jangan jadi polemik berkepanjangan," ujar Edhy melalui pesan singkatnya, Rabu 8 Februari 2017.
Ia pun menilai, ada masalah dalam tata kelola pangan di dalam negeri yang menjadi salah satu penyebab tidak stabilnya harga komoditas pangan nasional. Karenanya, dia menekankan pentingnya tata kelola pangan secara komprehensif antara produsen, distributor, dan konsumen.
"Jadi, Kementan (Kementerian Pertanian) sebagai produsen, meski saya nilai sudah bagus, tetapi dorong perbaikan terus menerus, distribusi juga dalam hal ini Kemendag (Kementerian Perdagangan) harus turun, saling jemput bola juga," kata dia.
Toko Tani Indonesia tak efektif
Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, telah berusaha menggencarkan kembali kegiatan pasar murah melalui Toko Tani Indonesia. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, menjanjikan harga bahan pakok pangan lebih murah ketimbang di pasaran.
Senin lalu, 6 Februari 2017, Kementerian Pertanian melakukan pengiriman perdana komoditas pangan strategis ke-22 TTI yang tersebar di beberapa wilayah di Jakarta. Total komoditas pangan pokok dan strategis yang dipasok terdiri dari beras, gula pasir, bawang merah, cabai merah, dan daging sapi.
Harga komoditas yang dijual di TTI saat ini memang terbilang cukup murah dibanding harga pasaran. Di TTI sentral Ragunan Jakarta, harga cabai rawit merah dijual Rp60 ribu per kg, cabai keriting Rp35 ribu.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan menargetkan pengadaan 1.000 Toko Tani Indonesia di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Saat ini, baru ada 45 TTI di Jakarta.
Meski demikian Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional, Abdullah Said, mengkritik keberadaan Toko Tani Indonesia. Dia menilai TTI tidak efektif dalam mengendalikan harga pangan.
“Beberapa komoditas pangan tidak bisa distabilkan lewat TTI, karena pertama, tidak banyak masyarakat yang mengetahui TTI dan jaraknya jauh dari pemukiman warga, tidak strategis,” ujarnya.
Dia menegaskan pemerintah harus segera mencari solusi untuk mengatasi keterbatasan pasokan cabai rawit ini. Solusi utamanya adalah peningkatan produksi cabai rawit.
“Ini menjadi tugas Kementerian Pertanian untuk fokus pada produksi,” ujarnya.
Diutarakan Abdullah, saat ini suplai cabai terbatas, meski tidak terjadi kelangkaan. Dia mencontohkan saat ini pasokan cabai rawit di sejumlah daerah mengalami penurunan seperti di Jakarta. Meski demikian stok di Blitar, Lumajang, di Jawa Timur, cukup tinggi.
“Pasokannya katakanlah 300 ton, turun menjadi 150-50 ton. Jadi ada setengah lebih penurunannya,” katanya.
Dia menyesalkan sikap pemerintah yang tidak bisa mengatasi kesenjangan distribusi pangan di daerah-daerah hingga menyebabkan harga cabai melonjak. Para pedagang pun terpaksa mengambil inisiatif untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan mengambil cabai langsung dari petani seperti di Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Bali.
“Harga tak terkendali ini tidak bisa diatur pemerintah, sehingga kami mengambil langkah itu. Hampir semua komoditas, khususnya cabai,” ujarnya. (one)